Beberapa hari berlalu. Tidak ada satu pun hari di mana Vani bisa merasakan ketenangan. Bukan hanya pesan-pesan dari orang tidak dikenal yang terus membanjiri notifikasi di gawainya. Melainkan juga ketukan intens dari seseorang yang selalu datang setiap waktu.Vani sudah mencoba berbagai cara agar foto-foto itu dihapuskan. Tidak ada satu pun yang membuahkan hasil. Baru-baru ini saja akun utamanya malah diretas oleh oknum tidak bertanggung jawab. Alhasil semua percakapan dan pesan masuk di akun tersebut tersebar luas.Termasuk video maupun foto yang pernah ia kirimkan pada mantan pacarnya dulu sebelum bersama Bahari. Bukannya berkurang masalah yang didapatnya, malah makin bertambah.Vani ketakutan, khawatir, hilang arah. Tidak tahu harus mengadu kepada siapa.Sempat mengira dengan diretasnya akun utama sosial media miliknya akan mengakhiri teror yang dialami, nyatanya orang-orang malah menyerang akun kedua miliknya. Padahal Vani sudah berusaha menyembunyikan akun tersebut.Yang lebih me
Hakam tidak sempat mengikuti proses penguburan Vani, sahabat kakaknya. Dia sudah mengenal dekat wanita dengan tubuh aduhai itu. Bagi Hakam, Vani sudah seperti sosok kakak kedua baginya.Vani selalu bersikap baik padanya. Saat berada di luar negeri pun wanita itu yang lebih sering mengecek keadaannya karena merasa khawatir. Kematiannya yang tiba-tiba, membuat Hakam cukup terpukul.Tidak sedikit cerita yang ia bagi pada Vani. Meski sejaknmenikah dia belum bertemu lagi dengannya, Hakam tetap saja merasa kehilangan salah satu teman berceritanya.Hakam mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Kepalanya menoleh pada Faryn yang masih memejamkan mata, fokus berdoa.Tidak seperti kemarin saat menemukannya yang terlihat berantakan, hari ini Faryn terlihat lebih rapi. Walau pucat tetap saja masih terlihat samar di kulit wajahnya.Hakam tidak ingin mengganggu. Ia bangkit dan berjalan lebih dulu ke arah mobil, meninggalkan Faryn yang masih khidmat berdoa.Tidak butuh waktu lama, Faryn menyusul dirin
Tubuh Faryn terasa luar biasa lemas. Tulang-tulangnya terasa dilucuti. Kulitnya juga terasa kedinginan. Bulu kuduknya pasti berdiri saat ini. Di tambah lagi kepalanya yang seperti ditindihi batu luar biasa besar.Meski merasakan itu semua, Faryn enggan membuka mata. Bukan enggan, melainkan matanya juga terasa berat.'Ah, lebih baik tidur sebentar lagi,' pikirnya setengah sadar.Dia meringkuk lebih dalam mencari kehangatan dari sesuatu di depannya. Dinding ini ... hangat sekali.Kepalanya mendusel mencari kenyaman di sana. Hangat dan tidak keras. Rasanya nyaman sekali.'Apa sebaiknya tembok rumahku diganti seperti ini saja, ya?' batinnya.Dia masih tidak memahami apa yang terjadi padanya. Yang dia tahu hanya mencari kehangatan dan kenyamanan saja. Supaya tidurnya bisa lebih pulas lagi.Samar-samar telinganya menangkap suara mengerang pelan. Tembok ini mengerang? Sekali lagi terdengar suara yang sama setiap dia mengubah posisi.'Yah, suaranya juga nggak begitu menganggu.'Dalam pikiran
Inka Lavanya Jatayu atau yang biasa dipanggil Lava mematut dirinya sendiri depan cermin. Dia masih memiliki waktu sebentar lagi sebelum ibunya berteriak untuk menyuruhnya berangkat ke sekolah.Rok lipit berwarna merah muda sepanjang di bawah lututnya tampak pantas juga ia kenakan. Dia berputar demi bisa melihat penampilannya secara keseluruhan. Wajahnya mencoba tersenyum manis.Setelah puas, Lava melepas roknya, mengganti dengan celana pendek seragam sekolah yang biasa ia kenakan. Sengaja dia melakukan itu, supaya ketika saatnya bersiap nanti, dia tidak terburu-buru mengganti. Sekarang saatnya mencoba hadiah lain dari kakeknya.Sebuah benda asing yang masih berada di plastik pembungkusnya. Benda yang sering ia lihat dipakai di atas kepala teman-teman perempuan di kelasnya.Sebuah bando dengan hiasan tambahan yang sangat cantik yang pernah Lava lihat.Ia tidak sabar untuk mengenakannya. Meski begitu, tetap saja dengan hati-hati ia buka bungkus plastik itu. Lalu perlahan, tangannya mele
