Malam semakin larut, pramusaji menata menu di atas meja, tapi karena cerobah, pramusaji itu menumpahkan sedikit air di kemeja Afnan.“Maaf Tuan, saya tidak sengaja.”“Kamu ceroboh banget sih, bisa nggak kerja!” bentak Amara marah.“Dia tidak sengaja Amar, jangan kasar padanya, lagi pula ini cuma air,” sela Afnan, lalu menatap pramusaji yang masih menunduk ketakutan.”Aku memaafkanmu, tidak apa-apa.”“Terima kasih Tuan,” sahut Pramusaji, lalu berpamitan.“Aku akan ke toilet dulu, kamu makan dulu Amar.” Afnan bangkit berdiri dan menuju toilet.Afnan masuk ke toilet pria, ia membersihkan kemejanya yang sedikit basah, lalu merapikannya lagi, setelah itu ia keluar, sampai di pintu toilet, seorang pria menyapa .“Pak Afnan, apa kabar?”Afnan hanya tersenyum. ”Baik, apa kita sebelumnya saling kenal?”“Ohh Bapak lupa ya, baiklah saya ingatkan kembali, saya klien Pak Afnan, mungkin bapak lupa soalnya yang sekarang order buah adalah staf saya, sekarang saya liburan bersama keluarga, Bapak
Keyra terpaku menatap mobil yang di tumpangi Afnan dan Amara melaju menjauh, hancur sudah harapannya untuk membantu Afnan pulih dari amnesia. Keyra terduduk di kursi lagi, air mata yang dicoba ditahannya, akhirnya luruh membasahi pipinya.Keyra melangkah menuju mobil, ia sudah duduk di belakang setir dan mulai melajukan mobilnya menuju jalan raya.Sementara itu Afnan masih terdiam di samping Amara yang mengemudikan mobil, hening dan sepi, keduanya diam tenggelam dalam pikiran masing-masing, hingga suara Afnan terdengar.“Maafkan aku Amar.”Amara senang, dalam hati ia tertawa puas, membuat Afnan merasa bersalah.“Aku sudah memaafkanmu Malik, sekarang kamu tahu ’kan, siapa yang bermaksud mengelabuimu, aku istrimu bukan Keyra, apa bukti pernikahan kita masih kurang?”“Tidak Amar, itu sudah cukup, aku percaya padamu, kita akan menikah ulang satu minggu lagi, aku sudah siap,” balas Afnan tanpa ragu.Amara berbunga-bunga, Afnan akhirnya memenuhi keinginanya.”Apa kamu yakin, aku tidak mau
Pagi terlihat mendung, satu hari setelah kedatangan Kyai Damarjati di Bali, semuanya masih belum punya rencana, tapi pria tua yang berjalan dengan di bantu tongkat itu sudah merindukan cucu kesayangannya.“Bagaimana cara aku bertemu Afnan, dari tadi belum kulihat dia keluar rumah,“ gumamnya sambil mengintip rumah depan, di balik jendela.“Tunggulah setelah Amara pergi Kakek, jika masih ada Amara di dekat Kak Afnan kita akan sulit membuat Kak Afnan sembuh,” saran Keyra seraya menaruh secangkir kopi di meja untuk sang kakek.Kyai Damar beralih menatap menantunya, ia merasa prihatin pada Keyra harus menanggung masalah serumit ini, disaat hamil.“Apa Mbok Ratmi sudah menyiapkan menu sarapan kesukaan Afnan?”“Sudah Kakek, semua sudah siap di meja makan,” jawab KeyraTidak lama kemudian terdengar suara mobil Amara melaju keluar halaman rumah.“Aku rasa Amar sudah pergi Kakek.”Kyai Damar, meraih tongkat, kemudian berjalan pelan menuju rumah depannya.Dengan ragu ia melangkah ke arah rumah
Pagi masih berkabut, Amara sudah sibuk menghubungi seseorang, ia benar-benar melaksanakan keinginannya, di seberang ponsel, ia tampak berbicara dengan seseorang. Seorang pemuka agama, yang akan menikahkan Amara dan Afnan.Afnan yang mendengar hal itu, ia tampak semakin ragu, hatinya ingin mengakhiri hubungan dengan Amara, tapi pikirannya berkata lain.Setelah mempersiapkan segalanya Amara mendatangi rumah Keyra. Sebelum mengucap salam, ternyata Keyra sudah menyambut kedatangannya.“Ada perlu apa kamu ke rumahku,”“Aku hanya ingin mengundangmu, untuk menghadiri pernikahan siriku bersama Afnan, suamimu, sebentar lagi aku akan menjadi madumu Keyra, sebaiknya kamu hadiri,” balas Amara.“Amara, kamu benar-benar wanita jalang licik, kamu memanfaatkan kelemahan Afnan, dan memperdayanya,” sarkas Keyra geram.“Aku tidak perduli Keyra, kamu tahu ’kan aku mencintai Afnan, dan aku akan mengejarnya sampai dapat meskipun harus dengan cara seperti ini.” Amara tersenyum sinis.”Datanglah jam sepuluh,
