Di kampus, Felisha tidak melihat Gina. Padahal kemarin temannya itu bilang akan masuk di hari pertama ujian. "Terima kasih ucapannya, Feli. Maafkan aku juga karena tidak masuk hari ini. Ibuku masuk rumah sakit waktu aku mau berangkat."Jawaban atas pesan yang Felisha kirimkan, langsung dibalas oleh Gina. "Semoga ibumu cepat membaik. Jangan pikirkan kuliah, fokuslah pada ibumu."Felisha turut prihatin atas apa yang terjadi pada Gina. Tapi, ia tetap salut dengan kegigihan kawannya itu. Berasal dari kampung yang memiliki cita-cita tinggi ingin mendapat gelar pendidikan terbaik, Gina rela kuliah sambil bekerja part time di salah satu kafe. Bahkan, tak jarang ia akan bekerja freelance di setiap event-event tertentu. Menjadi seorang SPG suatu produk yang dengan mudah Gina dapatkan sebab memiliki penampilan yang baik juga wajah yang manis.'Haruskah aku seperti Gina, yakni bekerja untuk mendapatkan uang,' batin Felisha yang tiba-tiba ingat dengan jumlah uang di dompetnya ketika tadi hendak
Perasaan senang semakin Felisha rasakan. Fix sudah, ia akan bekerja di lusa nanti sebagai seorang SPG di sebuah event yang cukup besar. Meski tidak memiliki pengalaman sebagai seorang sales promotion girl, Felisha bertekad akan melakukan pekerjaan tersebut dengan sebaik-baiknya. "Telepon dari siapa?" Perempuan itu hampir lupa jika masih ada laki-laki di dekatnya saat ini. Erik yang sebelumnya tengah menawarkan tumpangan, menatap Felisha dengan tatapan penasaran. "Teman.""Teman?""Iya." Felisha menjawab santai. "Kalo aku tidak salah dengar, apakah kamu mau ambil satu pekerjaan, Feli?"Felisha mendongak dan memperhatikan ekspresi Erik yang sepertinya begitu ingin tahu. "Ya.""Kerja apa?"Sampai di tahap pertanyaan ini, Felisha memilih tidak menjawab. Menurutnya Erik terlalu ingin tahu kehidupannya. "Feli, sorry kalo aku terlalu ikut campur. Tapi, apa SPG?""Apa ada yang salah?""Kamu butuh kerjaan? Atau butuh uang?""Erik, cukup!" Felisha bereaksi cepat. Ia tidak sadar jika sudah
Tidak banyak obrolan yang Felisha lakukan dengan Adit, lelaki yang merupakan teman Gina. Di mana ia akan ditemani selama bekerja di event sebuah pameran mobil lusa nanti. Erik yang khawatir tentang pekerjaan yang akan Felisha jalani, tidak sungkan untuk terus menemani dan mengawasi kalau-kalau ada sesuatu yang menurutnya tidak baik. "Jangan khawatir, Mas. Pacarnya aman kok sama saya." Adit tampak tersenyum sebab sepanjang obrolan yang ia lakukan bersama Felisha, lelaki di depannya itu terus menatap tajam seolah ingin menerkam. "Eh, dia bukan pacar saya, Mas Adit." Tiba-tiba Felisha menyahut, dan sontak membuat Erik beralih menatapnya. "Belum dan akan." Erik menimpali ucapan Felisha begitu percaya diri. "Haha, bagus-bagus. Sikap percaya diri yang tinggi."Erik masih menatap Felisha saat mendengar gurauan yang Adit lontarkan. Tapi, tidak dengan perempuan satu-satunya di meja tersebut, ia sudah mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Ya udah, Mas. Kalo memang gak ada lagi yang haru
Sekian waktu berlalu dan Alan berhasil menahan amarahnya. Setibanya di kamar hotel presiden suite tempat ia dan Felisha menikmati malam sebagai pengantin baru, lelaki itu hilang sudah kesabarannya. Alan melempar Felisha ke kasur tanpa bertanya atau berkata apapun. "Ka, ada apa ini?" tanya Felisha dengan raut muka ketakutan. Namun, Alan tidak mengeluarkan suaranya. Pertanyaan Felisha ia anggap angin lalu. Dan kini ia sudah melepas jas serta dasi yang sebelumnya melekat di tubuhnya. Lantas, dengan diiringi tatapan panik dan perasaan takut yang tampak di wajah Felisha, Alan beranjak dan mendekat. "Kak?" Kembali Felisha memanggil dengan suara lirih. Wanita itu mundur setelah berusaha bangun dari posisi terjatuh sebelumnya. Ia yang hanya bisa merayap mundur ke arah sandaran ranjang, sesekali melihat dan mengawasi tatapan Alan yang terus tajam melihatnya. Felisha tak bisa kabur ketika tiba-tiba Alan menarik kedua kakinya sehingga membuatnya kembali berbaring dengan wajah kaget bukan m
