“Cinta, apa seperti ini yang Kak Afnan bilang cinta. Cinta itu hanya tertuju pada satu orang, jika tidak, itu nafsu.” Keyra kesal, ia berucap dengan tegas.Afnan mencoba berdiri dan meraih tubuh wanita yang terlihat frustasi dengan hubungan pernikahan ini.“Tolong, jangan menganggapku menikahimu dan Lathisa adalah nafsu, aku menyentuh Lathisa hanya satu kali Key, dan Allah menitipkan janin di rahimnya,” bisik Afnan di telinga Keyra yang masih dalam dekapannya.Keyra tiba-tiba tak bisa menahan air matanya, ia ingat akan vonis dokter, jika dirinya kemungkinan kesulitan akan hamil, apakah ini sebuah jalan yang harus ditempuh, haruskan ia menahan harga dirinya demi Afnan, bukankah setiap orang menginginkan seorang anak dari darah dagingnya sendiri, termasuk juga Afnan. Sebagai anak tunggal pastilah kakeknya menginginkan seorang penerus.“Maafkan aku Kak, yang tidak sempurna ini,” ucap Keyra sambil terisak.Dengan lembut jari jemari Afnan mengusap air mata yang luruh di pipi Keyra, lalu d
Keyra mendesah berat, lagi dan lagi sepertinya hidupnya seperti sebuah permainan.“Apa kamu benar-benar tidak mempunyai uang 50 juta, itu uang yang terbilang kecil, lho Key,” ucap Elsa lagi kali ini tangannya mengusap bahu Keyra, dengan senyum penuh ejekan.“Informasi itu tidak terlalu penting untukku, toh semuanya telah terjadi, siapapun orangnya, bagiku tidak ada gunanya, simpan saja informasimu itu,“ balas Keyra terkesan tidak peduli, tangan Elsa disingkirkan dari bahunya dan berlalu pergi.Keyra menaiki mobil dan duduk di belakang setir, lalu berlahan melajukan mobil keluar dari area parkir kantor polisi.“Siapa wanitu itu Key?”“Kekasihnya Samuel.”“Apa yang kalian bicarakan, sepertinya serius?”“Tidak penting Mam, tidak perlu Keyra jelaskan.”“Kamu sekarang bersikap dingin sama Mami, mana sikap manjamu dulu Key?”“Mam... sudahlah.” Kerya berdecih pelan.”Mami jadi ‘kan ikut ke rumah Keyra?”“Tidak ada pilihan lain Key, uang Mami habis, Om Andre di penjara, kamu harus cabut tutu
Lathisa terbaring, di brankar rumah sakit ViP, disana sudah terlihat kedua orang tua Lathisa, mata keduanya terlihat sembab dan menatap nanar.“Assalamu’alaikum,” salam Afnan. Seketika kedua orang tua paruh baya itu menoleh dan menjawab, ”Waalaikum salam, Gus...kamu baru datang,” ucap ibu Lathisa.“Maaf Bu..”“Tidak apa-apa, kondisi Lathisa sempat memburuk, semalam kami langsung membawanya ke rumah sakit, sekarang keadaannya sudah membaik,” sela ayah Lathisa, sambil menepuk bahu Afnan.“Karena kamu sudah disini, dan keadaan Lathisa membaik, kami pulang dulu, jika Lathisa sadar, kamu yang diharapkan ada dihadapannya.” Wanita yang mengenakan hijab lebar itu menatap putrinya dan mengusap air mata yang mengenang di pelupuk matanya.Wanita yang melahirkan Lathisa 25 tahun silam tahu benar, bagaimana putrinya itu sangat mencintai Afnan. Dengan langkah berat, kakinya melangkah meninggalkan kamar dimana Lathisa dirawat, dan berharap Afnan memberi perhatian penuh pada Lathisa.Afnan duduk
Keyra tampak bingung, akankah ia mendatangi Lathisa, pastilah keadaannya akan cangung, lagi pula Keyra belum siap untuk bertatap muka dengan Lathisa, tapi ini adalah tugas yang sudah diniatkannya untuk membantu memberi motivasi. Akhirnya Keyra memakai masker dan kacamata untuk menutupi wajahnya, ia berharap Lathisa tidak mengenalinya.Keyra berjalan pelan menyusuri koridor rumah sakit, sepi dan senyap, banyak kamar yang kosong di lantai 3 yang merupakan kamar vip, di tangannya ada secarik kertas yang bertuliskan nomor kamar, kini ia berhenti tepat di depan pintu kamar 305, setelah mengucap salam, ia membuka pintu.Ceklek, terlihat seorang berbaring di brankar dengan infus terpasang di tangannya. Mendengar ada seseorang masuk, pasien itu menoleh.Langkah Keyra seketika terhenti, ketika matanya saling bersitatap dengan pasien yang berusaha bangkit untuk duduk.Lathisa gumamnya dalam hati.“Silahkan duduk, Dokter Pram sudah memberitahukan, jika Anda akan datang, siapa namamu?”“Hemmm Ani
