Perlahan aku membuka mata, dengan posisi yang masih memeluk tubuh pria yang sudah menjadi suamiku itu. Pandangan kami bertemu, untuk beberapa saat aku lupa hendak mengatakan apa tadi. "Memangnya kamu mau ngapain jika aku tetap pura-pura tertidur?" Aku bertanya, menantangnya."Kamu sudah berani ya, sekarang.""Sejak dahulu aku pemberani."Dengan gerakan cepat, pria itu membalik tubuhku hingga berada di bawahnya. Katanya semalam tidak berniat menikah, tapi dia seperti pria yang membutuhkan wanita. Begitu bertindak agresif setiap bersamaku. "Kamu akan menyesalinya jika berani berbuat jauh padaku," lirihku tanpa mengalihkan pandangan dari matanya. Mendadak aku seberani ini menggodanya karena aku tau, dia tidak akan bisa berbuat lebih padaku karena aku sedang berhalangan. "Aku tidak akan menyesali apapun yang akan kulakukan padamu.""Kamu akan kecewa." "Kenapa?""Karena aku sedang berhalangan," sahutku dengan tertawa riang. "Kapan?" tanya Davin tak percaya. "Semalam sebelum tidur, s
Terjebak Pernikahan 16"Sarapan udah siap?" tanya Davin, saat aku sudah membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan.Apa dia tidak marah karena aku ketahuan menguping. Aku menganggukkan kepala sambil memainkan jari-jariku, merasa tidak enak hati. "Mau ikut sarapan gak, Ris?" tanya Davin pada sahabatnya. "Ayok!"Keduanya lantas bangkit dari duduknya dan berlalu menuju ke arahku yang masih ada di depan pintu. Sepanjang menikmati makanan yang aku masak, tidak ada obrolan sama sekali antara kami. Mereka fokus dengan makanan yang ada di piring masing-masing, dan aku juga tidak berani membuka suara setelah kepergok tadi. Suasana sedikit kaku sepanjang kami sarapan bertiga. "Terima kasih sarapannya, Mbak. Aku mau naik ke atas lagi." Mas Haris berpamitan setelah selesai dengan makanannya. Aku mengangguk dan tersenyum pada Mas Haris. Sekarang, tinggal aku dengan suamiku yang masih diselimuti oleh keheningan. Sebenarnya banyak hal yang ingin kusampaikan, namun lidahku terasa kelu. "Mau jalan
Terjebak Pernikahan 17POV Davin Setelah kepergian gadis itu, aku hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi. Bahkan dia datang ke tempat ini juga dengan tipuan. Haris bekerjasama dengan temannya yang bernama Felicia. Bahkan temannya saja nge-fans denganku, tapi kenapa tidak dengan gadis bernama Fitriana itu.Sepertinya tidak akan mudah untuk menjinakkannya, apa lagi bekerja sama dengan berpura-pura menjadi pasangan suami istri. Dia terlihat menjaga diri dan sedikit liar, bagaimana bisa dia menendang aset berhargaku tanpa rasa bersalah sama sekali. Aku memang salah menggodanya dan juga merendahkannya dengan kata-kataku tapi bukan berarti dia bisa menedangku dengan seenaknya. Kupikir tidak ada lagi wanita yang bisa menjaga diri sepertinya, siapa yang bisa menolak pesonaku. Aku yakin, setidaknya, seorang wanita tidak akan menolak jika aku memeluknya, meskipun aku bahkan sama sekali belum pernah mencobanya pada siapapun. Aku menyerah, akan membiarkan semua yang sudah terjadi di du
Terjebak Pernikahan 18"Kenapa gak bilang? Kamu emang gak niat nikah sama aku!" Aku kembali marah saat mengetahui fakta kalau orang tuanya tidak tahu pernikahan kami. "Papa tidak akan peduli, Ana, untuk apa? Yang penting pernikahan kita sah secara agama dan hukum negara. Tidak ada bedanya orang tuaku tahu aku sudah menikah atau belum," terang Davin. Ah, apa memang seperti itu atau hanya prasangka pria ini saja pada papanya. "Terus gimana?""Gimana apanya?" Davin balik bertanya. "Kamu bilang papamu mau ketemu denganku.""Kita tinggal datang, gampang kan."Hiiih geram aku dibuatnya, dia menganggap enteng masalah ini. Bagaimana jika seperti yang ada di drama-drama, papanya tidak mau menerimaku."Tenang saja, apapun yang terjadi kamu tetap istriku. Tidak peduli apapun, kita adalah pasangan suami-istri selamanya," ucap Davin seakan mengerti kekhawatiran dalam hatiku.***"Bagaimana penampilanku?" Aku bertanya pada pria yang sudah menungguku di depan pintu kamar sejak tadi. Aku memang me