Setelah tahu jika dirinya diawasi, Felisha mulai berhati-hati. Waktu itu ia bisa lolos dari kecurigaan Alan setelah meyakinkan suaminya itu jika Adit yang ia temui adalah seniornya di kampus. Tapi sekarang, tak mungkin Felisha melakukan kebodohan yang sama jika tidak ingin ketahuan untuk kedua kalinya oleh Luna. "Maaf, Mas Adit. Aku mungkin sedikit terlambat. Ada hal penting yang harus aku selesaikan dulu."Felisha akhirnya mengirim pesan kepada Adit. Hari di mana ia memulai pekerjaannya sebagai seorang SPG, membuatnya berpikir lebih jeli demi menghindari pengawasan Luna. Kemarin setelah kuliah selesai, Felisha langsung pulang sehingga tak ada pertanyaan aneh apapun dari Alan ketika malamnya ia sampai hotel. Kegiatan malam langsung lelaki itu lakukan seperti malam-malam sebelumnya. Membuat tubuh Felisha seperti mau hancur saking semangatnya Alan melakukannya. 'Sepertinya aku akan melewati seminggu di sini tanpa jeda satu hari pun,' batin Felisha nelangsa. Tak pernah ia bayangkan s
Alan POVHari ini banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Setelah kemarin-kemarin aku sempat menunda karena ulah Felisha yang akhirnya membuatku membiarkan pekerjaan di kantor hingga menumpuk seperti sekarang, kini aku tak mau menunda lagi. Jadi, aku putuskan untuk menyelesaikan semuanya hari ini, termasuk meeting dengan salah satu partner bisnis yang sebelumnya pernah aku batalkan karena satu masalah. Alvaro, anak buahku yang paling setia dan memiliki kinerja yang sangat bagus, tengah menemaniku dengan menyelesaikan tugasnya sendiri di dalam ruanganku."Ada beberapa berkas yang harus Anda tanda tangani segera, Tuan." Tiba-tiba Alvaro mendongak dan beranjak mendekatiku. Aku hanya mengangguk dan membiarkan Alvaro meletakkan tumpukan map di sebelah laptop-ku yang menyala. Setelah itu aku kembali menatap layar terang di depan. Baris angka dan tabel grafik yang terpampang di layar adalah pekerjaan yang tengah menjadi perhatianku. Ada beberapa poin yang harus aku selesaikan setelah
Masih POV AlanKetika aku menyusuri sebuah lorong di mana kanan kirinya adalah ruangan-ruangan yang dipenuhi orang-orang yang terlibat dalam event, di ujung lorong tersebut aku bisa melihat Luna tengah berdiri bersama dua orang anak buahku. "Nona sudah di dalam." Luna menyampaikan laporannya. Aku pun mengangguk, lalu bergegas masuk ke dalam sebuah ruangan yang pintunya menjulang tinggi dan berdaun tebal. Pintu kembali tertutup ketika aku sudah berada di dalam ruangan. Felisha terlihat bangkit berdiri ketika melihatku datang. "K-Kak Alan?"Wajahnya terlihat ketakutan. Sepertinya ia tidak menyangka sama sekali akan pertemuan kami sekarang. "Ba-bagaimana Kak Alan ada di sini? Apakah Kaka tidak kerja?" tanyanya dengan suara bergetar. "Aku sedang kerja sekarang asal kamu tahu itu! Tapi, aku tidak menduga akan melihat dan bertemu kamu di sini."Felisha menatapku dengan ekspresi cemas dan sangat takut. Bahkan, aku bisa melihat tubuhnya gemetar ketika berdiri di hadapanku.Sontak aku me
Alan kembali mendaratkan ciuman ketika Felisha sudah bersiap untuk pergi. Ciuman yang dilakukannya di depan semua anak buahnya yang ada di ujung lorong area pameran, tampak lebih lembut dibanding ketika ia melakukannya di dalam ruangan. "Bersikaplah patuh kalau kamu tidak mau orang-orang di sekelilingmu terkena masalah!" Kembali Alan mengingatkan sang istri untuk tidak berlaku macam-macam. "Baik, Kak." Felisha menjawab masih dengan tangan yang menyentuh bibirnya sebab ciuman Alan barusan. Lelaki itu melihat dalam diam. Hanya senyum tipis di wajahnya seolah sedang berkata 'aku tak akan pernah puas mulai sekarang'. Setelah berpakaian rapi, tentu saja inisiatif Luna yang tinggi, dengan sigap menyiapkan pakaian baru untuk istri tuannya itu. Tampak Felisha yang sekarang, jauh lebih elegan dibanding ketika perempuan itu berdiri di panggung pameran mobil. "Kami pergi dulu, Tuan!" ucap Luna kemudian beranjak pergi mengawal sang nyonya baru. Tak ada ucapan atau kalimat apapun yang keluar