Faryn menghela napas pelan begitu selesai menghias diri. Sesekali ia meringis karena sisa sakit yang masih ia rasakan kemarin. Kalau bukan karena permintaan Linggar, ia tidak akan mau untuk datang di acara ulang tahun anak pertamanya.
Faryn bisa mengacungkan dua ibu jari untuk keberanian Linggar yang mengundang selingkuhannya ke acara bahagia keluarga mereka. Karena biasanya seorang suami akan menutupi identitas selingkuhannya. Tapi ... Linggar memang sedikit berbeda. Entah apa yang direncanakan pria itu.Sekali lagi, ia mematut penampilannya di depan cermin. Sesuai permintaan Linggar, Faryn mengenakan pakaian yang sedikit seksi. Pria beristri itu tidak menjelaskan apa maksud dari permintaannya tersebut.Yah, bagi Faryn itu bukan hal sulit selama pakaian itu sudah disiapkan oleh Linggar dan dibelikan olehnya."Ck, sial. Sakit banget sih," keluh Faryn.Dalam hati, Faryn berjanji bahwa rasa sakit ini adalah yang pertama dan yang terakhir. Ia tidak ingin diganggu oleh apapun, termasuk rasa sakit seperti ini, saat mencapai tujuannya.Seorang sopir dengan mobil mewahnya sudah menunggu di depan pintu lobi apartemen sederhana tempat wanita itu tinggal. Begitu melihat Faryn, sang sopir langsung membukakan pintu mobil. Mereka pun menuju ke rumah Linggar.Ya, rumah Linggar di mana pesta ulang tahun ke tujuh anak sulungnya sedang diselenggarakan dengan mengundang keluarga besar dari dua belah pihak. Linggar dan Lintang."Loh, Faryn. Kamu datang juga?" sapa seseorang begitu Faryn turun dari mobil yang membawanya."Hm, iya," jawab Faryn sekenanya. Di hadapannya kini ada seorang sahabat dari Lintang, yang juga merupakan teman sekelas Linggar, Lintang, dan Faryn saat berkuliah dulu."Kamu sendiri?" tanya Vani."Iya. Nggak ada barengannya.""Kamu siapa yang mengundang?" tanyanya lagi. Meski dengan nada yang sangat ramah dan senyuman hangat, namun, Faryn bisa mengetahui dari sorot matanya jika Vani tengah penasaran dan merasa janggal dengan kehadirannya.Tentu saja. Siapa yang tidak merasa janggal jika orang yang tidak dekat dengan Lintang, hadir di acara ulang tahun anaknya?"Oh, itu si Linggar. Kebetulan kemarin pas ketemu ngobrol-ngobrol. Terus waktu tanya tentang anaknya, dia undang aku sekalian," kilah Faryn. Lebih baik membawa nama Linggar saja supaya tidak ditanya-tanya lagi.Vani terdiam sesaat. Lalu tertawa garing, "Cuma basa-basi aja mungkin."Faryn hanya bisa memberikan senyum malas. Biarkan saja perempuan ini mengira hanya basa-basi. Belum tahu dia kalau Faryn adalah selingkuhan Linggar yang diundang secara eksklusif untuk hadir.Mereka berdua masuk ke taman belakang yang sudah ramai dengan sanak saudara dan kerabat dari Linggar dan Lintang. Vani tidak berhenti mengoceh soal undangan yang diucapkan oleh suami sahabatnya untuk Faryn. Baginya, mustahil seorang Linggar Jatayu yang tidak dekat-dekat sekali dengan dirinya, akan rela berbasa-basi. Apalagi sampai mengundang ke acara penting seperti sekarang."Lanang! Selamat ulang tahun. Moga jadi anak yang berbakti dan cepat kaya, ya," ucap Vani sembari memeluk anak pertama Lintang. Saat itu, Lanang tengah bermain dengan saudaranya. Jadi, ketika tiba-tiba ada pelukan yang mengekang gerakannya, dengan cepat anak itu melepaskannya.Vani pun mengejar anak lincah itu. Di lain sisi, Faryn celingukan mencari sosok Linggar. Saat itulah, Hakam mendekat dan berdiri di sebelahnya."Ternyata kamu punya nyali juga untuk datang ke sini," ujarnya tiba-tiba.Faryn tidak perlu menoleh untuk memastikan siapa yang