Afnan tertidur di sofa sudut kamar, azan subuh yang terdengar belum mampu membangunkannya, padahal sebelumnya, sebelum subuh berkumandang ia pasti sudah bangun.Goncangan di bahunya, membuat Afnan membuka kelopak matanya, dengan mengusapnya pelan.“Kak Afnan sudah subuh. Salat subuh berjamah yuk,” ajak Keyra.Afnan tertegun, tapi akhirnya ia bangun, dan beranjak ke kamar mandi untuk wudhu.Keyra sudah memakai mukenanya, dan menunggu Afnan, tak berselang lama Afnan sudah siap untuk melaksanakan salat.Keyra berharap dengan melakukan kebiasan-kebiasan yang biasa dilakukan Afnan ia akan cepat pulih, dan mengingat jika Keyra adalah istri kesayangannya.Satu minggu sudah Afnan melakukan aktivitasnya di perkebunan, lambat tapi pasti ia sudah terbiasa dengan aktivitas, orang–orang di sekelilingnya juga ikut membantu Afnan dalam mengingat kembali kejadian-kejadian masa lalunya.Sementara Keyra juga sudah kembali aktif di Rumah Sakit Praja Hospitaly.“Bagaimana keadaan Afnan, Key?”“Belum sem
Keyra semakin cemas, listrik masih padam,dan teriakan itu berasal dari kamar bawah, Keyra masih menggendong Sean, yang kembali menangis, jantung Keyra berdetak kencang, dengan hati-hati ia menuruni tangga, kilatan dari petir cukup sekilas memberi penerangan, samar-samar dilihatnya seorang wanita memegang sebuah kayu besar..“Siapa itu, tolong jawab,” teriak Keyra, tapi kemudian sosok wanita tiba-tiba menghilang entah kemana.Hantukah? batin Keyra, langkah kakinya menuruni tangga, kini Keyra sampai di lantai bawah.Sebuah kayu besar melayang ke arah Keyra.Bug!...“Kak Afnan...” pekik Keyra tepat di depannya Afnan melindunginya dari sebuah hantaman kayu besar tepat mengenai kepala belakang Afnan.Afnan tersungkur, tapi ia masih sadar. ”Keyra lari ke kamar!” perintah Afnan.“Kali ini kalian tidak bisa lari dariku Afnan!” suara Amara menggelegar diiringi petir menyambar-nyambar.“Amara!” sarkas Afnan mencoba bangkit, tapi pukulan kembali di layangkan pada perut Afnan.Keyra histeris, ia
Beberapa bulan kemudian, suara tangis seorang bayi menggema di ruang bersalin, Keyra melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Afnan membacakan azan di telinga mungil sang bayi perempuan yang diberi nama Zahra Noor Malik.“Terima kasih, kamu melahirkan bayi perempuan yang sangat cantik, semoga menjadi sholehaku,” bisik Afnan di telinga Keyra, lalu mengecup mesra kening Keyra.Keyra terharu, apa yang yang dibilang dulu tidak mungkin memiliki anak dengan satu ovarium. Jika Allah berkehendak maka sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, dan bagi Keyra, lahirnya Zahra adalah anugerah terbesar yang diberikan Sang Pencipta untuknya.“Hari ini aku bahagia, buah cinta kita lahir ke dunia, Zahra adalah buah cinta kita, aku juga bahagia bisa melewati masa-masa terberat dalam pernikahan ini, cinta yang tak pernah ada perlahan tumbuh, dan semakin kuat berakar, hingga ujian-ujian pernikahan mewarni kehidupanku. Aku tak menyangka bisa bertahan sampai detik ini.” Keyra meraih tangan Afnan me
Hari-hari terus berjalan, baik Keyra dan Afnan di sibukan dengan mengasuh dan mendidik Sean dan Zahra, selain itu pekerjaan juga menguras aktivitas keduanya, tapi Keyra sangat berkomitmen bahwa keluarganya adalah yang terpenting.Pertengkaran Sean dan Zahra kadang membuat Keyra bingung, Sean sebagai anak laki-laki dan usianya lebih tua, kadang memilki sifat egois yang besar, tidak mau kalah, dan permintaannya harus dituruti.Seperti sore itu, sepulang dari Rumah Sakit Praja Hospitaly, terlihat Sean sedang bersitegang dengan Zahra, dan mereka memperebutkan sebuah skyboard, terlihat keduanya sedang bermain di halaman samping.“Kak Sean, kembalikan punyaku, Kakak ambil punya Kakak sendiri,” rengek Zahra.Tarik menarikipun terjadi, tangan mereka saling kuat menarik. ”Kakak pinjam Zahra,” sarkas Sean, semakin kuat menarik.Tiba-tiba Sean melepas, hal hasil Zahra terjengkang dan terpelanting jatuh, melihat hal itu Sean tertawa.“Sean, minta maaf pada Zahra,” suruh Keyra yang melihat kejadia