Terjebak Pernikahan 19Sebuah ruangan yang sangat luas terpampang di hadapanku saat pintu yang kokoh itu terbuka. Ruang kerja luas yang terlihat nyaman, bahkan ada sofa juga yang terdapat di dalamnya. Papa Davin duduk di balik meja kerjanya saat aku masuk, di belakang meja itu terlihat rak buku dengan banyak file holder di dalamnya. "Aku hanya ingin bicara dengan Ana, kamu silahkan keluar," perintah pria tua itu pada suamiku. "Dia istriku, aku berhak tahu apa yang kalian bicarakan," balas Davin. Padahal sejak awal papanya ingin bicara denganmu, tentu saja tanpa dirinya. "Aku berani di sini sendiri. Kamu keluar saja." Aku berbisik pada Davin. "Beri kami ruang dan waktu, Yas. Kamu pikir papa akan berbuat apa? Tunggulah Ana di kamarmu, menginaplah di sini," titah Papa. Aku mengangguk pada suamiku memberi keyakinan padanya bahwa aku akan baik-baik saja jika ditinggal berdua saja dengan mertuaku. Pada akhirnya Davin menurut dan keluar dari ruang kerja papanya, tinggallah aku dan pr
"Mas ...." Lagi, aku berteriak. "Ada apa?" Pria yang kupanggil menampakkan diri di hadapanku. Setengah berlari aku menghampirinya, agar aktingku tampak tidak main-main. "Aku takut tersesat jadi berteriak memanggilmu, apa aku kampungan?" Aku bertanya setengah berbisik saat tubuh kami sudah tidak berjarak. "Memangnya ini hutan, bikin tersesat?" Aku hanya menjawab pertanyaan dengan sebuah senyuman. "Ayo pulang," ajaknya."Papa bilang ini sudah malam, suruh nginep.""Kamu mau menginap?" tanya Davin sambil menatapku. "Aku ikut apa maumu."Davin diam sejenak, sepertinya sedang berpikir. Arka, adik ipar yang tadi berdebat dengan suamiku tampak berjalan ke arah kami. "Ya udah nginep aja, udah malam. Ayok," ajak Davin sambil menarik pelan pergelangan tanganku. Apa dia menginap hanya karena adiknya menyuruh dia pergi. Apa suamiku ini memang tipe seperti ini, menantang jika dilarang. Kami masuk ke dalam kamar yang cukup luas, lebih luas lagi dari kamar Davin di rumahnya. Aku menatap he
Terjebak Pernikahan 21Lengan kekar itu masih dengan posesif memeluk erat pinggangku tanpa penghalang, kami sama-sama dalam keadaan tidak memakai kain apapun. Tubuh kami hanya ditutupi oleh selimut tebal. Aku berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan itu. Davin langsung terlelap begitu mengambil mahkotaku, tapi tangannya masih konsisten mengungkung tubuhku. Tidak membiarkanku beranjak sedikitpun. Parfum beraroma Citrus bercampur keringat yang keluar dari tubuhnya membuat hidungku terasa gatal. Ingin sekali menggesekkannya di dadanya itu, daripada melakukannya lebih baik aku melepaskan diri dari pelukannya. "Mau kemana, kenapa belum tidur." Davin berkata dengan suara serak, suara khas orang bangun tidur. Kenapa terdengar seksi sekali di telingaku. "Mau lagi," tanyanya karena tak kunjung mendapatkan jawaban dariku. "Apaan sih, aku kegerahan, makanya lepasin aku." Pelan kudorong dadanya agar tubuhnya menjauh dari tubuhku. "Ah, masa. Apa pendingin ruangan ini kurang dingin, apa rus
Terjebak Pernikahan 22Dengan paksa Arka membuatku masuk ke dalam mobilnya, ponselku masih ada dalam genggamannya tangannya. "Kemariin hapeku," seruku pada Arka yang sudah mulai menjalankan mobilnya. Dasar adik ipar tidak punya adab, bukannya berlaku sopan padaku sebagai kakak iparnya tapi berbuat semaunya. Mungkin dalam segi usia aku lebih muda tapi aku adalah istri kakaknya. Mereka tetap bersaudara meksipun beda ibu. "Aku gak bakalan ambil, ponselku lebih bagus dari itu," sahut Arka merendahkan. Aku kesal luar biasanya padanya. "Mau apa sih kamu? Aku harus pulang atau memberi kabar pada suamiku.""Aku ingin bicara denganmu.""Bicaralah, aku tidak punya waktu!""Astaga ... wanita galak sepertimu ini bisa juga ditaklukkan oleh pria seperti Ilyas itu." Arka melajukan mobilnya dengan sangat cepat, entah ke mana dia akan membawaku. Banyak kekhawatiran dalam hatiku, pertama khawatir dia membawaku jauh ke tempat yang aku belum ketahui. Di kota ini, belum banyak tempat yang kujelajahi.