Afnan mengajak Keyra di sebuah resort sederhana yang sudah dipesannya, keduanya lalu bergegas mengambil air wudhu dan berlanjut menunaikan kewajiban salat magrib. Malam semakin larut, jam di dinding menunjukkan pukul sembilan malam, setelah kedunya menghabiskan waktu makan malam bersama, kedua pasang suami istri yang terlihat canggung itu mulai merebahkan diri di atas ranjang berukuran sedang, membuat tubuh keduanya saling mendekat. Hawa dingin perbukitan mulai menembus tulang, berlahan Afnan merekatkan pelukannya ke tubuh Keyra, tubuh yang kedinginan itu membutuhkan kehangatan, tak butuh waktu lama kedunya hanyut dalam dekapan asmara yang membawa dua tubuh beda jenis melambung tinggi ke angkasa, kembali keduanya larut tenggelam dalam lautan asmara, lenguhan kecil terdengar di bibir dua insan, ketika puncak kenikmatan kembali mereka rasakan, hingga keduanya terlelap dengan tubuh saling berpelukan.Azan subuh terdengar sayup-sayup, Afnan membangunkan Keyra, tubuh mungil tanpa sehe
“Jangan menfitnah Kyai Damar jati,” bantah Keyra.“Sudah aku duga, kamu tidak percaya.”“Bagaimana mungkin seorang pembina pesantren, bisa mengenal barang haram seperti itu, walaupun itu hanya untuk mengelabui.”“Itu bukan obat terlarang yang Afnan dan kamu kira, itu hanya tepung yang aku kemas menyerupai obat-obatan terlarang.”Senyum puas terlihat di wajah Elsa, tapi sebaliknya Keyra, wajahnya terlihat menahan amarah, dan tidak menyangka kakek mertuanya dalang dari semuanya demi terwujud memiliki menantu Lathisa sesuai keinginannya.Tanpa berpamitan pada Elsa, Keyra pergi begitu saja, dengan hati yang sangat kecewa.***Keyra saat ini sudah berjalan di lorong rumah sakit, hari sudah menjelang sore, seharusnya ia mengunjungi Lathisa, tapi entah mengapa ia malas sekali.Tapi sekali lagi rasa kemanusiaannya mendorongnya untuk datang menemui Lathisa.Keyra berjalan menuju lift dan berhenti di lantai 3 lalu berjalan mendekati pintu nomor 301.“Assalamu’alaikum.”“Waalaikumsalam.”Keyra y
Satu lawan dua, pertarungan yang tidak seimbang, Afnan berusaha melawan, dan menghindar, kemampuan ilmu beladirinya tidak dapat di anggap sepele, walau dengan tangan kosong ia berhasil melumpuhkan dua preman, tapi naas, luka sayatan di bagian bahu, berhasil ia terima, tapi ia balas preman itu sekali pukulan dan terkapar, hingga Afnan berhasil merebut senjata tajam milik mereka.Dengan cepat Afnan meraih tas yang masih dalam genggaman salah satu preman yang tersungkur di tanah.“Pergi kalian, dan bertobatlah, sebelum kejadian buruk menimpa kalian!” perintah Afnan.Kedua preman pun pergi menaiki montor dan menjauh dari Afnan. Melihat kedua preman pergi, Keyra turun, dan menyusul Afnan.“Kak Afnan terluka.”“Ini semua kerena keras kepalamu yang selalu membahayakan dirimu,” sarkas Afnan, sambil memegang bahunya yang keluar darah.“Ayo kak, kita ke rumah sakit,” ajak Keyra dengan cemas.“Tidak, kamu yang tanggung jawab, mengobati lukaku ini. Ambil kotak obat di dashbord dan obati luka ini
