Bahari mengunyah manyantap makanannya seperti biasa di meja makan bersama sang istri yang duduk di kursi paling ujung. Mereka terpisahkan jarak yang sangat jauh oleh meja dari kayu jati itu."Kata Linggar, kamu mengangkat Faryn menjadi sekertaris kamu," ucap sang istri memulai percakapan setelah hening yang sangat lama di antara mereka.Bahari mengangkat kepalanya. Menatap sang istri yang sama sekalo tidak balas menatapnya."Ada masalah?"Bahari kembali menyuap potongan daging sapi ke mulutnya. Si istri menoleh, menatap tidak suka pada jawaban si suami barusan."Kenapa dia harus dijadikan sekertaris?"Mereka saling bertatapan. Yang satu dengan pandangan tidak suka dan menyelidik. Yang satunya lagi dengan pandangan tidak peduli."Memangnya kenapa?" tanya Bahari balik.Bukannya menjawab dengan jawaban yang ingin didengar oleh sang istri, dia malah menjawab dengan pertanyaan lagi. Terang saja hal itu membuat perempuan paruh baya di depannya marah."Jawab pertanyaanku dengan jawaban. Buka
Vani tahu dia sudah gagal hanya dengan melihat reaksi Bahari yang menolak penampilannya kemarin saat berkunjung. Padahal itu adalah kesempatan terbaik yang bisa ia dapatkan.Bahari sudah melarangnya untuk menemuinya di kantor maupun di tempat biasa mereka menginap. Bukan sekedat larangan. Namun juga disertai ancaman.Entah sungguh-sungguh atau tidak ancaman itu, Vina tetap tidak berani melanggar ucapan Bahari. Dia masih membutuhkannya. Kalau dia menentang pria itu, bukankah malah akan membuat Bahari makin kesal padanya?Vina menggigit ujung ibu jarinya. Ciri khasnya ketika sedang kehabisan akal. Matanya menatap ke luar jendela kamar. Ekspresinya nampak tengah berpikir keras."Kalau aku hancur, Faryn juga harus sama hancurnya denganku," ucapnya pada diri sendiri. Lalu sebuah senyum licik menghias wajahnya.Ya. Kenapa dia harus menderita seorang diri jika dia bisa membawa orang lain ikut merasakan hal yang sama dengannya?Dia akan menghancurkan hidup Faryn seperti yang dilakukan wanita
Vani menemukan kejanggalan saat mengingat kembali. Ketika Faryn memergoki perbuatannya dengan Bahari. Dia terlalu terkejut karena pria itu membela istri Hakam pada saat itu untuk bisa berpikir jernih.Sekarang saat dia sudah bisa lebih tenang, otaknya bisa diajak bekerjasama. Lalu muncullah pertanyaan. Sejak kapan Faryn bekerja di kantor Jatayu dan menjadi sekertaris Bahari?Dia tidak akan tahu kalau tidak melihat Faryn di sana secara langsung."Sejak kapan dia kerja di situ?" tanyanya pada diri sendiri.Baik Lintang maupun Linggar tidak ada satu pun yang memberitahunya. Tunggu dulu. Apakah keduanya sudah tahu kalau Faryn bekerja di sana? Jangan-jangan tidak ada satu pun dari keduanya yang tahu.Vani kembali berpikir. Jika Lintang tahu, sudah pasti sahabatnya itu akan memberitahunya. Lalu bagaimana kalau ternyata Lintang memang tidak tahu menahu?Wajar saja sih, mengingat wanita itu tengah fokus pada kehamilan yang sebentar lagi akan memasuki tanggal kelahiran. Dia hanya menerima info
