POV Rindu
"Silahkan masuk Nona, tugas saya hanya mengantar Nona sampai di sini saja karena Bos saya sudah menunggu Nona di dalam," ucap lelaki yang mengawalku menemui pelanggan malam ini. Lelaki itu mengatakan bahwa dia adalah asisten dari pelangganku malam ini.Setengah takut aku membuka kenop pintu kamar hotel di hadapanku dengan tangan gemetar.Sejauh ini aku melakoni profesi sebagai seorang pelacur, aku tak pernah mendapati pelanggan yang menyewaku hingga semalam penuh.Itulah sebabnya, aku jadi berpikir bahwa lelaki yang menjadi pelangganku kali ini pasti seorang lelaki maniak seks atau mungkin lelaki yang memiliki kelainan dalam hal berhubungan intim.Membayangkan hal itu saja aku sudah ngeri dan takut duluan. Apa mungkin lelaki itu akan menyiksaku lebih dulu sebelum dia menyentuhku?Tidak-tidak!Aku tidak boleh berpikir macam-macam. Aku harus bekerja dengan baik malam ini agar Mba Meli mau membawa Mama ke rumah sa"Saya mencintai kamu Rindu... Apa kamu bersedia menjadi istri saya?"Belum selesai kebingungan Rindu atas reaksi Fahri yang benar-benar di luar dugaannya, kini Rindu justru di hadapkan dengan pernyataan tidak masuk akal dari seorang Fahri.Lelaki ini datang dengan tiba-tiba dan melamarnya?Bahkan setelah Fahri tahu profesi yang Rindu jalani saat ini, bukankah itu aneh?Rindu menarik cepat jemarinya dari genggaman tangan Fahri dan menggeser tubuhnya menjauh. "Saya ucapkan terima kasih pada Bapak karena sudah bersedia membantu saya dan Azam, tapi Bapak tidak perlu mengorbankan hidup Bapak untuk wanita seperti saya," ucap Rindu dalam kegetiran hatinya. Sesungguhnya, secercah kebahagiaan itu ada, namun Rindu tak ingin terbuai dengan kebahagiaan semu yang belum tentu sesuai dengan harapannya."Saya tulus mencintai kamu, Rindu. Saya sungguh-sungguh," ucap Fahri yang masih berusaha meyakinkan Rindu.Rindu menggeleng pelan dan tertawa ha
POV Fahri"Apa, kamu mencintai orang lain Rindu?" Tanyaku dengan segelintir asa yang masih tersisa. Tetap berusaha menguatkan hati untuk menerima kenyataan terpahit sekali pun."Iya Pak, saya sudah memiliki pilihan sendiri dalam hati saya dan yang pasti bukan Bapak orangnya,"*Lagi, aku tersenyum.Sebuah senyum sarat kepedihan.Aku sudah berusaha, meyakinkan Rindu akan kesungguhan hatiku. Bahwa aku mencintai Rindu bukan atas dasar perasaan bersalah melainkan tulus dari dasar hatiku sendiri. Aku sudah berusaha meyakinkan Rindu, bahwa aku sama sekali tak keberatan dengan keadaannya saat ini.Namun, usahaku kini harus berujung pada kesia-siaan dan kekecewaan.Tepatnya setelah aku mengetahui bahwa Rindu sudah memiliki tambatan hati lain.Nyatanya, Rindu memang tak pernah menyimpan perasaan sedikit pun terhadapku. Rindu tidak mencintaiku, itulah sebabnya dia menghilang tanpa kabar, selama ini.Bisa
Dua minggu berjalan, keadaan Rindu semakin membaik meski dia masih belum bisa banyak bergerak.Sejauh ini, sejak Rindu tersadar pasca operasi yang dia jalani, Rindu tak pernah lagi mendengar kabar Fahri atau pun mendapati Fahri menghubunginya.Ponsel pemberian Fahri terus saja hening.Fahri tak sama sekali memberi kabar apa pun, lelaki itu menghilang begitu saja bagai ditelan bumi.Sementara Rindu, tak memiliki keberanian untuk sekadar bertanya bagaimana keadaan Fahri, apalah lelaki itu masih di Kalimantan atau sudah kembali ke Surabaya. Rindu tahu diri, dia sudah menyakiti hati Fahri, jadi mana mungkin dia kini memiliki nyali untuk menghubungi Fahri lebih dulu meski dalam lubuk hatinya yang terdalam, sesungguhnya Rindu sangat mengkhawatirkan kondisi Fahri.Apakah dia baik-baik saja?Kenapa dia tidak memberi kabar kalau memang harus pergi?Tidak mungkin dia tidak mengetahui apa yang terjadi padaku saat ini?Guma
Hari ini Rindu sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah hampir tiga minggu menjalani rawat inap.Luka bekas operasi di perutnya memang sudah kering namun dokter menyarankan pada Rindu untuk tetap berhati-hati dalam beraktifitas karena luka yang dia alami cukup dalam. Itulah sebabnya, Rindu belum diperbolehkan untuk melakukan banyak kegiatan di rumah.Bisma yang mengantarkan kepulangan Rindu dari rumah sakit.Dengan begitu telaten, Bisma membantu Rindu berdiri dan mendudukkan Rindu di kursi roda.Saat lelaki itu hendak membantu Rindu berpindah tempat ke tempat tidur, Rindu menahan niat baik lelaki itu dan mengatakan bahwa dirinya bisa bergerak sendiri."Terima kasih ya Mas," kata Rindu begitu dirinya sudah terbaring di atas tempat tidur di dalam kamarnya.Bisma tersenyum tipis. "Aku senang bisa membantu, kalau perlu apa-apa jangan sungkan-sungkan, segera hubungi aku ya?" Kata Bisma sebelum akhirnya lelaki itu pamit undu