Mbok Ratmi, belum tertidur pikirannya masih melayang pada suara wanita yang bersama Afnan. Satu nama yang dicurigai yaitu Keyra.Apa Non Key sudah kembali? Pertanyaan dalam hati yang menganggu tidur wanita sepuh itu. Haruskah aku bilang pada Neng Lathisa? Tanyanya lagi dalam hati yang membuat wanita itu galau. Ah tidak, lebih baik aku diam, itu hak Gus Afnan, gumamnya dalam hati, Ratmi akhirnya memejamkan matanya dan tertidur.Sementara itu di dalam kamar vila, setelah Keyra berteriak, tubuh Keyra menghambur ke tubuh Afnan, hingga ponsel Afnan terjatuh di lantai, kini kedua tubuh itu terhuyung jatuh di sofa kamar, tangan Afnan, memeluk pinggang Keyra dan tangan Keyra memeluk leher Afnan, mata Keyra terpejam, ketika dua bibir tidak sengaja saling bersentuhan. Perlahan Keyra membuka mata dan menjauhkan wajahnya, serta tubuhnya, tapi Afnan, justru semakin erat memeluknya.“Please, biar seperti ini, aku janji hanya memelukmu sampai tertidur,” bisik Afnan lembut di telinga Keyra membuat
Pengakuan Samuel, membuat Keyra saat ini berstatus terdakwa, hukuman minimal 5 tahun akan menantinya.Afnan menatap Keyra yang duduk di depannya dengan tertunduk, semakin hari wajah Keyra terlihat pucat.“Kamu sakit?”“Tidak, aku baik-baik saja, bagaimana kabar anak-anak?”“Untuk sementara aku melarangnya sekolah, dan melihat televisi, mereka belum tahu keadannu Key,” jawab Afnan.“Maafkan aku, Kak Afnan.”“Kenapa kamu lakukan itu, aku sudah bilang jangan bertindak apapun biar aku yang menangani Samuel jika ia berulah.”“Maaf,” jawab Keyra datar.Di tempat lain Raka berada di rumah Keyra tanpa sepengetahuan Afnan, Raka berbicara dengan Zahra.“Hai Zahra, kenalkan aku teman Bundamu,” sapa Raka.Zahra ketakutan, ia sempat menolak kehadiran Raka, tapi ketika mengatakan jika ia tahu kejadian sebenarnya diroop tof akhirnya bocah itu terdiam.“Ini punyamu ‘kan?” Raka menunjukkan jepit rambut.Zahra mengangguk. ”Kamu bisa berjalan?”Zahra menggeleng, ia ingat jika Keyra menyuruhnya tetap lu
menghalaunya.“Tidak bisa Keyra, kesabaranku menantikanmu telah habis, sudah aku beri kamu waktu satu tahun, ternyata ancamanku kamu abaikan, dan saat ini lihatlah kehancuranmu di mata Zahra, putri kandungmu, gadis itu akan merekam perbuatan bundanya yang menjijikan,” sarkas Samuel.“Zahra buang benda itu!” Keyra terus menyuruh Zahra untuk membuang ponsel, tapi Zahra seakan sudah termakan omongan Samuel. Samuel membawa Keyra ke sudut rooptof, dan menekannya, disaat itulah Zahra sadar jika Bundanya dalam bahaya. Tapi kursi rodanya tidak mau bergerak, entah apa yang dilakukan Samuel, hingga membuat kursi roda itu macet.“Lihat Key, Zahra akan melihat semuanya begitu aku mengirim video ini,” Samuel berkata sinis.“Sam, lepaskan!”Keyra berusaha melepaskan diri dari dari cengkraman tangan Samuel. Dan berusaha merebut ponsel Samuel.Terjadi pergaulatan antara Keyar dan Samuel, memperebutkan ponsel di tangan Samuel, mereka berada di pinggiran rooptof yang hanya sebatas pinggang.“Bunda,
“Untuk Zahra, kita jalan-jalannya memakai kursi roda, ya,” suruh perawat, dan meraih kursi roda di sudut kamar.“Tidak mau, Zahra bosan, Zahra ingin jalan saja,” sahut Zahra ia terus mencoba turun, tapi ia merasakan ada yang aneh dengan kedua kakinya.“Bunda, kenapa kaki Zahra?”Keyra menatap sendu. ”Zahra, dengar sayang, kaki Zahra sakit dan perlu beberapa waktu untuk bisa sembuh. ”Keyra berusaha tersenyum seraya menjelaskan keadaan Zahra sekarang.“Tapi kak Sean, sudah bisa jalan Bunda, kenapa Zahra belum bisa?” Bocah itu terus mencerca pertanyaan, wajahnya seakan protes dengan kondisi yang sedang dihadapi.Keyra memeluk putri kecilnya yang mulai terisak, karena menyadari jika kedua kakinya melemah.“Bunda akan bersama Zahra, Bunda dan Abi serta Kak Sean, akan membatu Zahra menghadapi ujian ini, kita bersama-sama menghadapinya.”Sean, terlihat mendekat, air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, lalu menetes, Sean menyadari jika pengorbanan Zahra justru berakibat buruk bagi Zahra.
