Alan mencoba memikirkan permintaan Felisha. Satu minggu pergi kuliah dengan status baru sebagai pengantin baru? Meski Alan tak ada di siang hari karena masih harus bekerja, tetapi ia seperti belum rela mengizinkan istri barunya itu untuk kembali menjalani rutinitas hariannya. Namun, dilihatnya wajah wanita itu yang memandangnya penuh harap, pikiran Alan pun mulai goyah. "Puaskan aku malam ini, baru aku akan pikirkan permintaanmu itu."Pada akhirnya Alan akan menuruti apa yang Felisha minta, tapi ia seperti sengaja ingin mengerjai istrinya untuk mau melakukan sesuatu yang seru malam itu. Kedua mata Felisha mengerjap berkali-kali, seolah tak mengerti maksud yang Alan katakan. "Aku tidak akan berlaku kasar malam ini. Sebagai gantinya, layani aku sesuai kemampuanmu. Jadikan malam pertama kita sebagai sebuah memori yang pantas untuk dikenang," ucap Alan sembari menyeringai. Seketika debaran di hati Felisha mulai bereaksi. Ia terkejut sebab permintaan Alan yang ingin mendapatkan pelaya
Alan masih mencoba bertahan. Ia masih mendiamkan Felisha dengan segala aksinya. Tak ada penolakan atau keengganan yang lelaki itu berikan. Justru sikap diamnya membuat Felisha leluasa bergerak dan melayani. Satu erangan lolos ketika Alan masih menikmati usaha sang istri. Aksi amatir tapi Alan nilai lumayan sebab pengalamannya yang nol. Felisha sendiri terlihat kaku ketika melakukan semuanya. Tak ada persiapan atau pemikiran jika yang ia lakukan saat ini adalah sebuah penilaian yang akan Alan berikan sebagai bahan pertimbangan atas permintaannya. Bagi Felisha ia hanya berharap supaya Alan bersikap baik padanya setelah ini. "Segini saja? Apa tak ada kelanjutannya?" tanya Alan saat melihat Felisha beranjak bangun dan memandang ke arahnya. Tampak istrinya itu mengusap bibirnya yang basah. Sesuatu yang menempel di sana, membuat Alan tanpa sadar menggeram. "A-aku hanya terlalu takut."Jawaban yang aneh menurut Alan karena sejak Felisha memulai, tak ada reaksi marah atau kekesalan yang
Felisha sedang melihat berbagai macam kue ulang tahun ketika ada seseorang yang memanggilnya. "Feli!" panggil suara seorang lelaki yang cukup dekat dengan posisi Felisha berdiri. Wanita itu menengok, mencari asal suara. "Erik!" Felisha tersenyum menatap teman kuliahnya itu. Tapi, sedetik kemudian ia terdiam ketika melihat Luna sudah berdiri di belakang sang kawan. Namun, Luna tidak berkata apa-apa. Gadis itu hanya menatap dan mengawasi dalam diam. Satu sikap yang membuat Felisha menjadi salah tingkah. "Kamu mau beli kue?"Pertanyaan Erik membuyarkan konsentrasi Felisha. "E-eh, iya. Kamu juga?""Iya, si Feby nitip. Katanya buat dosen pembimbing.""Oh." Felisha tidak menanggapi terlalu banyak. Setelahnya ia kembali melihat deretan kue ulang tahun berukuran mini yang tampak lucu dan cantik di depannya. Sedikit membungkuk demi melihat keseluruhan kue yang terpajang. "Memang siapa yang ulang tahun?" Tiba-tiba Erik sudah berdiri dan ikut membungkuk di sebelahnya. Lalu, mengamati kue
Di kampus, Felisha tidak melihat Gina. Padahal kemarin temannya itu bilang akan masuk di hari pertama ujian. "Terima kasih ucapannya, Feli. Maafkan aku juga karena tidak masuk hari ini. Ibuku masuk rumah sakit waktu aku mau berangkat."Jawaban atas pesan yang Felisha kirimkan, langsung dibalas oleh Gina. "Semoga ibumu cepat membaik. Jangan pikirkan kuliah, fokuslah pada ibumu."Felisha turut prihatin atas apa yang terjadi pada Gina. Tapi, ia tetap salut dengan kegigihan kawannya itu. Berasal dari kampung yang memiliki cita-cita tinggi ingin mendapat gelar pendidikan terbaik, Gina rela kuliah sambil bekerja part time di salah satu kafe. Bahkan, tak jarang ia akan bekerja freelance di setiap event-event tertentu. Menjadi seorang SPG suatu produk yang dengan mudah Gina dapatkan sebab memiliki penampilan yang baik juga wajah yang manis.'Haruskah aku seperti Gina, yakni bekerja untuk mendapatkan uang,' batin Felisha yang tiba-tiba ingat dengan jumlah uang di dompetnya ketika tadi hendak