sedang berbicara. Dia langsung hapal suara itu sejak kemarin bertemu. "Tidak ada alasan takut bagi saya untuk menemui seseorang yang saya butuhkan.""Aku berani jamin Linggar sedang tidak membutuhkan kamu saat ini.""Apa Anda tidak dengar? Saya yang mengatakan saya membutuhkan Linggar saat ini."Jawaban ketus yang meluncur dari bibir tipis Faryn, memancing Hakam untuk membalasnya. "Ternyata perempuan kalau sudah menjadi perawan tua, lebih memilih menjadi pelakor, ya?""Mungkin saja. Itu pun kalau perempuan itu benar-benar masih perawan."Mendengar balasan yang disampaikan, Hakam mau tidak mau kembali mengingat kejadian kemarin. Dan rasa bersalahnya sekali lagi menyergap hatinya."Saya tidak ada urusan dengan Anda. Permisi," pamit Faryn begitu menemukan sosok Linggar di kejauhan yang sedang berbincang dengan seorang kerabat.Hakam yang melihat itu, mengerutkan kening tidak suka. Apa perempuan itu berniat mengacau di acara besar seperti ini?Hakam tidak bisa membiarkannya. Ia harus mencegahnya. Dan jangan sampai kakaknya tahu bahwa selingkuhan suaminya tengah berada di acara ini.Tapi bagaimana caranya?***"Kamu tadi bicara dengan Hakam?" cecar Linggar begitu mereka menemukan tempat yang sepi."Oh, jadi namanya Hakam.""Kamu nggak menjawab pertanyaanku.""Ya iyalah. Dia berdiri di sebelahku. Mengajak bicara," jawab Faryn enteng.Linggar mengerut tidak suka. "Seharusnya kamu bisa lebih berhati-hati memilih lawan bicara."Faryn menaikan sebelah alisnya. "Memangnya aku harus diam saja kalau ada orang yang menghinaku?"Raut wajah Linggar berubah menjadi kebingungan. "Hakam ... menghina kamu? Memangnya kalian saling kenal?"Faryn mengedikan bahunya sekali tak acuh. "Dia menemuiku kemarin. Tanpa mengenalkan diri," jawabnya singkat."Kok dia bisa tahu tentang kamu?""Ya mana aku tahu. Mungkin dia udah curiga dari awal sama kamu. Terus akhirnya mencari tahhu tentang aku.""Apa dia tahu hubungan kita?"Faryn hanya mengangguk. Ia tidak mungkin memberitahukan detail pertemuan mereka dan kejadian setelahnya.Linggar berdecak pelan. Sedangkan Faryn, memberinya tatapan datar. Kemudian Linggar kembali fokus pada lawan bicaranya. Ia tatap dari atas ke bawah dan sebaliknya, sampai membuat wanita itu merasa sedikit salah tingkah."Apa?" tanyanya sembari mengedikan dagu sekali."Ternyata ... kamu seksi juga kalau pakai pakaian model seperti ini." Linggar memangkas jaraknya. Faryn bisa mencium wangi parfum yang dipakai oleh pria itu. Sangat berbeda dengan milik Hakam. Parfum Linggar beraroma lembut dan menenangkan.Untuk sesaat, Linggar terdiam. Ia menimbang-nimbang sebelum untuk kembali bersuara. Ia sedikit menunduk, mensejajarkan bibirnya dengan telinga Faryn. "Bahkan lebih seksi dari pada Lintang saat masih perawan."Faryn yang mendengarnya malah merinding. Bukan hanya karena ucapan menggoda itu, tapi juga karena udara yang keluar dari bibir Linggar yang langsung menerpa telinganya."Apa kamu baru sadar setelah bertahun-tahun kalau aku memang memiliki daya pikat?" ujar Faryn pongah. Jujur saja, wanita manapun pasti akan kesulitan menangkis pesona dari Linggar.Ya, bahkan Faryn pun sempat sedikit terhipnotis hanya karena ucapannya barusan.Linggar mengambil posisi duduk di atas sebuah bangku kayu panjang di bawah pohon. Kakinya terlipat, saling bertumpu di salah satu kaki. Lalu dengan santai ia berkata, "Yah, bagaimana, ya? Dulu kan kita nggak begitu kenal. Jadi, aku kurang memperhatikan."Acara puncak perayaan ulang tahun ketujuh Lanang pun dimulai. Semua orang, termasuk