Hanya dengan mengingat nama Lavanya Inka Jatayu, sudah lebih dari cukup bagi dirinya untuk mendapatkan kembali seluruh memori yang telah ia pendam dan lupakan.Dia adalah Lava, seorang anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang ibu yang mengidap trauma terhadap pria. Dia lahir dari hubungan tidak sah kedua orang tuanya. Dia bukan Faryn.Dia Lava.Faryn, tidak Lava, entah dia harus mengenakan nama yang mana sekarang. Haruskah ia terus menjadi Faryn seperti yang selama ini orang-orang kenal? Atau Lava, seorang anak kecil yang menghilang beberapa tahun lalu?Kepalanya terasa berat. Perutnya bergejolak. Dia sudah sering merasakannya. Namun, kali ini terasa jauh lebih menyiksa. Tubuhnya terkulai di depan bekas bangunan panti tempatnya dulu berkenalan dengan seorang gadis cilik yang sekarang ia ambil namanya.Air matanya mengalir tanpa bisa dicegah. Napasnya kian terasa sesak saat isaknya semakin keras. Sudah tidak ada siapa pun di sini. Pria tua yang tadi bersamanya, sudah berlalu pulang
Dia tahu Saba tentu tidak menceritakan semua yang terjadi di masa lalu Bahari yang bersinggungan dengan dirinya dan Faryn yang asli. Kalau dia memang menceritakan semuanya, pasti ada bagian di mana pria itu menutupinya dengan kebohongan.Lava tidak peduli kalau pun memang dia sudah dibohongi oleh Saba.Yang dia pedulikan saat ini adalah dia sudah mengetahui sendiri apa yang terjadi pada kehidupannya.Rasa sakit, sedih, terluka, marah, kecewa, semua bekecamuk menjadi satu. Terlebih lagi saat dia memutuskan untuk mengunjungi rumah masa kecilnya ketika masih tinggal bersama sang ibu.Selintas wajah ibunya yang cantik mampir di kepalanya. Kenangan buruk dan lebih buruk yang diciptakan oleh Mama begitu jelas di ingatannya seperti sebuah film hitam putih yang ditayangkan di dalam otaknya."Anak laki-laki nggak boleh menangis!"Suara hardikan Mama terngiang di telinganya. Bayangan sabetan penggaris kayu panjang yang mengenai punggungnya, terasa begitu nyata. Lava memeluk dirinya sendiri sepe
Lava sudah memantapkan hatinya sekarang. Kali ini bukan sebagai Faryn, melainkan dirinya sendiri. Dia tidak begitu merasa kehilangan sosok ibunya. Dia malah lebih merasa sedih karena tahu Faryn yang sebenarnya tidak bisa lagi ia temui.Maka dari itu, dia akan membalas perbuatan Bahari bukan hanya untuk Mama. Tapi untuk Faryn Titis Kemala juga.Hanya butuh dua hari bagi Lava melakukan aksi balas dendamnya. Dia menjual seluruh aset yang diberikan oleh Bahari kepadanya ke pihak perusahaan lawan. Banyak pihak perusahaan saingan yang berminat untuk membeli aset tersebut dengan harga tinggi.Lava tidak peduli dengan harganya. Ia hanya ingin membuat Bahari kehilangan harta yang dibanggakannya.Harta yang membawa mereka semua ke dalam kehancuran.Lava menutup laptopnya dan bersiap memberikan serangan terakhir. Semua data yang ia kumpulkan mengenai bisnis ilegal Bahari sudah ia kumpulkan dan siap untuk disebar luaskan. Tinggal menghitung waktu saja sampai pria itu benar-benar terpuruk.Lalu ma
Semua terjadi begitu cepat. Saking cepatnya, Lava bahkan sampai tidak benar-benar tahu jika perbuatannya menjual seluruh hadiah dari Bahari akan membawa dampak sebegini besarnya.Sejak ia menjual saham yang diberikan padanya sebagai salah satu kado ulang tahun, kantor pusat Jatayu mengalami goncangan. Lava tidak sepenuhnya paham bagaimana cara kerjanya. Yang ia dengar perusahaan saingan yang membeli saham tersebut membuat isu, yang tidak sepenuhnya benar, lalu melepaskan seluruh saham tersebut.Karena yang membeli adalah seseorang dengan posisi yang cukup terkenal, isu yang awalnya diragukan pun, meluas dengan cepat. Akibatnya para pemegang saham satu per satu pun ikut mengambil tindakan yang sama.Keuangan perusahaan Bahari benar-benar mengalami krisis parah. Berkurangnya penyuntik dana melalui saham perusahaan, menyebabkan PHK besar-besaran. Bukan hanya itu, kondisi yang buruk itu juga membawa dampak pada kehidupan keluarga Jatayu."Kamu lihat sekarang? Ini akibatnya kalau kamu terl