Sekian waktu berlalu dan Alan berhasil menahan amarahnya. Setibanya di kamar hotel presiden suite tempat ia dan Felisha menikmati malam sebagai pengantin baru, lelaki itu hilang sudah kesabarannya. Alan melempar Felisha ke kasur tanpa bertanya atau berkata apapun. "Ka, ada apa ini?" tanya Felisha dengan raut muka ketakutan. Namun, Alan tidak mengeluarkan suaranya. Pertanyaan Felisha ia anggap angin lalu. Dan kini ia sudah melepas jas serta dasi yang sebelumnya melekat di tubuhnya. Lantas, dengan diiringi tatapan panik dan perasaan takut yang tampak di wajah Felisha, Alan beranjak dan mendekat. "Kak?" Kembali Felisha memanggil dengan suara lirih. Wanita itu mundur setelah berusaha bangun dari posisi terjatuh sebelumnya. Ia yang hanya bisa merayap mundur ke arah sandaran ranjang, sesekali melihat dan mengawasi tatapan Alan yang terus tajam melihatnya. Felisha tak bisa kabur ketika tiba-tiba Alan menarik kedua kakinya sehingga membuatnya kembali berbaring dengan wajah kaget bukan m
Setelah tahu jika dirinya diawasi, Felisha mulai berhati-hati. Waktu itu ia bisa lolos dari kecurigaan Alan setelah meyakinkan suaminya itu jika Adit yang ia temui adalah seniornya di kampus. Tapi sekarang, tak mungkin Felisha melakukan kebodohan yang sama jika tidak ingin ketahuan untuk kedua kalinya oleh Luna. "Maaf, Mas Adit. Aku mungkin sedikit terlambat. Ada hal penting yang harus aku selesaikan dulu."Felisha akhirnya mengirim pesan kepada Adit. Hari di mana ia memulai pekerjaannya sebagai seorang SPG, membuatnya berpikir lebih jeli demi menghindari pengawasan Luna. Kemarin setelah kuliah selesai, Felisha langsung pulang sehingga tak ada pertanyaan aneh apapun dari Alan ketika malamnya ia sampai hotel. Kegiatan malam langsung lelaki itu lakukan seperti malam-malam sebelumnya. Membuat tubuh Felisha seperti mau hancur saking semangatnya Alan melakukannya. 'Sepertinya aku akan melewati seminggu di sini tanpa jeda satu hari pun,' batin Felisha nelangsa. Tak pernah ia bayangkan s
Alan POVHari ini banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Setelah kemarin-kemarin aku sempat menunda karena ulah Felisha yang akhirnya membuatku membiarkan pekerjaan di kantor hingga menumpuk seperti sekarang, kini aku tak mau menunda lagi. Jadi, aku putuskan untuk menyelesaikan semuanya hari ini, termasuk meeting dengan salah satu partner bisnis yang sebelumnya pernah aku batalkan karena satu masalah. Alvaro, anak buahku yang paling setia dan memiliki kinerja yang sangat bagus, tengah menemaniku dengan menyelesaikan tugasnya sendiri di dalam ruanganku."Ada beberapa berkas yang harus Anda tanda tangani segera, Tuan." Tiba-tiba Alvaro mendongak dan beranjak mendekatiku. Aku hanya mengangguk dan membiarkan Alvaro meletakkan tumpukan map di sebelah laptop-ku yang menyala. Setelah itu aku kembali menatap layar terang di depan. Baris angka dan tabel grafik yang terpampang di layar adalah pekerjaan yang tengah menjadi perhatianku. Ada beberapa poin yang harus aku selesaikan setelah
Masih POV AlanKetika aku menyusuri sebuah lorong di mana kanan kirinya adalah ruangan-ruangan yang dipenuhi orang-orang yang terlibat dalam event, di ujung lorong tersebut aku bisa melihat Luna tengah berdiri bersama dua orang anak buahku. "Nona sudah di dalam." Luna menyampaikan laporannya. Aku pun mengangguk, lalu bergegas masuk ke dalam sebuah ruangan yang pintunya menjulang tinggi dan berdaun tebal. Pintu kembali tertutup ketika aku sudah berada di dalam ruangan. Felisha terlihat bangkit berdiri ketika melihatku datang. "K-Kak Alan?"Wajahnya terlihat ketakutan. Sepertinya ia tidak menyangka sama sekali akan pertemuan kami sekarang. "Ba-bagaimana Kak Alan ada di sini? Apakah Kaka tidak kerja?" tanyanya dengan suara bergetar. "Aku sedang kerja sekarang asal kamu tahu itu! Tapi, aku tidak menduga akan melihat dan bertemu kamu di sini."Felisha menatapku dengan ekspresi cemas dan sangat takut. Bahkan, aku bisa melihat tubuhnya gemetar ketika berdiri di hadapanku.Sontak aku me
