Yang namanya Mbak Kinan itü wajahnya doang yang manis, ngomongnya kalem.. tapi kelakuannya amit-amit deh!
Gue punya firasat buruk, dan percayalah naluri seorang bumil itü sangatlah tajam. Bagaikan anjing pelacak yang bisa mengendus maksud gak benar. Tapi sayang, Dean gak percaya penilaian gue.
"Kamu cemburu kan?” tuduhnya semena-mena.
”Ck, apaan?! Gue enggak sepicik itu..” kilah gue sebal.
Dean tersenyum sumringah, dia nampak senang dicemburui, baginya itü pertanda gue masih cinta dan menggilainya.
"Jangan berpikiran macam-macam, Yang. Dia itü Mbak Kinan, kakak angkatku. Tepatnya misan jauhku. Saat aku kecil dan yatim piatu dulu, dia yang mengasuhku. Dia sangat baik, seperti
malaikat.. "
Tuh kan. Dean jelas mengagung-agungkan perempuan ini!
Terus terang gue merasa terancam.
"Ohya Yang, untuk sementara Mbak Kinan akan tinggal bersama kita. Kamu gak keberatan kan?" Dean bertanya dengan
Gue sedang rebahan di ranjang bersama Dean sambil menonton klip lagu Despacito-nya Justin Bieber."Dean, Bang Bieber ganteng ya. Seksi lagi," komentar gue sembari menatap layar televisi.Dean melirik tak suka. Direbutnya remote TV yang berada di tangan gue untuk mematikannya."Gantengan dan seksian aku lah," timpal Dean narsis, dia sengaja membusungkan dada bidangnya.Seusai mandi malam tadi dia gak kunjung memakai baju, cuma mengenakan handuk yang dililit di pinggangnya. Pasti alamat minta jatah nih.Gue tersenyum geli menyadari kecemburuan Dean yang kolokan. Gue peluk dia sambil mencubit dadanya gemas."Buat gue, lo paling ganteng dan seksi. Barusan yang ngomong anak lo. Kayaknya dia cewek deh, abis suka centil kalau melihat cowok cakep."Jika menyangkut anaknya, hati Dean pasti jadi lembek. Dia enggak marah, malah mengelus perut gue yang mulai membuncit.Kehamilan gue udah jalan 4 bulan lebih, gak berasa ya.."Hai Pri
Gue pergi ke kampus untuk menyetor skripsi Tugas Akhir gue ke dosen Pembimbing. Formalitas aja sih. Secara yang bikin skripsi gue adalah joki gue yang jenius. Dean Prakoso.Hah, tindakan gue laknat banget ya! Please jangan ditiru. Mau bagaimana lagi? otak gue udah karatan kali, kagak bisa diajak kompromi untuk hal-hal yang bersifat ilmiah. Jadi, gue manfaatkan saja kejeniusan laki gue untuk mengerjakan tugas skripsi gue. Mumpung gue punya alasan kuat untuk itu. Dean mana mau mengerjakannya kalau gue gak hamil begini. So, thanks berat buat calon anak gue yang udah memuluskan pelaksanaan siasat licik gue. Yaelah, belum lahiran aja dia udah jadi partner in crime emaknya! Hehehe..Selesai menemui Dosen Pembimbing, gue menuju perpus kampus. Lola ada disana seperti yang disampaikan lewat message-nya. Dan gue menemukan cowok yang duduk disampingnya tertidur dengan kepala bersurai blonde yang disandarkan diatas meja."Ngapain Bule sotoy bobok disini?" cetus gue agak ker
"Mana mungkin? Dia udah ngebet banget kok. Katanya kalau pihak cewek bersedia, sore ini juga dia ingin membawanya pulang."Gue tersenyum sumringah. Itu juga yang gue harapkan! Bawa pergi deh derita gue.. eh, Mbak Kinan itu."Btw kenapa ketemuannya sore sih?" tanya gue heran.Dean belum sampai rumah, nanti dia datang kalau kerjaannya udah kelar."Ya maklumlah, Say. Pihak laki udah uzur. Kalau terlalu malam takut udah letoy, alias ngantuk. Kan dia rabun senja," bisik Tian.UPS, semoga Mbak Kinan gak tahu fakta ini. Mendadak telinga tajam gue mendengar suara klenongan dari ujung telpon Tian."Paan itu?"Tian menahan tawanya."Wait and see, darling. Sabarrrrr.." Ah, what everlah.Gue mematut diri didepan cermin.Emang keganjenan gue. Tiba-tiba pengin dandan memakai kebaya segala, kayak camer yang sedang menunggu calon mantunya aja! Padahal Mbak Kinan dandan biasa aja dengan bajunya yang terkesan kuno itu. Njirrr, semo
