Cuaca malam kota Surabaya weekend ini cerah.
Bulan menampakkan cahayanya dengan sempurna ditemani bintang yang bertaburan di sekitarnya.Rindu sudah rapi dengan pakaian formalnya menunggu Bisma menjemput untuk makan malam."Ibu nggak punya baju bagus selain ini Rin? Nanti malu-maluin nggak? Apa Ibu nggak usah ikut aja ya?" Yanti keluar dari ruang tengah dengan pakaiannya yang memang dibilang sangat biasa. "Udah kamu pergi berdua aja deh sama Bisma, Ibu sama Azam di rumah aja," tambah Yanti lagi.Rindu mengesah seraya memutar kedua bola matanya. "Nggak usah pake modus ya Bu? Emangnya Ibu pikir Rindu nggak tau maksud Ibu?" Ucap Rindu yang memang sudah paham di luar kepala tabiat sang Ibu.Yanti yang hanya beralasan dengan tidak memiliki baju bagus agar dia dan Azam tidak menjadi penghalang di acara penting Rindu dan Bisma.Sebagai seorang Ibu, Yanti jelas sangat mendukung hubungan anaknya dengan lelaki yang berprofesi sebagai dokte"Fahri dan Rindu itu sebenarnya saling mencintai, itulah sebabnya saya mempertemukan mereka di sini malam ini,"Yanti reflek menatap ke arah Fahri dan sang anak begitu Bisma selesai bicara. Raut wajah Rindu yang tiba-tiba merona dan Fahri yang terlihat salah tingkah cukup membuat Yanti mengerti.Wanita paruh baya itu pun tersenyum meski hanya dalam hati karena wajah Yanti terlihat datar cenderung kesal. Ya, Yanti kesal pada Rindu yang tidak mau jujur akan perasaan yang dia rasakan terhadap Fahri, pada Ibunya sendiri. "Sejak kapan kalian mulai menjalin hubungan? Kenapa kamu tidak bilang pada Ibu Rindu?" Omel Yanti kemudian.Rindu menggeleng cepat. "Ibu sudah salah paham. Aku dan Pak Fahri tidak memiliki hubungan apa-apa," Rindu mencoba meluruskan meski dia sadar bahwa dirinya sudah berada dalam posisi terjepit. Entah harus bagaimana lagi Rindu menjelaskan pada semua orang di sini bahwa dia tidak memiliki perasaan apapun pada Fahri. Rindu tidak ingin Fahri k
Seperti apa yang telah dia katakan di dalam pesan yang dikirimkannya ke Fahri, Rindu kini sudah menunggu Fahri di ruang kerja lelaki itu.Fahri yang memberitahu pada sekretarisnya bahwa dia akan kedatangan tamu penting bernama Rindu, itulah sebabnya Rindu langsung diizinkan masuk oleh sang sekretaris ke dalam ruang kerja sang Bos.Setengah jam menunggu, akhirnya lelaki yang hendak dia temui pun datang juga."Maaf ya, tadi ada rapat mendadak, penting," ucap Fahri saat itu."Oh tidak apa-apa, Pak,"Saat kemarin Fahri mendapat pesan pribadi dari Rindu di salah satu media sosial miliknya, Fahri jelas terkejut. Awalnya Fahri sempat berpikir apakah hal penting yang hendak dibahas oleh Rindu dalam pesannya itu berkaitan dengan hubungan mereka? Atau memang ada hal lain di luar itu.Fahri sendiri tak ingin berharap terlalu jauh karena tak ingin menanggung kecewa untuk kesekian kali."Apa kita perlu cari tempat lain untuk bicara?"
Ini adalah hari pertama Rindu kembali bekerja sebagai sekretaris di perusahaan milik keluarga Hendrawan.Rindu menerima pekerjaan ini semata-mata bukan karena dia memang ingin dekat dengan Fahri, namun karena dia sadar bahwa dia tak mungkin selamanya bekerja sebagai staff HRD di perusahaan penerbitan kecil yang gajinya bahkan tak cukup untuk membiayai kehidupan dirinya sendiri. Itulah sebabnya, Yanti dan Azam saling bahu membahu berjualan kue di lampu merah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka semua.Bekerja sebagai sekretaris di perusahaan besar seperti He-Mart jelas menjadi impian semua orang. Dari segala aspek terjamin. Gaji besar, tunjangan kesehatan, bonus tahunan, Tunjangan Hari Raya, dan masih banyak lagi yang akan Rindu dapatkan jika dia bekerja di perusahaan ini.Bisa jadi, uang gajinya sebulan masih tersisa untuk ditabung.Itulah kenapa, Rindu tak berpikir dua kali saat Fahri menawarkan pekerjaan ini untuknya. Dia langsung menerima deng