Linggar dan Faryn kembali berkumpul di tengah halaman. Saat namanya disebut, pria itu menemani sang istri, Lintang, untuk membantu anak sulung mereka memmotong kue.Dan seperti acara-acara ulang tahun pada umumnya. Potong kue sambil bernyanyi, permainan untuk anak-anak, lalu foto bersama ataupun berswafoto di tempat yang sudah disediakan.Ketika semua sedang menikmati acara, Linggar bersama kerabatnya dan Lintang dengan teman-teman sosialitanya, Hakam naik ke atas panggung. Ia memegang mic seperti hendak menyampaikan sesuatu.Dengan dia berdiri di atas panggung saja sudah menarik perhatian, apalagi saat ia membuka suara. Banyak pasang mata, terutama perempuan, yang langsung tertarik memperhatikan."Selamat siang semuanya. Terima kasih sudah hadir di pesta ulang tahun keponakan saya, Lanang Jatayu. Doa terbaik dari kita semua untuk Lanang," katanya menyampaikan pembukaan."Ini bagian dari acara?" tanya Faryn pada Linggar yang berpindah tempat berdiri di sampingnya.Linggar menggeleng, "Acaranya sudah hampir selesai. Tinggal pertunjukan sulap saja."Faryn kembali memfokuskan diri kepada Hakam yang memang tampak tampan dengan gaya santainya hari ini. Yah, mungkin saja Hakam memang ingin menyampaikan sesuatu yang menurutnya penting dan pas sesuai situasi sekarang."Baik. Saya akan langsung saja. Tadi saya juga sudah meminta ijin kepada kakak saya, Kak Lintang, untuk menyampaikan sesuatu yang sangat penting hari ini."Perkataan itu membuat Linggar dan Faryn saling memberikan tatapan curiga. Isi benak mereka sama. Mungkinkah Hakam akan membocorkan rahasia perselingkuhan bohongan mereka?“Hari ini saya akan memperkenalkan seorang wanita yang akan menjadi istri saya,” sambung Hakam.Faryn tanpa sadar menghela napas lega. Sementara Linggar, menampilkan ekspresi terkejut, kepalanya menoleh ke sisi yang lain. Maniknya menatap seorang wanita cantik bersurai panjang yang nampak tersenyum ke arahnya.Bagi Faryn,Hakam adalah salah satu lelaki berengsek lainnya setelah Linggar. Setelah mengambil keperawanan gadis lain, dia ternyata berniat menikahi kekasihnya. Hakam menatap lurus ke arah Faryn yang dibalas dengan naiknya satu alis Faryn. Ada jeda sesaat sebelum kalimat Pria itu berlanjut.“Nama perempuan itu … Faryn Titis Kemala.”Jantung Faryn mencelos karena terlalu terkejut. Begitu pula dengan Linggar. Napas mereka tercekat. Lalu dengan suara yang lirih, Faryn mengatakan sesuatu yang hanya bisa dengar oleh Linggar.“Jadi … rencananya sekarang apa?”Wajah Linggar tampak kusut. Begitu pula dengan Faryn. Semua yang sudah pria itu rencanakan gagal dan harus berubah total. Yang lebih menyebalkan adalah ia tidak mengantisipasi sejauh ini untuk membuat rencana cadangan.Rencana Linggar sudah cukup matang, tapi dikacaukan hanya dengan satu ucapan dari Hakam."Kamu yakin nggak punya hubungan apapun sama Hakam? Teman lama mungkin?"Faryn menggeleng. Linggar menghela napas panjang. "Aku mengenal Hakam hampir dari kecil. Dan yang aku tahu, dia bukan tipe yang akan mengambil keputusan berisiko secara mendadak.""Menurut kamu menikahi aku itu sebuah resiko?" tanya Faryn agak tersinggung."Ya jelas dong. Dia tahu hubungan kita. Kalau secara logikanya, pelakor seperti kamu akan dijauhkan dari keluarga si korban. Dengan dia menikahi kamu, berarti dia memberikan celah untuk kita bertemu," jelas Linggar diikuti gerakan tangan.Ya betul juga sih. Secara logika, seharusnya itu yang dilakukan Hakam. Tapi, mengapa justru ini berkebalikan."Nggak tahula