Vani mendapatkan video itu. Utuh tanpa editan apapun dari Linggar. Dia tidak menyangka kalau suami Lintang itu ternyata mempunyainya. Padahal saat berita tentang Faryn yang menjadi sang aktris di video itu beredar, dia terlihat sangat tak acuh.Ternyata diam-diam pria itu malah satu-satunya yang masih menyimpannya."Dasar. Semua pria ternyata sama saja," kata Vani seraya tertawa terbahak.Memang di dalam videi itu wajah Faryn tidak terlihat begitu jelas. Tapi suara desahannya sangat mirip dengan suara Faryn. Meski hanya penampilan tubuh polos dua pemain itu yang terekspos sempurna, tetap saja pengakuan dari Faryn sudah lebih dari cukup untuk mengetahui siapa orang-orang dalam video asusila tersebut.Vani tidak ingin hanya memiliki satu alat sebagai balasan dari perkataan Faryn. Dia ingin mengulik semua rahasia dari pesaingnya.Bagaimana masa lalunya, perselingkuhannya dengan Bahari, dan juga tentu saja pernikahan mendadaknya.Vani harus tahu semuanya.Dia mulai menelusuri jejak masa la
Vani harus bisa mencari tahu kebenaran dari kepemilikan panti asuhan Bahari. Jika benar panti asuhan itu ilegal dan tidak memiliki perijinan, lalu bagaimana panti itu bisa beroperasi?Panti yang barusan Vani kunjungi memang sebelumnya tidak memiliki perijinan. Maka dari itu tidak lama berselang setelah beberapa bulan didirikan, panti tadi langsung ditutup oleh pemerintah setempat. Bukan hal baru bila panti-panti yang diketahui beroperasi secara ilegal bisa saja berpotensi melakukan tindak kriminal.Lalu, bila memang benar itu yang dilakukan oleh Bahari, bukankah Faryn memiliki alasan untuk balas dendam pada atasannya?Tapi benarkah karena alasan itu dia mendekati Bahari?Menurut informasi yang berhasil ia kumpulkan, panti yang disinyalir milik Bahari, sudah beroperasi lebih lama dibanting panti-panti lain di sekitarnya. Bagaimana mungkin selama rumah itu berdiri tidak ada satu pun pemerintah setempat yang bergerak untuk menutupnya?Selang sedetik setelah otaknya berputar mencari jawab
"Saya akan langsung mengatakan tujuan saya datang kemari."Faryn tidak butuh waktu lama untuk segera menyampaikan apa yang ada di benaknya. Dia tidak ingin membuang-buang waktu untuk berbasa-basi dan melepas rindu.Dia sengaja meminta ijin pada Bahari untuk pulang lebih awal. Atasan yang sedang kasmaran padanya pun tidak mempermasalahkannya. Lantaran memang selama ini Faryn selalu pulang terlambat.Jadi, dia pun memaklumi jika semisal Faryn merasa lelah karena pekerjaan yang menumpuk.Faryn tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dia segera meluncur ke 'rumah'nya waktu kecil. Menemui kedua orang tua yang mengakui dirinya sebagai anak mereka.Setelah ramah-tamah dan cerita-cerita melepas rindu, karena mereka bertemu terakhir kali adalah saat dirinya ulang tahun, Faryn ingin segera menuntaskan rasa penasarannya.Ibu Kemala mengulum bibirnya. Sang suami tengah tidur siang sehabis menegak obatnya."Saya rasa ... bukan hanya saya. Tapi Ibu juga pasti merasakannya," kata Faryn membuka percakapan.