Beberapa minggu berlalu Zahra dan Sean, menjalani serangkaian pemeriksaan. Dan sudah dijadwalkan operasi untuk mereka berdua. Keyra dan Afnan mengadakan doa bersama untuk kelancaran operasi kedua buah hatinya.Di pondok pesantren juga di adakan doa bersama yang dipimpin Kyai Damarjati. Dukungan doa dari para pekerja dan karyawan, turun bersimpati atas ujian yang dihadapi Afnan dan Keyra.Dan saat ini Afnan, Keyra dan Bu Azizah, Safira dan Prambudi berada di ruang tunggu operasi. Hampir lima jam pintu operasi tertutup rapat, Keyra dan Afnan sejak tadi berpegangan tangan saling menguatkan.Tujuh jam berlalu, akhirnya pintu ruang operasi dibuka, seorang dokter keluar, lalu meminta Afnan dan Keyra untuk berbicara. Mereka menuju ruang dokter, Keyra cemas menunggu informasi dari dokter.“Silahkan duduk Bapak Afnan dan Ibu Keyra,” suruh dokter.“Terima kasih dokter,” sahut Afnan.Lalu Afnan dan Keyra duduk dan menunggu dokter menjelaskan keadaan Sean dan Zahra.“Operasi donor sumsum tulang b
Afnan tahu Keyra tidak bercanda, tatapan beralih penuh menatap ke arah Sean, pucat dan tampak lelah, jantung Afnan mulai berdetak nyeri, hingga tak tak terasa air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, sementara di seberang ponsel, Keyra masih terisak.“Aku dan Sean akan kembali, tunggulah Key,” Afnan menutup ponsel, ia keluar dari dalam mobil dan meluapkan tangisannya diluar. Hingga panggilan membuatnya menghapus air matanya.“Abi...”“Iya Sean, Abi istirahat sebentar,” jawab Afnan, lalu melangkah masuk ke dalam mobil.“Rumah Nenek Azizah masih lama ‘kan Bi?”“Kita kembali ke Jakarta, kita kembali ke Bunda dan Zahra.”“Benarkah, Abi akan bawa Sean, kembali ke rumah, kita berkumpul lagi bersama Bunda dan Zahra.” Sean bahagia, saking senangnya ia memeluk Abinya dan mencium pipinya berkali-kali.“Terima kasih Abi, Sean janji mulai sekarang tidak bandel, ngalah sama Zahra, dan nurut sama Bunda dan Abi,” cerocos bocah berusia enam tahun itu.Afnan meraup wajah Sean. ”Kita semua sayang
Keyra duduk di tepi ranjang, ia mulai terisak air mata yang ditahannya waktu dibawah, kini lolos membasahi pipinya. Kenapa semua orang menyudutkannya, dan tidak disangka suaminya setuju untuk menyerahkan hak asuh Sean, pada Bu Azizah.Afnan mendekati Keyra, kemudian duduk di sebelahnya, sesaat hening, hanya tangisan Keyra yang masih terdengar, lalu perlahan Afnan membuka suara.“Keyra, aku tahu ini berat bagimu, bagiku juga.”“Berat? Lalu kenapa jika Kak Afnan berat, kenapa setuju memenuhi permintaan Bu Azizah ada apa kak?” Keyra menguncang lengan Afnan meminta penjelasan.“Ini juga kemauan Kakek Damar, kamu tahu sendiri jika sudah menyangkut permintaan Kakek, aku sulit untuk membantahnya, apalagi kesehatan Kakek menurun, aku juga mengkhawatirkan kesehatannya, Key.”“Apa ini semua karena kecelakaan Sean, kenapa satu kesalahanku dijadikan alasan untuk menjauhkanku dari Sean, apa kalian tidak melihat enam tahun ini bagaimana aku menyanyangi Sean.” Keyra mencoba membuka hati Afnan, sup