Mereka tiba di rumah sakit swasta yang terkenal hanya untuk kalangan kelas sosial atas. Dulu Faryn hanya bisa melihatnya di media sosial, pada akun para artis yang dirawat di sana. Kini ia berkesempatan untuk melihatnya secara langsung.Yah, sebesar dan semegah apapun bangunan yang tengah ia pijak ini, tetap saja ia tidak ingin tinggal ataupun sekedar merebahkan diri di ranjang yang disediakan bila harus ditukar dengan kesehatannya.Di ujung lorong di lantai lima rumah sakit ini, Faryn bisa melihat orang-orang yang merupakan keluarga Hakam dan Linggar berkumpul. Setelah keributan yang dibuat oleh Hakam tadi siang, seharusnya Faryn tidak datang ke sini. Apalagi jika berkemungkinan mengundang keributan."Hakam, akhirnya datang juga. Kamu habis dari mana sih?" tanya seorang wanita paruh baya dengan dandanan yang cukup elegan untuk datang ke rumah sakit."Maaf, Bun. Tadi lagi di luar soalnya. Kondisi Nenek gimana, Bun?""Sudah lewat masa kritisnya. Tapi masih belum sadarkan diri." Terdenga
Dahi Faryn sedikit berkerut saat duduk di depan meja dokter spesialis kandungan. Ia dan ‘calon mama mertua yang tidak diharapkan’ duduk bersampingan menunggu sang dokter membawa hasil lab pemeriksaan. Ia berpikir bukan karena khawatir akan hasil dari pemeriksaan, melainkan ia belum mematangkan rencana cadangannya.“Saya yakin anak saya tidak serendah itu menghamili wanita secara sembarangan,” kata si calon mama mertua yang bernama Mama Adelina. Perkataan itu memang memecahkan keheningan dalam ruangan. Namun, membangkitkan kekesalan Faryn.Orang tua yang satu ini pasti sangat membanggakan anak lelakinya sampai percaya jika anaknya tidak mungkin melakukan kesalahan.“Dan kebetulan saya bukan wanita sembarangan,” balas Faryn tak acuh. Ia memang bukan wanita sembarangan. Ia selingkuhan menantunya.Mama mendengus mencemooh. “Ya memang bukan wanita sembarangan. Tapi wanita penggoda.”Tangan Faryn terkepal erat. Ia menahan diri untuk tidak membalas ucapan ibu dari Hakam. Seandainya dokter ti
Menang? Apanya yang menang?Faryn justru sudah kalah telak. Godaan yang awalnya hanya ia gunakan untuk membalas ucapan Mama Adel dan senjata membungkam wanita itu, ternyata malah berbalik kembali menyerangnya."Seharusnya kamu bisa mengendalikan istri muda kamu! Kenapa jadi menyalahkan aku?!" bentak Mama Adel."Kok jadi aku yang bersalah? Anaknya sakit, ya wajar dong kalau dibawa ke rumah sakit," bantah sang suami tak kalah sengit."Wanita itu bilang kalau kamu yang suruh ke rumah sakit itu. Padahal kamu tahu aku akan pergi ke sana dengan perempuan ini," kata Mama Adel sambil menuding Faryn yang duduk anteng.Faryn duduk diam memperhatikan pertengkaran orang tua Hakam. Dari adu mulut yang ia dengar selama setengah jam lebih di ruang tamu rumah keluarga Laksamana ini, dapat ia tarik kesimpulan. Perempuan yang beberapa saat lalu ia temui di rumah sakit adalah pemicunya. Tapi, Faryn tidak sepenuhnya yakin jika Tantri yang bersalah atas semua yang terjadi.Jika dilihat secara kasat mata s
Hakam masih berkutat dengan laptop di atas meja kerja dalam kamarnya ketika suara ketukan di pintu kamar mengalihkan perhatian."Mas, dipanggil Bapak ke taman belakang."Suara dari asisten rumah tangga itu membuat Hakam terdiam sesaat. Lalu ia menjawab dengan sedikit berteriak, "Iya. Tunggu sebentar."Hakam menekan beberapa tombol di papan ketik sebelum menutup layarnya. Ia lepaskan kacamata khusus yang biasa gunakan saat memakai laptopnya untuk mengurangi pancaran radiasi. Ia tahu malam ini giliran sang ayah yang berbicara dengannya secara empat mata.Setelah berjalan ke taman belakang rumahnya dengan mencari beribu alasan atas beribu pertanyaan yang mungkin nanti diucapkan Papa Pram, Hakam menarik napas dalam-dalam.Dari belakang punggung sang ayah, Hakam bisa melihat jika Papa Pram tampak sedang menelepon seseorang. Karena sadar akan kehadiran pria itu, beliau menolehkan kepala ke belakang dan segera menutup sambungan telepon."Sini."Hanya satu perintah. Tapi Hakam tahu Papa Pram