Rapat baru saja selesai namun Fahri belum bisa meninggalkan kantor dikarenakan adanya pertemuan penting dengan beberapa rekan bisnis lain, padahal Heni baru saja menelepon untuk meminta tolong menjemput Azzura karena Heni dan Hendrawan ada urusan mendadak ke luar kota.Di tengah kesibukannya itu pikiran Fahri tak lepas dari Azzura hingga akhirnya Fahri pun meminta tolong pada Rindu sebagai satu-satunya orang yang dia percaya untuk menjemput sang anak ke sekolah."Hari ini semuanya serba kebetulan, Pak Kosim sakit dan tidak masuk. Pekerja rumah tangga di rumah yang mengurus Azzura pun sedang pulang kampung, sekali lagi saya minta maaf karena sudah memberi kamu tugas di luar kantor," jelas Fahri merasa sungkan."Ahk, Bapak kayak sama siapa aja. Kirimkan saja alamat sekolah Azzura nanti saya jemput," ucap Rindu yang memahami betul bagaimana sibuknya Fahri di kantor saat ini."Oke baik, nanti kamu ajak saja Azzura ke sini. Di rumah tidak ada orang, j
Sejak hari di mana Rindu mengetahui tentang sosok Azzura lebih dalam, hari-hari memang berlalu begitu saja. Bagai daun kering yang berguguran di musim semi, hilang terbawa angin tanpa menyisakan bekas apapun.Itulah waktu yang dilalui Rindu bersama Fahri.Mereka memang selalu bersama karena harus bekerja di satu tempat yang sama, tapi hubungan di antara mereka tak juga menunjukkan adanya perubahan. Padahal Fahri terus berusaha mencari celah untuk bisa memasuki hati Rindu, namun sepertinya Rindu sudah terlanjur membentuk benteng kokoh di hatinya yang memang sulit ditembus oleh Fahri.Namun, meski pun begitu Fahri cukup bersyukur. Berkat Rindu, perlahan sikap aneh Azzura mulai hilang. Kedekatan antara Rindu dengan Azzura yang terjalin sejak hari itu semakin intens.Bahkan Azzura seringkali meminta diajak oleh sang Papah ke kantor hanya karena bocah itu ingin bertemu dengan Rindu.Hingga pada suatu hari, Rindu menemukan Fahri menangis di rua
Cerita berjudul SAUDADE hasil karya Rindu sudah rampung dan tamat.Rindu memberikan isi filenya kepada Fahri di ruangannya.Fahri pun langsung membaca isi naskah terakhir di mana dalam cerita itu, Rindu membuat akhir cerita happy ending dengan Adelia yang sembuh dari penyakitnya dan bisa berkumpul kembali dengan keluarga tercintanya.Sebab, dalam buku diary Adelia yang pernah dikirimnya ke Rindu, Adelia mengatakan bahwa dia tidak ingin akhir kisah hidupnya dalam dongeng sama tragisnya seperti di dunia real.Itulah sebabnya, khusu untuk akhir cerita, Rindu mengarangnya sendiri.Hingga setelahnya, Fahri selesai membaca, namun lelaki itu hanya diam tanpa berkomentar apapun. Padahal biasanya, Fahri akan langsung mengatakan bahwa naskah yang Rindu tulis bagus dan dia menyukainya."Ada apa Pak? Apa masih ada typo?" Tanya Rindu saat itu.Fahri menggeleng seraya tersenyum masam.Lelaki itu mengeluarkan buku diary milik
"Mamah... Tante Rindu... Mamah... Tante Rindu..." Azzura masih terus berteriak.Rindu masih terdiam di ujung koridor rumah sakit saat dilihatnya beberapa perawat memasuki ruangan rawat Azzura.Sebenarnya dia khawatir, namun Rindu hanya takut jika dirinya memaksakan diri untuk masuk, lantas hal itu akan memancing keributan yang lebih besar antara Fahri dan Om Hendrawan.Rindu tersenyum getir dengan tubuh yang kembali berbalik untuk melanjutkan langkahnya yang beberapa kali terhenti.Saat Rindu sudah keluar dari koridor itu, dia mendengar suara seseorang yang memanggil namanya.Rindu tahu pemilik suara itu hingga dia pun lekas menyeka air matanya untuk kemudian berbalik dengan senyuman tipis yang menghiasi wajahnya."Ada apa Pak? Apa Azzura sudah bangun?" Tanya Rindu berpura-pura tidak tahu. "Maaf saya tadi dari toilet," Rindu terpaksa berbohong karena tidak ingin Fahri mengkhawatirkan keadaannya."Ya, Azzura sudah bangun.
Setelah insiden yang terjadi di dalam ruang rawat Azzura tadi, kini Fahri dan Rindu sedang menikmati waktu senja di taman rumah sakit. Mereka duduk berdampingan di salah satu kursi panjang yang ada di tengah-tengah taman.Azzura baru saja tertidur dan ada Baby Sitter yang menjaganya sementara Heni dan Hendrawan sudah pulang sejak tadi."Saya tahu, semua ini memang terkesan dipaksakan. Saya dan Azzura memang egois, maafkan kami Rindu," ucap Fahri yang merasa tidak enak hati dengan apa yang sudah diputuskan Hendrawan di ruang rawat tadi.*"Aku dan Heni merestui hubungan kalian, demi cucuku..."*Itulah sepenggal kalimat yang diucapkan oleh Hendrawan sebelum lelaki paruh baya itu pergi dari rumah sakit bersama sang istri."Saya tidak merasa dipaksa Pak. Apa yang saya katakan tadi memang benar-benar keinginan saya sejak dulu. Hanya saja, saya memang terlalu banyak berpikir dan mempertimbangkan segala hal karena terlalu taku