POV Rindu
Dulu, Mas Bani selalu mengatakan bahwa hidup itu keras dan sulit, butuh perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit, itulah sebabnya manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memerlukan bantuan orang lain.Manusia tidak bisa hidup sendirian.Mereka butuh pendamping, terutama perempuan.Sejak Mas Bani meninggal, aku berpikir bahwa aku bisa menjalani kehidupan yang keras ini sendirian. Toh aku sudah memiliki Azam yang menjadi sumber utama kekuatanku untuk terus bertahan hidup.Dari Mas Bani aku mendapat begitu banyak pelajaran berharga tentang kehidupan terutama dalam hal ekonomi.Hidup dalam keadaan sederhana bersama Mas Bani membuatku belajar bagaimana cara menghargai setetes keringat, sebutir biji nasi dan selembar uang meski itu hanya bernilai ribuan perak.Dulu, aku pernah berpikir hidup dalam keadaan ekonomi yang serba pas-passan bersama Mas Bani adalah masalah terbesar yang pernah kulalui sepanjang"Halo? Fahri? Ini Mamih!"Fahri sempat tertegun saat mengetahui orang yang mengangkat teleponnya bukan Azzura tapi malah sang Mamih.Lelaki pemilik alis tebal itu mengesah. "Iya Mih? Ada apa?" Ucapnya setengah malas."Kamu tanya ada apa?" Suara Heni di seberang terdengar meninggi. "Mamih dan Papih kan sudah bilang, kalau kami tidak suka kamu berhubungan lagi dengan anak dari keluarga Pak Jamal. Harusnya kamu belajar dari pengalaman Fahri, wanita itu dulu sudah mempermalukan kita, dia kabur di hari pernikahannya denganmu. Jadi sekarang buat apa kamu cari-cari dia?" Tutur Heni meluapkan emosinya."Fahrikan sudah bilang sama Mamih, Fahri mencintai Rindu Mih, dan Fahri juga sudah berjanji sama Almarhum suami Rindu untuk menjaga Rindu, tolong Mih, kasih Fahri kesempatan untuk berbuat baik," ucap Fahri berusaha meyakinkan sang Mamih."Mamih nggak yakin kalau kamu benar-benar mencintai wanita itu. Ini pasti hanya imbas rasa bersalah kamu sajakan
Setelah mengetahui apa yang terjadi menimpa Rindu selama ini, malam itu Fahri sama sekali tak mampu memejamkan mata.Lelaki itu terus menyalahi dirinya sendiri yang tidak lekas mengambil tindakan sejak dulu.Sesungguhnya, dalam hati kecil Fahri, ada sebersit perasaan kesal dan merasa tak dihargai akibat ulah Rindu yang menghilang begitu saja tanpa kabar bahkan setelah berulang kali Fahri berusaha menghubunginya usai perpisahan mereka di Bandara.Dua tahun pertama, Fahri terus diabaikan.Pesan yang dia kirim selalu dibaca oleh Rindu tapi tak pernah dibalas, satu pun. Begitu juga dengan sambungan teleponnya, meski tak pernah sampai di riject, tapi Rindu tak pernah mengangkatnya sekali pun.Hingga di tahun ke tiga, Fahri justru mendapati nomor itu sudah tidak lagi aktif.Sejak saat itu, Fahri berpikir bahwa Rindu memang sudah benar-benar tidak ingin menjalin hubungan dengannya. Itulah sebabnya Fahri memilih untuk berhenti dan mundur
"Mba... Mba buka pintunya, Mama sakit Mba, demamnya tinggi," teriak Rindu dari dalam kamar. Rindu terus berteriak sambil menggedor pintu dari arah dalam berharap Meli dan Surya mendengar teriakannya. "Kalian harus bawa Mama ke rumah sakit, tolong Mba..." Tak lama, pintu itu dibuka juga. Dengan wajah garang, Meli mendorong tubuh Rindu hingga terhempas ke dinding dan dia menekan kedua rahang Rindu keras-keras. "Lu bisa diem nggak? Gue mau tidur! Semalam aja tips dari Om Januar nggak lu ambil, sekarang lu mau gue bawa tua bangka ini ke rumah sakit? Lu punya otak nggak! Emangnya gue punya pohon duit! Hah! Be*o!" Meli menoyor wajah Rindu dengan keras hingga kepala Rindu terbentur dinding.Rindu meringis kesakitan namun saat Meli hendak pergi, Rindu cekatan menahan langkah kakak tirinya itu dengan memeluk sebelah kaki Meli. Rindu memohon dan menghiba di bawah kaki Meli agar Kakak tirinya itu bersedia menolong ibunya."Oke, besok gue bakal bawa nyokap lu ke rumah sakit. Tapi