Fahri baru saja selesai memimpin sebuah rapat penting di kantor ketika sekretarisnya mengatakan pada Fahri bahwa lelaki itu kedatangan tamu."Katanya dia teman dekat Pak Fahri namanya Bisma," ucap Nurul sang sekretaris."Oh, begitu? Suruh dia ke ruangan saya sekarang ya Nurul," sambut Fahri dengan penuh sukacita.Fahri hendak masuk ke dalam ruangannya ketika dia teringat sesuatu. Lelaki berjas hitam itu pun kembali berbalik ke arah sang sekretaris yang baru saja selesai menelepon."Oh ya Nurul, kamu kapan mengajukan cuti melahirkan?" Tanya Fahri pada Nurul yang memang sedang hamil tua."Hm, mungkin bulan depan Pak," jawab Nurul."Sudah dapat penggantinya? Sebab akhir-akhir ini pekerjaan sedang banyak, aku memerlukan sekretaris baru secepatnya,""Baik Pak, pihak HRD sudah tahu kok soal ini,"Fahri mengangguk sambil tersenyum. "Bagus kalau begitu. Saya masuk dulu, nanti bawakan saja ke meja saya semua berkar yang
Cuaca malam kota Surabaya weekend ini cerah.Bulan menampakkan cahayanya dengan sempurna ditemani bintang yang bertaburan di sekitarnya.Rindu sudah rapi dengan pakaian formalnya menunggu Bisma menjemput untuk makan malam."Ibu nggak punya baju bagus selain ini Rin? Nanti malu-maluin nggak? Apa Ibu nggak usah ikut aja ya?" Yanti keluar dari ruang tengah dengan pakaiannya yang memang dibilang sangat biasa. "Udah kamu pergi berdua aja deh sama Bisma, Ibu sama Azam di rumah aja," tambah Yanti lagi.Rindu mengesah seraya memutar kedua bola matanya. "Nggak usah pake modus ya Bu? Emangnya Ibu pikir Rindu nggak tau maksud Ibu?" Ucap Rindu yang memang sudah paham di luar kepala tabiat sang Ibu.Yanti yang hanya beralasan dengan tidak memiliki baju bagus agar dia dan Azam tidak menjadi penghalang di acara penting Rindu dan Bisma.Sebagai seorang Ibu, Yanti jelas sangat mendukung hubungan anaknya dengan lelaki yang berprofesi sebagai dokte
"Fahri dan Rindu itu sebenarnya saling mencintai, itulah sebabnya saya mempertemukan mereka di sini malam ini,"Yanti reflek menatap ke arah Fahri dan sang anak begitu Bisma selesai bicara. Raut wajah Rindu yang tiba-tiba merona dan Fahri yang terlihat salah tingkah cukup membuat Yanti mengerti.Wanita paruh baya itu pun tersenyum meski hanya dalam hati karena wajah Yanti terlihat datar cenderung kesal. Ya, Yanti kesal pada Rindu yang tidak mau jujur akan perasaan yang dia rasakan terhadap Fahri, pada Ibunya sendiri. "Sejak kapan kalian mulai menjalin hubungan? Kenapa kamu tidak bilang pada Ibu Rindu?" Omel Yanti kemudian.Rindu menggeleng cepat. "Ibu sudah salah paham. Aku dan Pak Fahri tidak memiliki hubungan apa-apa," Rindu mencoba meluruskan meski dia sadar bahwa dirinya sudah berada dalam posisi terjepit. Entah harus bagaimana lagi Rindu menjelaskan pada semua orang di sini bahwa dia tidak memiliki perasaan apapun pada Fahri. Rindu tidak ingin Fahri k
Seperti apa yang telah dia katakan di dalam pesan yang dikirimkannya ke Fahri, Rindu kini sudah menunggu Fahri di ruang kerja lelaki itu.Fahri yang memberitahu pada sekretarisnya bahwa dia akan kedatangan tamu penting bernama Rindu, itulah sebabnya Rindu langsung diizinkan masuk oleh sang sekretaris ke dalam ruang kerja sang Bos.Setengah jam menunggu, akhirnya lelaki yang hendak dia temui pun datang juga."Maaf ya, tadi ada rapat mendadak, penting," ucap Fahri saat itu."Oh tidak apa-apa, Pak,"Saat kemarin Fahri mendapat pesan pribadi dari Rindu di salah satu media sosial miliknya, Fahri jelas terkejut. Awalnya Fahri sempat berpikir apakah hal penting yang hendak dibahas oleh Rindu dalam pesannya itu berkaitan dengan hubungan mereka? Atau memang ada hal lain di luar itu.Fahri sendiri tak ingin berharap terlalu jauh karena tak ingin menanggung kecewa untuk kesekian kali."Apa kita perlu cari tempat lain untuk bicara?"