Vani tersenyum puas saat mengetahui apa yang terjadi pada Faryn kemarin. Andai saj ma ia berada di sana, sudah pasti ekspresi istri Hakam itu sudah ia abadikan. Sayang sekali, saat itu dia harus mencari tahu lebih jauh tentang Faryn dan Bahari."Apa sebegitu mengejutkannya untuk kamu sampai pingsan di tempat umum?" sindir Vani dengan nada mengejek.Faryn diam. Tangannya menggenggam cangkir cokelat hangat di atas meja. Malam ini Hakam tidak bisa menjemputnya karena sedang berada di luar kota. Sehingga ini kesempatan yang besar untuk mereka bertemu tanpa adanya halangan."Langsung saja ke intinya, Vani," Faryn menyesap cokelat di cangkir.Vani tersenyum lebar. Bagi Faryn senyumnya itu lebih terlihat seperti milik iblis. Sangat berbeda senyum yang bisa wanita itu tampilkan."Kamu sudah nggak sabaran, ya?"Faryn diam. Dia tidak ingin menghabiskan tenaga dengan respon ucapan tidak penting.Vani bersandar. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Dagunya terangkat angkuh."Aku tahu tujuan ka
Ibu jari dengan kuku yang dihiasi kuteks warna merah marun dan monte itu tremor. Dia terbangun dari tidur nyenynaknya lantaran suara berdenting dari ponselnya yang terus berbunyi berulang kali.Saat Vani membuka pesan notifikasi itu, mata yang tadinya masih setengah terpejam, mendadak terbuka lebar. Rasa kantuknya sudah hilang begitu menatap layar gawainya."I-ini ...," saking syoknya, Vani sampai tidak bisa mengatakan apa-apa.Tremor di ibu jarinya merambat sampai ke tubuhnya. Dia tidak tahu siapa yang menyebarkan ini. Foto-foto dewasanya tersebar diinternet. Bukan hanya satu akun saja yang memposting, akun-akun lain juga banyak sekali yang mengunggah ulang.Vani tidak tahu mana akun yang pertama mengunggah untuk dia mintai tanggung jawab. Semua begitu cepat dan banyak.Dengan masih bergetar hebat, Vani mencoba membuka satu per satu komentar yabg dikirimkan orang-orang baik kepadanya melalui pesan langsung atau pun pada foto yang diunggah oleh akun-akun tidak bertanggung jawab.'Wih,
Benarkah itu yang terjadi? Benarkah itu yang selama ini direncanakan oleh pemilik asli dari nama 'Faryn Titis Kemala' ini? Bukankah semua yang dikatakan Bahari semuanya terdengar mengada-ada? Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Lava hanya membutuhkan jawaban 'tidak' untuk menyangkal semua tanda tanya di benaknya. Tapi siapa yang melakukannya? Kepada siapa harus bertanya? Siapa yang yang memberikan jawaban itu? Di tengah berkecamuknya batin dan pikirannya, fisik Lava masih berusaha keras untuk melepaskan diri dari cengkraman Bahari yang kini sudah berhasil mengunci pergerakan tangannya. Tubuh besar pria itu berada tepat di atas tubuh mungilnya. Lava sangat ketakutan saat ini. Untuk beberapa saat, ia berhara Hakam akan mencarinya, lalu menemukannya di sini, dan menyelamatkannya. Tapi akal sehatnya dengan cepat menyangkal itu semua. Semuanya tidak akan mungkin terjadi. Hakam tidak akan pernah mencarinya. Karena pria itu tidak akan pernah kembali kepada dirinya. "Anak dan
Berulang kali Hakam mengembuskan napas. Berusaha melegakan sesak di dadanya. Ia tidak percaya seratus persen dengan apa yang disampaikan oleh kakak iparnya. Tidak. Lebih tepatnya ia enggan percaya. Mana mungkin Faryn berselingkuh dengan Bahari, ayah iparnya? Wanita itu baru mengenal kepala keluarga Jatayu itu saat mereka mulai bekerja. Tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu mereka bisa langsung saling tertarik. Tunggu dulu. Kenapa itu tidak mungkin? Bukankah mereka sering bertemu di kantor? Tapi apa mungkin seorang karyawan staf biasa bisa sering berkunjung ke ruangan atasan? Tentu saja tidak. Hakam pernah berada di posisi sebagai atasan, dan ia tahu betul tidak semua karyawan biasa bisa mampir ke ruangan kerjanya. Kalau pun bertemu secara langsung, tentu bukan di ruangannya. Melainkan di ruang rapat. Lalu kapan tepatnya Faryn dan Bahari mulai bermain api di kantor mereka saat kemungkinan intensitas berpapasan begitu kecil? Sudah pasti apa yang disampaikan oleh Linggar me