Faryn memainkan jemarinya di atas meja di kamar. Di depannya, layar gawai masih menyala, menampilkan pop up pesan terakhir dari Linggar. Sedikit tidak menyangka bahwa ternyata perkiraan dan rencananya akan berbanding terbalik dengan kenyataan.Sebuah embusan muncur dari bibirnya. Tak lama diikuti dengan sebuah senyuman penuh arti. Memang berbanding terbalik sih, tapi semuanya terasa lebih mudah.Saat Faryn hendak mengetikan pesan balasan pada Linggar, pria itu lebih dulu menelponnya. Sebelah alis indah di wajah Faryn terangkat. Dia tidak langsung mengangkat telepon itu. Dibiarkan Linggar menunggu hingga panggilan dering kelima."Halo," sapanya kemudian.Hening. Tidak ada suara untuk beberapa detik. "Jangan mempermainkan aku, Faryn."Kelopak manik Faryn mengedip pelan, "Mempermainkan?""Sudah seharusnya kamu mengangkat telepon begitu ada panggilan masuk dariku," balas Linggar dengan nada kesal.Sekuat tenaga wanita itu menahan tawanya yang hampir lepas. Rupanya Linggar tidak suka dibua
"Itu Pak Hakam beneran resign per hari ini?""Bukannya lusa ada acara ulang tahun kantor?""Yakin sih, Pak Hakam mau membuat perusahaan sendiri. Perusahaan saingan."Bisik-bisik yang terdengar sangat jelas saat Hakam menajamkan pendengarannya dalam perjalanannya menuju ruangan, membuat telinganya memanas.Perkataan Papa Bram benar-benar diaktualisasikan. Mulai sore hari ini, Hakam resmi dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja selama empat tahun ini. Banyak karyawan yang celingukan, mencuri pandang ke arah ruang kerja Hakam.Seorang atasan yang dikenal anti melakukan kesalahan dalam bekerja itu, tiba-tiba saja akan berhenti bekerja.Untung saja yang mereka tahu Hakam mengundurkan diri, bukan dipecat oleh si pemilik perusahaan. Apalagi jika sampai tersiar alasan yang sebenarnya. Bisa turun harga diri seorang Mahakam Laksmana.Manik yang biasanya menatap tajam pada karyawan, kini menatap lesu pada sekitarnya. Ini serius dia harus hengkang dari ruangannya hari juga? Tidak bisa papanya m
Apa? Menginap?Kepala Faryn menoleh cepat ke belakamg. Hakan tengah menatapnya dengan pandangan ... antara serius dan memelas.Apa-apaan ini?Ujung bibir Faryn berkedut menahan geli. Orang sekaya dan semapan Hakam, ingin bermalam di rumahnya yang kecil ini?Rasanya Faryn sangat ingin tertawa."Kamu nggak salah ngomong?"Hakam tidak menjawab dengan kata-kata, melainkan dengan tatapannya yang serius. Melihat hal itu, Faryn berdeham sekali."Aku nggak tahu sebesar apa masalah yang kamu buat di rumah. Tapi rumahku ini bukan tempat menanggung beban masalah kamu."Hakam terdiam sesaat. Tatapannya masih lekat pada Faryn. Wanita tetap terlihat menarik meski sedikit lusuh setelah pulang kerja.Akhirnya, Hakam menghela napas panjang lelah dari bibirnya. "Aku juga diusir dari rumah," katanya kemudian.Eh? Diusir?"Kenapa ... diusir? Kamu kan ... anak kebanggaan mereka?" tanya Faryn dengan nada tidak percaya sampai suaranya memelan dan terputus-putus.Hakam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.