Perasaan senang semakin Felisha rasakan. Fix sudah, ia akan bekerja di lusa nanti sebagai seorang SPG di sebuah event yang cukup besar. Meski tidak memiliki pengalaman sebagai seorang sales promotion girl, Felisha bertekad akan melakukan pekerjaan tersebut dengan sebaik-baiknya. "Telepon dari siapa?" Perempuan itu hampir lupa jika masih ada laki-laki di dekatnya saat ini. Erik yang sebelumnya tengah menawarkan tumpangan, menatap Felisha dengan tatapan penasaran. "Teman.""Teman?""Iya." Felisha menjawab santai. "Kalo aku tidak salah dengar, apakah kamu mau ambil satu pekerjaan, Feli?"Felisha mendongak dan memperhatikan ekspresi Erik yang sepertinya begitu ingin tahu. "Ya.""Kerja apa?"Sampai di tahap pertanyaan ini, Felisha memilih tidak menjawab. Menurutnya Erik terlalu ingin tahu kehidupannya. "Feli, sorry kalo aku terlalu ikut campur. Tapi, apa SPG?""Apa ada yang salah?""Kamu butuh kerjaan? Atau butuh uang?""Erik, cukup!" Felisha bereaksi cepat. Ia tidak sadar jika sudah
Tidak banyak obrolan yang Felisha lakukan dengan Adit, lelaki yang merupakan teman Gina. Di mana ia akan ditemani selama bekerja di event sebuah pameran mobil lusa nanti. Erik yang khawatir tentang pekerjaan yang akan Felisha jalani, tidak sungkan untuk terus menemani dan mengawasi kalau-kalau ada sesuatu yang menurutnya tidak baik. "Jangan khawatir, Mas. Pacarnya aman kok sama saya." Adit tampak tersenyum sebab sepanjang obrolan yang ia lakukan bersama Felisha, lelaki di depannya itu terus menatap tajam seolah ingin menerkam. "Eh, dia bukan pacar saya, Mas Adit." Tiba-tiba Felisha menyahut, dan sontak membuat Erik beralih menatapnya. "Belum dan akan." Erik menimpali ucapan Felisha begitu percaya diri. "Haha, bagus-bagus. Sikap percaya diri yang tinggi."Erik masih menatap Felisha saat mendengar gurauan yang Adit lontarkan. Tapi, tidak dengan perempuan satu-satunya di meja tersebut, ia sudah mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Ya udah, Mas. Kalo memang gak ada lagi yang haru
Sekian waktu berlalu dan Alan berhasil menahan amarahnya. Setibanya di kamar hotel presiden suite tempat ia dan Felisha menikmati malam sebagai pengantin baru, lelaki itu hilang sudah kesabarannya. Alan melempar Felisha ke kasur tanpa bertanya atau berkata apapun. "Ka, ada apa ini?" tanya Felisha dengan raut muka ketakutan. Namun, Alan tidak mengeluarkan suaranya. Pertanyaan Felisha ia anggap angin lalu. Dan kini ia sudah melepas jas serta dasi yang sebelumnya melekat di tubuhnya. Lantas, dengan diiringi tatapan panik dan perasaan takut yang tampak di wajah Felisha, Alan beranjak dan mendekat. "Kak?" Kembali Felisha memanggil dengan suara lirih. Wanita itu mundur setelah berusaha bangun dari posisi terjatuh sebelumnya. Ia yang hanya bisa merayap mundur ke arah sandaran ranjang, sesekali melihat dan mengawasi tatapan Alan yang terus tajam melihatnya. Felisha tak bisa kabur ketika tiba-tiba Alan menarik kedua kakinya sehingga membuatnya kembali berbaring dengan wajah kaget bukan m
Setelah tahu jika dirinya diawasi, Felisha mulai berhati-hati. Waktu itu ia bisa lolos dari kecurigaan Alan setelah meyakinkan suaminya itu jika Adit yang ia temui adalah seniornya di kampus. Tapi sekarang, tak mungkin Felisha melakukan kebodohan yang sama jika tidak ingin ketahuan untuk kedua kalinya oleh Luna. "Maaf, Mas Adit. Aku mungkin sedikit terlambat. Ada hal penting yang harus aku selesaikan dulu."Felisha akhirnya mengirim pesan kepada Adit. Hari di mana ia memulai pekerjaannya sebagai seorang SPG, membuatnya berpikir lebih jeli demi menghindari pengawasan Luna. Kemarin setelah kuliah selesai, Felisha langsung pulang sehingga tak ada pertanyaan aneh apapun dari Alan ketika malamnya ia sampai hotel. Kegiatan malam langsung lelaki itu lakukan seperti malam-malam sebelumnya. Membuat tubuh Felisha seperti mau hancur saking semangatnya Alan melakukannya. 'Sepertinya aku akan melewati seminggu di sini tanpa jeda satu hari pun,' batin Felisha nelangsa. Tak pernah ia bayangkan s