POV Rindu"Silahkan masuk Nona, tugas saya hanya mengantar Nona sampai di sini saja karena Bos saya sudah menunggu Nona di dalam," ucap lelaki yang mengawalku menemui pelanggan malam ini. Lelaki itu mengatakan bahwa dia adalah asisten dari pelangganku malam ini.Setengah takut aku membuka kenop pintu kamar hotel di hadapanku dengan tangan gemetar.Sejauh ini aku melakoni profesi sebagai seorang pelacur, aku tak pernah mendapati pelanggan yang menyewaku hingga semalam penuh.Itulah sebabnya, aku jadi berpikir bahwa lelaki yang menjadi pelangganku kali ini pasti seorang lelaki maniak seks atau mungkin lelaki yang memiliki kelainan dalam hal berhubungan intim.Membayangkan hal itu saja aku sudah ngeri dan takut duluan. Apa mungkin lelaki itu akan menyiksaku lebih dulu sebelum dia menyentuhku?Tidak-tidak!Aku tidak boleh berpikir macam-macam. Aku harus bekerja dengan baik malam ini agar Mba Meli mau membawa Mama ke rumah sa
"Saya mencintai kamu Rindu... Apa kamu bersedia menjadi istri saya?"Belum selesai kebingungan Rindu atas reaksi Fahri yang benar-benar di luar dugaannya, kini Rindu justru di hadapkan dengan pernyataan tidak masuk akal dari seorang Fahri.Lelaki ini datang dengan tiba-tiba dan melamarnya?Bahkan setelah Fahri tahu profesi yang Rindu jalani saat ini, bukankah itu aneh?Rindu menarik cepat jemarinya dari genggaman tangan Fahri dan menggeser tubuhnya menjauh. "Saya ucapkan terima kasih pada Bapak karena sudah bersedia membantu saya dan Azam, tapi Bapak tidak perlu mengorbankan hidup Bapak untuk wanita seperti saya," ucap Rindu dalam kegetiran hatinya. Sesungguhnya, secercah kebahagiaan itu ada, namun Rindu tak ingin terbuai dengan kebahagiaan semu yang belum tentu sesuai dengan harapannya."Saya tulus mencintai kamu, Rindu. Saya sungguh-sungguh," ucap Fahri yang masih berusaha meyakinkan Rindu.Rindu menggeleng pelan dan tertawa ha
POV Fahri"Apa, kamu mencintai orang lain Rindu?" Tanyaku dengan segelintir asa yang masih tersisa. Tetap berusaha menguatkan hati untuk menerima kenyataan terpahit sekali pun."Iya Pak, saya sudah memiliki pilihan sendiri dalam hati saya dan yang pasti bukan Bapak orangnya,"*Lagi, aku tersenyum.Sebuah senyum sarat kepedihan.Aku sudah berusaha, meyakinkan Rindu akan kesungguhan hatiku. Bahwa aku mencintai Rindu bukan atas dasar perasaan bersalah melainkan tulus dari dasar hatiku sendiri. Aku sudah berusaha meyakinkan Rindu, bahwa aku sama sekali tak keberatan dengan keadaannya saat ini.Namun, usahaku kini harus berujung pada kesia-siaan dan kekecewaan.Tepatnya setelah aku mengetahui bahwa Rindu sudah memiliki tambatan hati lain.Nyatanya, Rindu memang tak pernah menyimpan perasaan sedikit pun terhadapku. Rindu tidak mencintaiku, itulah sebabnya dia menghilang tanpa kabar, selama ini.Bisa
Dua minggu berjalan, keadaan Rindu semakin membaik meski dia masih belum bisa banyak bergerak.Sejauh ini, sejak Rindu tersadar pasca operasi yang dia jalani, Rindu tak pernah lagi mendengar kabar Fahri atau pun mendapati Fahri menghubunginya.Ponsel pemberian Fahri terus saja hening.Fahri tak sama sekali memberi kabar apa pun, lelaki itu menghilang begitu saja bagai ditelan bumi.Sementara Rindu, tak memiliki keberanian untuk sekadar bertanya bagaimana keadaan Fahri, apalah lelaki itu masih di Kalimantan atau sudah kembali ke Surabaya. Rindu tahu diri, dia sudah menyakiti hati Fahri, jadi mana mungkin dia kini memiliki nyali untuk menghubungi Fahri lebih dulu meski dalam lubuk hatinya yang terdalam, sesungguhnya Rindu sangat mengkhawatirkan kondisi Fahri.Apakah dia baik-baik saja?Kenapa dia tidak memberi kabar kalau memang harus pergi?Tidak mungkin dia tidak mengetahui apa yang terjadi padaku saat ini?Guma
Hari ini Rindu sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah hampir tiga minggu menjalani rawat inap.Luka bekas operasi di perutnya memang sudah kering namun dokter menyarankan pada Rindu untuk tetap berhati-hati dalam beraktifitas karena luka yang dia alami cukup dalam. Itulah sebabnya, Rindu belum diperbolehkan untuk melakukan banyak kegiatan di rumah.Bisma yang mengantarkan kepulangan Rindu dari rumah sakit.Dengan begitu telaten, Bisma membantu Rindu berdiri dan mendudukkan Rindu di kursi roda.Saat lelaki itu hendak membantu Rindu berpindah tempat ke tempat tidur, Rindu menahan niat baik lelaki itu dan mengatakan bahwa dirinya bisa bergerak sendiri."Terima kasih ya Mas," kata Rindu begitu dirinya sudah terbaring di atas tempat tidur di dalam kamarnya.Bisma tersenyum tipis. "Aku senang bisa membantu, kalau perlu apa-apa jangan sungkan-sungkan, segera hubungi aku ya?" Kata Bisma sebelum akhirnya lelaki itu pamit undu