Afnan tertidur di sofa sudut kamar, azan subuh yang terdengar belum mampu membangunkannya, padahal sebelumnya, sebelum subuh berkumandang ia pasti sudah bangun.Goncangan di bahunya, membuat Afnan membuka kelopak matanya, dengan mengusapnya pelan.“Kak Afnan sudah subuh. Salat subuh berjamah yuk,” ajak Keyra.Afnan tertegun, tapi akhirnya ia bangun, dan beranjak ke kamar mandi untuk wudhu.Keyra sudah memakai mukenanya, dan menunggu Afnan, tak berselang lama Afnan sudah siap untuk melaksanakan salat.Keyra berharap dengan melakukan kebiasan-kebiasan yang biasa dilakukan Afnan ia akan cepat pulih, dan mengingat jika Keyra adalah istri kesayangannya.Satu minggu sudah Afnan melakukan aktivitasnya di perkebunan, lambat tapi pasti ia sudah terbiasa dengan aktivitas, orang–orang di sekelilingnya juga ikut membantu Afnan dalam mengingat kembali kejadian-kejadian masa lalunya.Sementara Keyra juga sudah kembali aktif di Rumah Sakit Praja Hospitaly.“Bagaimana keadaan Afnan, Key?”“Belum sem
Keyra semakin cemas, listrik masih padam,dan teriakan itu berasal dari kamar bawah, Keyra masih menggendong Sean, yang kembali menangis, jantung Keyra berdetak kencang, dengan hati-hati ia menuruni tangga, kilatan dari petir cukup sekilas memberi penerangan, samar-samar dilihatnya seorang wanita memegang sebuah kayu besar..“Siapa itu, tolong jawab,” teriak Keyra, tapi kemudian sosok wanita tiba-tiba menghilang entah kemana.Hantukah? batin Keyra, langkah kakinya menuruni tangga, kini Keyra sampai di lantai bawah.Sebuah kayu besar melayang ke arah Keyra.Bug!...“Kak Afnan...” pekik Keyra tepat di depannya Afnan melindunginya dari sebuah hantaman kayu besar tepat mengenai kepala belakang Afnan.Afnan tersungkur, tapi ia masih sadar. ”Keyra lari ke kamar!” perintah Afnan.“Kali ini kalian tidak bisa lari dariku Afnan!” suara Amara menggelegar diiringi petir menyambar-nyambar.“Amara!” sarkas Afnan mencoba bangkit, tapi pukulan kembali di layangkan pada perut Afnan.Keyra histeris, ia
Beberapa bulan kemudian, suara tangis seorang bayi menggema di ruang bersalin, Keyra melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Afnan membacakan azan di telinga mungil sang bayi perempuan yang diberi nama Zahra Noor Malik.“Terima kasih, kamu melahirkan bayi perempuan yang sangat cantik, semoga menjadi sholehaku,” bisik Afnan di telinga Keyra, lalu mengecup mesra kening Keyra.Keyra terharu, apa yang yang dibilang dulu tidak mungkin memiliki anak dengan satu ovarium. Jika Allah berkehendak maka sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, dan bagi Keyra, lahirnya Zahra adalah anugerah terbesar yang diberikan Sang Pencipta untuknya.“Hari ini aku bahagia, buah cinta kita lahir ke dunia, Zahra adalah buah cinta kita, aku juga bahagia bisa melewati masa-masa terberat dalam pernikahan ini, cinta yang tak pernah ada perlahan tumbuh, dan semakin kuat berakar, hingga ujian-ujian pernikahan mewarni kehidupanku. Aku tak menyangka bisa bertahan sampai detik ini.” Keyra meraih tangan Afnan me
Hari-hari terus berjalan, baik Keyra dan Afnan di sibukan dengan mengasuh dan mendidik Sean dan Zahra, selain itu pekerjaan juga menguras aktivitas keduanya, tapi Keyra sangat berkomitmen bahwa keluarganya adalah yang terpenting.Pertengkaran Sean dan Zahra kadang membuat Keyra bingung, Sean sebagai anak laki-laki dan usianya lebih tua, kadang memilki sifat egois yang besar, tidak mau kalah, dan permintaannya harus dituruti.Seperti sore itu, sepulang dari Rumah Sakit Praja Hospitaly, terlihat Sean sedang bersitegang dengan Zahra, dan mereka memperebutkan sebuah skyboard, terlihat keduanya sedang bermain di halaman samping.“Kak Sean, kembalikan punyaku, Kakak ambil punya Kakak sendiri,” rengek Zahra.Tarik menarikipun terjadi, tangan mereka saling kuat menarik. ”Kakak pinjam Zahra,” sarkas Sean, semakin kuat menarik.Tiba-tiba Sean melepas, hal hasil Zahra terjengkang dan terpelanting jatuh, melihat hal itu Sean tertawa.“Sean, minta maaf pada Zahra,” suruh Keyra yang melihat kejadia