Paras menatap iba sekaligus gamang pada Hakam. Bagaimana tidak? Ia adalah salah satu orang yang mengenal baik pria itu. Ia tidak ingin menyakitinya. Tapi hatinya tidak bisa berbohong bahwa Paras lebih mencintai Linggar."Jelaskan apa, Paras?" tuntut Hakam.Linggar menatap Paras tajam. Wanita ini, kenapa hanya menjelaskan saja membutuhkan banyak waktu? Akhirnya karena kesabarannya sudah makin terkuras, suami sah Lintang itu mendahului kekasihnya yang baru saja akan bersuara."Kami berpacaran dan sudah memutuskan akan menikah," jelas Linggar langsung ke inti.Hakam terkejut. Otot di tubuhnya terasa kaku. Rasanya jantung di balik tulang rusaknya berusaha melompat keluar. Dan tenggorokannya terasa tersekat bongkahan batu besar, hingga membuatnya sulit bernapa. Seolah seluruh oksigen di dunia sudah habis tak bersisa."A-apa?" tanyanya terbata. Informasi ini terlalu sulit diterima oleh otaknya. Bagaimana mungkin Linggar yang masih berstatus sebagai suami kakaknya, bisa mengatakan tengah me
"Selamat datang, Sayangku." Sapaan yang diucapkan dengan nada yang dibuat seolah menyambut bahagia, menyapa telinga Faryn tatkala ia memasuki sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu, hanya ada Bahari yang duduk sendirian di kursi kebesarannya. Mata Faryn dengan cepat memindai isi ruangan. Tidak ada yang berubah. Semua masih sama seperti terakhir kali ia ingat. Namun, hal itu tidak mengurangi sikap waspada wanita itu. Siapa yang tahu kalau Bahari sudah memasang jebakan? "Kenapa wajah kamu cemberut begitu?" tanya Bahari sembari bangkit dari posisinya. Kakinya berjalan pelan menghampiri Faryn yang bergeming dengan tatapan tajam menelisik. Pikirannya dipenuhi dengan banyak kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya saat mantan atasannya itu mendekat. Yap, Faryn secara resmi sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya dua minggu yang lalu tanpa sepengetahuan Bahari. "Apa uang, properti, dan saham yang saya berikan untuk kamu masih kurang?" lanjut Bahari sarkas. Faryn masih tetap diam mem
Seharusnya Faryn bertemu dengan Bahari pagi ini. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Saat dirinya terbangun beberapa waktu lalu, nyeri menghantam kepalanya begitu keras sampai membuatnya kesulitan untuk sekedar mengangkat kepalanya. Setelah menghirup napas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan melalui mulut, dia dapat mengendalikan sedikit rasa sakit di kepala. Meski dengan langkah sempoyongan, Faryn berhasil mencapai meja makan dan meneguk setengah gelas air putih yang tersisa dari minumnya semalam. Ia kira, rasa sakitnya bisa berkurang lagi setelahnya, sayangnya tidak. Rasa mual malah muncul. Dia berusaha secepat yang ia bisa untuk melangkah ke kamar mandi sebelum isi perutnya mengotori lantai yang akan menambah pekerjaannya pagi ini. Sesampainya di kamar mandi, tidak ada satu pun sisa makanan yang dicernanya yang keluar. Meski begitu, rasa mualnya masih belum berkurang. Ia memutuskan untuk duduk sebentar di atas closet. Napas terengah, muka basah, dan bibirnya pucat. Ia kem