Samuel tertawa melihat berita kecelakaan di depan sekolah bertaraf internasional, tiba-tiba pintu apartemen dibuka kasar.“Elsa, bisa ‘kan lebih sopan sedikit!” gertak Samuel seraya mematikan televisi.“Kecelakaaan itu ulahmu ‘kan Sam?” tanya Elsa geram.“Aku tidak ada hubungannya dengan kecelakaan itu, jika ada hubungannya, pastilah aku sudah tertangkap, pengemudi mobil itu sudah menyerahkan diri ke kantor polisi,” jawab Samuel santai.Elsa menghela napas lega, lalu duduk di kursi. ”Aku sudah mencetak undangan pernikahan kita, jadi mulai sekarang seriuslah dalam menjalani hidup, kita fokus pada bisnis property.”“Kenapa buru-buru Elsa, aku baru saja menikmati kebebasanku dari penjara, dan kini kamu akan memenjarakan aku dalam pernikahan.”“Jadi maksudmu, kamu belum siap untuk menikah?”“Tunggulah, satu atau dua tahun lagi Elsa.”“Haah dasar pecundang!” umpat Elsa.Elsa bersungut, ia keluar dari apartemen Samuel setelah meletakan undangan pernikahan.“Dasar wanita, apa dia pikir dia
Keyra melajukan mobilnya menuju rumah, setelah memasuki gerbang ia memarkirkan mobilnya, terlihat mobil Afnan juga sudah terparkir, dan terdengar dari arah depan, Afnan sedang bercanda dan bermain dengan Sean dan Zahra, ketiganya tertawa.“Assalamu’alaikum,”salam Keyra.“Waalaikumsalam,” jawab ketiganya, lalu Sean dan Zahra menghambur memeluk Keyra.”Bunda,” ucap keduannya.“Kalian bermain dulu ya, tapi ingat jangan keluar pagar,” pinta Keyra pada kedua anaknya.Keyra mencium satu persatu Sean dan Zahra, lalu menatap Afnan. ”Tumben Kak pulang sore?”“Iya Key, ada sesuatu yang aku khawatirkan, dan aku teringat pada Sean dan Zahra.”“Apa karena Samuel?”“Kamu tahu Key, dia telah bebas.” Keyra dan Afnan berbicara sambil melangkah menaiki tangga.“Sam, menemuiku tadi siang, ah aku cemas jika ia keluar dari penjara, aku masih teringat apa yang dilakukan Amara, bagaimana jika Sam, berbuat sama, balas dendam pada kita, aku saat ini mencemaskan Sean dan Zahra,” ungkap Keyra.“Sama Key, aku j
Hari-hari terus berjalan, baik Keyra dan Afnan di sibukan dengan mengasuh dan mendidik Sean dan Zahra, selain itu pekerjaan juga menguras aktivitas keduanya, tapi Keyra sangat berkomitmen bahwa keluarganya adalah yang terpenting.Pertengkaran Sean dan Zahra kadang membuat Keyra bingung, Sean sebagai anak laki-laki dan usianya lebih tua, kadang memilki sifat egois yang besar, tidak mau kalah, dan permintaannya harus dituruti.Seperti sore itu, sepulang dari Rumah Sakit Praja Hospitaly, terlihat Sean sedang bersitegang dengan Zahra, dan mereka memperebutkan sebuah skyboard, terlihat keduanya sedang bermain di halaman samping.“Kak Sean, kembalikan punyaku, Kakak ambil punya Kakak sendiri,” rengek Zahra.Tarik menarikipun terjadi, tangan mereka saling kuat menarik. ”Kakak pinjam Zahra,” sarkas Sean, semakin kuat menarik.Tiba-tiba Sean melepas, hal hasil Zahra terjengkang dan terpelanting jatuh, melihat hal itu Sean tertawa.“Sean, minta maaf pada Zahra,” suruh Keyra yang melihat kejadia