Keyra melajukan mobilnya menuju rumah, setelah memasuki gerbang ia memarkirkan mobilnya, terlihat mobil Afnan juga sudah terparkir, dan terdengar dari arah depan, Afnan sedang bercanda dan bermain dengan Sean dan Zahra, ketiganya tertawa.“Assalamu’alaikum,”salam Keyra.“Waalaikumsalam,” jawab ketiganya, lalu Sean dan Zahra menghambur memeluk Keyra.”Bunda,” ucap keduannya.“Kalian bermain dulu ya, tapi ingat jangan keluar pagar,” pinta Keyra pada kedua anaknya.Keyra mencium satu persatu Sean dan Zahra, lalu menatap Afnan. ”Tumben Kak pulang sore?”“Iya Key, ada sesuatu yang aku khawatirkan, dan aku teringat pada Sean dan Zahra.”“Apa karena Samuel?”“Kamu tahu Key, dia telah bebas.” Keyra dan Afnan berbicara sambil melangkah menaiki tangga.“Sam, menemuiku tadi siang, ah aku cemas jika ia keluar dari penjara, aku masih teringat apa yang dilakukan Amara, bagaimana jika Sam, berbuat sama, balas dendam pada kita, aku saat ini mencemaskan Sean dan Zahra,” ungkap Keyra.“Sama Key, aku j
Samuel tertawa melihat berita kecelakaan di depan sekolah bertaraf internasional, tiba-tiba pintu apartemen dibuka kasar.“Elsa, bisa ‘kan lebih sopan sedikit!” gertak Samuel seraya mematikan televisi.“Kecelakaaan itu ulahmu ‘kan Sam?” tanya Elsa geram.“Aku tidak ada hubungannya dengan kecelakaan itu, jika ada hubungannya, pastilah aku sudah tertangkap, pengemudi mobil itu sudah menyerahkan diri ke kantor polisi,” jawab Samuel santai.Elsa menghela napas lega, lalu duduk di kursi. ”Aku sudah mencetak undangan pernikahan kita, jadi mulai sekarang seriuslah dalam menjalani hidup, kita fokus pada bisnis property.”“Kenapa buru-buru Elsa, aku baru saja menikmati kebebasanku dari penjara, dan kini kamu akan memenjarakan aku dalam pernikahan.”“Jadi maksudmu, kamu belum siap untuk menikah?”“Tunggulah, satu atau dua tahun lagi Elsa.”“Haah dasar pecundang!” umpat Elsa.Elsa bersungut, ia keluar dari apartemen Samuel setelah meletakan undangan pernikahan.“Dasar wanita, apa dia pikir dia
Keyra duduk di tepi ranjang, ia mulai terisak air mata yang ditahannya waktu dibawah, kini lolos membasahi pipinya. Kenapa semua orang menyudutkannya, dan tidak disangka suaminya setuju untuk menyerahkan hak asuh Sean, pada Bu Azizah.Afnan mendekati Keyra, kemudian duduk di sebelahnya, sesaat hening, hanya tangisan Keyra yang masih terdengar, lalu perlahan Afnan membuka suara.“Keyra, aku tahu ini berat bagimu, bagiku juga.”“Berat? Lalu kenapa jika Kak Afnan berat, kenapa setuju memenuhi permintaan Bu Azizah ada apa kak?” Keyra menguncang lengan Afnan meminta penjelasan.“Ini juga kemauan Kakek Damar, kamu tahu sendiri jika sudah menyangkut permintaan Kakek, aku sulit untuk membantahnya, apalagi kesehatan Kakek menurun, aku juga mengkhawatirkan kesehatannya, Key.”“Apa ini semua karena kecelakaan Sean, kenapa satu kesalahanku dijadikan alasan untuk menjauhkanku dari Sean, apa kalian tidak melihat enam tahun ini bagaimana aku menyanyangi Sean.” Keyra mencoba membuka hati Afnan, sup
Afnan tahu Keyra tidak bercanda, tatapan beralih penuh menatap ke arah Sean, pucat dan tampak lelah, jantung Afnan mulai berdetak nyeri, hingga tak tak terasa air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, sementara di seberang ponsel, Keyra masih terisak.“Aku dan Sean akan kembali, tunggulah Key,” Afnan menutup ponsel, ia keluar dari dalam mobil dan meluapkan tangisannya diluar. Hingga panggilan membuatnya menghapus air matanya.“Abi...”“Iya Sean, Abi istirahat sebentar,” jawab Afnan, lalu melangkah masuk ke dalam mobil.“Rumah Nenek Azizah masih lama ‘kan Bi?”“Kita kembali ke Jakarta, kita kembali ke Bunda dan Zahra.”“Benarkah, Abi akan bawa Sean, kembali ke rumah, kita berkumpul lagi bersama Bunda dan Zahra.” Sean bahagia, saking senangnya ia memeluk Abinya dan mencium pipinya berkali-kali.“Terima kasih Abi, Sean janji mulai sekarang tidak bandel, ngalah sama Zahra, dan nurut sama Bunda dan Abi,” cerocos bocah berusia enam tahun itu.Afnan meraup wajah Sean. ”Kita semua sayang