Sejak itu gue benar-benar kapok nyomblangin orang!Saat itu, Dean marah guedhhheeee sama gue. Hatinya terbakar api neraka bon cabe level 20! Mungkin kalau bisa dia pengin menggelitiki orang sampe mati kaku. Eh, sinkron gak Sih ucapan gue?! Ah taulah, otak gue dah korslet.Dean mendiamkan gue. Demikian juga terhadap Tian, cowok itu dianggapnya patung. Kami jadi blingsatan melihat Dean yang seperti sedang show tunggal mannequin challenge. Bagaimana gak bingung, selesai memukul orang begitu agresifnya.. eh, dia diam seribu bahasa, duduk mematung sambil memandang tajam kami berdua. Kalau tatapan mata bisa membunuh orang, mungkin kami udah berdarah-darah kaleeee..Gue menyikut Tian. Tian balik menyikut gue. Tatapan kami seakan berbicara.Elo aja, tenangin tuh boss lo..Ck. Dia laki lo! Lo yang maju..Manayang berarti buat Dean? Tangan kanannya apa istrinya?Istrinya ya.. Dengan kesadaran yang datang terlambat, gue melangkah maju. Menghembu
Nguing... Nguing.. Nguing.. Nguing...Sirene ambulan membelah keramaian lalulintas. Dua buah ambulan melaju dengan cepat beriring-iringan hingga memasuki halaman rumah sakit bersalin 'Ibunda'. Dokter Sumi telah Siap menyambut di depan Pintu lobby rumah sakit. Kebetulan dia juga baru datang.Ambulan pertama terbuka, petugas ambulan mengeluarkan brankar didalam ambulan keatas ranjang dorong yang sudah disiapkan rumah sakit. Dokter Sumi mengamati wanita berpakaian daster dengan perut membuncit.Ah, pasti itu pasiennya. Dokter Sumi mengikuti ranjang dorong itu."Nyonya Elena, yang tabah ya! Persalinannya tak lama kok.Paling lambat sekitar sepuluh jam."Wanita berdaster lusuh itu menggeleng berkali-kali, namun sepertinya ia terlalu lemas untuk bisa berbicara."Tenang aja, Nyonya Elena. Record medis saya bagus kok. Paling diantara sepuluh pasien yang gagal satu orang. Jadi kemampuan saya cukup bisa dihandalkan!" tegas Dokter Sumi.W
” Mbak Ena? Dimana ba-bayiku?" Erik bertanya dengan perasaan kacau.Gue memencet bel untuk memanggil perawat dinas. Tak lama kemudian seorang perawat datang dan gue memintanya untuk mengambil bayi gue di ruang bayi.Sepeninggal si perawat, gue berkata pada Erik, "dia cantik.”" siapa mbak?”"Anak lo lah,” sahut gue gemas.Mengapa Erik jadi gak konsen begini? Mungkin dia grogi.”Mbak, jantungku dag dig dug der!"Erik memegang dadanya, mengelus disana seakan ingin menenangkan sesuatu yang berdebar liar didalam situ. Gue memegang kedua tangannya dan meremasnya lembut."Apa lo takut jatuh cinta saat pertama kali melihatnya nanti?" goda gue.Erik mengangguk polos. Duh gayanya sungguhmenggemaskan. Gue jadi teringat pada masa-masa gue hidup berdua bersama Erik di kos kecil kami berdua. Erik menatap gue intens, wajahnya mendekati wajah gue. Bibirnya nyaris menyentuh bibir gue. Jiahhhh, apa g
Kring.. Kring..Hape Erik, eh Dean, berbunyi. Erik tak berinisiatif menyambutnya, lah dia gak merasa memiliki."Erik, angkat hape. Itu punya lo!" perintah gue sambil menunjuk smartphone Dean." Ini mbak?"Erik mengangkat ponselnya setinggi mungkin diataskepalanya. Njirrrrr, gue nyaris lupa betapa gapteknya si Erik, tapi kayaknya sekarang dia semakin gaptek, pakai banget!Gue mendecih kesal."Erik, sambut telponnya! Jangan cuma diangkat begitu!Pencet! Pencet!"" Apa yang dipencet Mbak?" tanya Erik bingung."Hidung lo!" sebut gue asal.Astagah, Erik betul-betul memencet hidungnya sendiri. Bagaimana gue enggak frustasi tingkat dewa melihat keluguannya yang menjurus ke begok itu?!"Yaelah Erik, hapenya yang dipencet! Cari tombol yang ada gambar telpon hijau."Dia memicingkan matanya untuk melihat tombol itu di layar hape, lalu dengan gerakan kaku Erik memencet tombol yang gue maksud itu. Gue mem
Gue segera memutus omongan Erik."Erik! Ngapain Io mengenalkan diri kita ke para bajingan ini?!" tegur gue geram." Lah dia tanya, Mbak. Ya aku jawab toh," sahut Erik lugu.Tepok jidat deh gue! Mana ada orang mau berantem model santun begini?! Ya Erik ini orangnya! Jelas para bajingan itu tertawa mengejek."Neng, kok betah amat Sih menghadapi laki idiot macam begini?! Sama kita aja, Neng. Tanggung lebih bisa muasinDari pada laki idiot ini!"Bangsat!!!Belum sempat gue memaki mereka, orang yang melecehkan gue tadi berteriak kesakitan saat kepalanya disambit dengan sandal butut Erik yang mirip bakiak itu."Adow!! Idiot! Awas lo berani mukul kepala gue sekali lagi..." Pletak!Sandal Erik yang lain telah menjitak kepala orang itu lebih keras lagi. Si Kribo melolong kesakitan."Lo berani ya!!" makinya geram ke Erik." Lho kan Mas yang nyuruh kok," Erik membela dirinya.Gue menoleh pada Erik sambil tersen