Alan kembali mendaratkan ciuman ketika Felisha sudah bersiap untuk pergi. Ciuman yang dilakukannya di depan semua anak buahnya yang ada di ujung lorong area pameran, tampak lebih lembut dibanding ketika ia melakukannya di dalam ruangan. "Bersikaplah patuh kalau kamu tidak mau orang-orang di sekelilingmu terkena masalah!" Kembali Alan mengingatkan sang istri untuk tidak berlaku macam-macam. "Baik, Kak." Felisha menjawab masih dengan tangan yang menyentuh bibirnya sebab ciuman Alan barusan. Lelaki itu melihat dalam diam. Hanya senyum tipis di wajahnya seolah sedang berkata 'aku tak akan pernah puas mulai sekarang'. Setelah berpakaian rapi, tentu saja inisiatif Luna yang tinggi, dengan sigap menyiapkan pakaian baru untuk istri tuannya itu. Tampak Felisha yang sekarang, jauh lebih elegan dibanding ketika perempuan itu berdiri di panggung pameran mobil. "Kami pergi dulu, Tuan!" ucap Luna kemudian beranjak pergi mengawal sang nyonya baru. Tak ada ucapan atau kalimat apapun yang keluar
Felisha terdiam saat mendengar ucapan Erik di seberang panggilan. Lelaki itu secara tidak langsung tengah menyatakan perasaannya dengan dalih menginginkan hubungan yang lebih dari sekedar berteman. "Aku tidak sedang bercanda, Feli. Aku serius."Kembali Erik berkata bahkan sebelum Felisha memberikan respon apapun terhadap pernyataannya. "Maaf, Erik. Aku gak bisa." Jujur saja saat ini Felisha begitu bahagia. Lelaki yang sejak awal ia masuk kuliah sudah menempatkan posisi tersendiri di hatinya, akhirnya menyampaikan sesuatu yang bahkan tidak pernah ada dalam benaknya. Felisha memang telah jatuh cinta kepada Erik. Laki-laki paling populer di angkatannya yang juga berasal dari kalangan orang berada, ternyata juga menaruh hati padanya. Tak pernah Felisha sangka selama ini sebab yang ia tahu banyak mahasiswi yang berebut mencari perhatian dari lelaki tampan tersebut, bahkan tak sungkan menyatakan perasaan mereka secara langsung tanpa ragu atau pun malu. "Kenapa gak bisa, Feli? Apa kare
Di dalam kamar, Felisha masih belum melakukan apapun setelah selesai berbicara dengan Erik melalui sambungan telepon. Wanita itu seperti bingung harus melakukan apa sebab ucapan sang kawan yang kini membuatnya bak di persimpangan. 'Aku memang sudah menaruh hati padanya sejak lama. Tapi, menerima keinginannya untuk menjadi lebih dekat dari sekedar berteman, itu bukan keputusan yang tepat sebab kedekatan kami yang belum lama.'Felisha tentu akan dengan sangat senang hati menerima ajakan Erik tadi, dengan catatan tidak terpenjaranya ia di dalam kehidupan sang kakak ipar alias suaminya, Alan. Namun, kini semuanya sudah berubah. Ia sudah tidak sebebas dulu ketika kehidupannya hanya berkutat di rumah dan kampus. Sekarang Felisha memiliki sebuah tanggung jawab baru di mana ia harus menjadi seorang istri dari sosok pengusaha seperti Alan, yang notabene hanya menjadikannya sebagai seorang sandera atas kesalahan sang kakak. 'Aku tak akan berpikir panjang kalau posisiku sekarang murni hanya s
Beberapa jam sebelumnyaAlan dibuat terkejut dengan kehadiran Dina di tempat parkir pameran ketika ia sedang menunggu kedatangan asistennya, Luna. Wanita itu, berdiri dengan raut lelah meski aura kecantikan masih tampak di wajahnya. "Alan!" panggil Dina ketika lelaki itu memalingkan wajah pura-pura tak melihat. Alan kaget. Tapi, ia mencoba tak peduli dengan tetap berjalan menuju mobil. "Alan tunggu aku! Aku mau minta maaf." Dina berseru ketika tak ada harapan baginya untuk berbicara dengan Alan. Pengusaha itu akhirnya berhenti melangkah. Ia kemudian berbalik dan menatap sang mantan istri yang berdiri tepat di depannya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Alan menampar Dina tiba-tiba. "Argh!" pekik Dina yang langsung terhuyung sebab tamparan Alan yang begitu kencang. Ada setetes darah yang muncul di sudut bibirnya ketika Dina kembali menatap Alan tanpa malu. Terlihat pengusaha itu mengelap tangannya dengan sapu tangan yang Alvaro berikan. "Beraninya kamu menunjukkan wajahmu d