Hakam sama sekali tidak bisa dan tidak ingin memahami apa yang dijelaskan Faryn. Baginya semua itu tidak lebih dari sekedar alasan yang mengolok-olok dirinya.Dia melakukan banyak hal untuk Faryn, demi istrinya. Sebagai balasannya, wanitanya tetap berselingkuh dengan pria lain. Hakam rela melepas apa yang dia punya sebelumnya, untuk bisa bersama Faryn. Dan inilah hasilnya."Ha ... Hahaha. Sial," umpatnya pelan. Tawanya penuh dengan nada ironi yang terdengar menyesakan.Pukul tiga dini hari. Jika semuanya berjalan seperti biasanya, dia pasti sedang tertidur pulas untuk persiapan pulang beberapa jam lagi. Jika situasinya segawat barusan, saat sang kakak harus segera menjalankan operasi, tentu saja saat ini dia tengah menunggui kakaknya.Siapa sangka, sekarang dia malah berada di bar dengan keadaan setengah sadar akibat minuman keras yang ditenggaknya karena mengetahui istrinya selingkuh dengan kakak iparnya."Sial sial sial!" umpatnya kian geram. Ia kesal pada dirinya, pada Faryn, pada
Faryn mengabaikan panggilan yang masuk ke ponselnya. Dia tidak peduli pada siapa yang mencoba menghubunginya. Tidak terkecuali suaminya sendiri. Setelah kekacauan yang dia buat, tentu pihak-pihak yang mengenalnya akan berebut mencari tahu kebenaran hubungannya dengan Bahari. Dan cepat atau lambat, Hakam juga akan mengetahuinya meski saat itu dia sedang berada di luar kota. Yang dilakukan oleh Faryn, hanya duduk diam menatap kosong pada televisi yang tidak dinyalakan. Wajahnya terpantul dari layarnya yang hitam, menampilkan raut tak terbaca. Ia sendiri juga masih menelaah mengenai perbuatan impulsifnya. Dan dalam dirinya sendiri mulai mengembangkan sebuah pertanyaan. Apakah semua yang ia lakukan ini sebanding dengan apa yang terjadi di masa lalu? Hidupnya hancur, hidupnya menderita. Dan dengan semua yang telah ia lakukan, kenapa dia tidak merasakan kelegaan atau pun ketenangan seperti yang dipikirkannya? Kalau begitu, sebenarnya apa yang ia cari dari semua ini? Semakin jauh ia
Hakam terus menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan selama perjalanan menuju rumah sakit. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri setelah menerima telpon dari Lintang. Jika sesuai jadwal, dia seharusnya baru kembali besok pagi.Tapi, Hakam tidak memiliki pilihan lain. Begitu menyelesaikan acara terakhir dari rangkaian acara seminar yang diikutinya, dia segera bergegas menyusul Lintang.Wanita hamil itu mengatakan jika ia kini berada di rumah sakit dan meminta Hakam untuk menemani. Dia harus segera menjalankan operasi untuk mengeluarkan bayi dalam kandungan karena air ketubannya kurang.Setahu Hakam, perhitungan hari lahir keponakan keduanya itu masih 2 minggu lagi. Ia tidak menyangka jika ternyata sang bayi ingin keluar lebih cepat.Bukan, bukan karena itu dia panik dan gelisah seperti sekarang. Melainkan karena sang kakak mengatakan jika tidak ada seorang pun yang menemaninya saat ini di rumah sakit.Mama sedang tidak enak badan dan sedang akan beristirahat, jadi Lintang
Linggar kesal setengah mati. Setelah semua yang terjadi, tidak ada satu pun rencananya yang berjalan lancar. Rencananya untuk mengorbankan Vina ternyata tidak berjalan semulus yang ia kira.Vina adalah salah satu pion yang dia harapkan akan mengakhiri rencana Faryn yang tidak ia prediksi. Namun, nyatanya bukan wanita selingkuhannya yang berakhir. Malah hidup Vina yang memiliki kisah tragis.Linggar tahu semua perempuan yang menemani sang Papa ketika dinas keluar kota. Dia sudah mengetahui sejak lama bahwa Bahari menjadikan sahabat anak menantunya itu sebagai perempuan simpanan. Dan dia sama seai tidak mempermasalahkan apalagi peduli.Pria itu percaya Vani bisa menjadi senjatanya di kemudian hari. Yang tidak ia ketahui adalah ternyata perempuan itu bisa menjadi senjata yang berbalik menyerangnya. Senjata makan tuan."Argh. Sialan. Dasar pria tua tengik!"Linggar tidak berhenti memaki Bahari. Mulutnya dipenuhi sumpah serapah untuk Faryn dan Papa. Malam ini dia tidak bisa menemui Paras u