Keyra tertegun, wajahnya menghadap jendela kamar hotel, hari ini mentari enggan bersinar, setelah semalam di guyur hujan, kabut tipis masih menyelimuti perbukitan hutan pinus, desahan berat terdengar di bibirnya seakan ingin melepas beban yang saat ini di tanggungnya, pikirannya tertuju pada Nayumi, ibu kandungnya, mungkin saat ini ibunya sudah di panggil ke kantor polisi entah terlibat atau tidak, polisi yang akan menentukannya.“Keyra, ayo kita pulang, hari ini kita harus pergi ke kantor polisi,” ajak Afnan membuyarkan lamunan Keyra, lalu ia menoleh ke arah Afnan yang telah berpakaian rapi, sejenak ia terpesona dengan ketampanan dan mata teduh yang dimiliki pria itu, tapi segera dibuangnya pandangannya.“Ayo, aku ingin segera bertemu dengan Mami, aku harap Mami tidak terlibat dengan penculikan ini,” balas Keyra, lalu berjalan melewati Afnan dan keluar kamar hotel.Sekitar satu jam perjalanan, sampailah Keyra di kantor polisi bersama Afnan, seperti dugaan Keyra, ibunya sudah berada d
“Cinta, apa seperti ini yang Kak Afnan bilang cinta. Cinta itu hanya tertuju pada satu orang, jika tidak, itu nafsu.” Keyra kesal, ia berucap dengan tegas.Afnan mencoba berdiri dan meraih tubuh wanita yang terlihat frustasi dengan hubungan pernikahan ini.“Tolong, jangan menganggapku menikahimu dan Lathisa adalah nafsu, aku menyentuh Lathisa hanya satu kali Key, dan Allah menitipkan janin di rahimnya,” bisik Afnan di telinga Keyra yang masih dalam dekapannya.Keyra tiba-tiba tak bisa menahan air matanya, ia ingat akan vonis dokter, jika dirinya kemungkinan kesulitan akan hamil, apakah ini sebuah jalan yang harus ditempuh, haruskan ia menahan harga dirinya demi Afnan, bukankah setiap orang menginginkan seorang anak dari darah dagingnya sendiri, termasuk juga Afnan. Sebagai anak tunggal pastilah kakeknya menginginkan seorang penerus.“Maafkan aku Kak, yang tidak sempurna ini,” ucap Keyra sambil terisak.Dengan lembut jari jemari Afnan mengusap air mata yang luruh di pipi Keyra, lalu d
Keyra mendesah berat, lagi dan lagi sepertinya hidupnya seperti sebuah permainan.“Apa kamu benar-benar tidak mempunyai uang 50 juta, itu uang yang terbilang kecil, lho Key,” ucap Elsa lagi kali ini tangannya mengusap bahu Keyra, dengan senyum penuh ejekan.“Informasi itu tidak terlalu penting untukku, toh semuanya telah terjadi, siapapun orangnya, bagiku tidak ada gunanya, simpan saja informasimu itu,“ balas Keyra terkesan tidak peduli, tangan Elsa disingkirkan dari bahunya dan berlalu pergi.Keyra menaiki mobil dan duduk di belakang setir, lalu berlahan melajukan mobil keluar dari area parkir kantor polisi.“Siapa wanitu itu Key?”“Kekasihnya Samuel.”“Apa yang kalian bicarakan, sepertinya serius?”“Tidak penting Mam, tidak perlu Keyra jelaskan.”“Kamu sekarang bersikap dingin sama Mami, mana sikap manjamu dulu Key?”“Mam... sudahlah.” Kerya berdecih pelan.”Mami jadi ‘kan ikut ke rumah Keyra?”“Tidak ada pilihan lain Key, uang Mami habis, Om Andre di penjara, kamu harus cabut tutu
Lathisa terbaring, di brankar rumah sakit ViP, disana sudah terlihat kedua orang tua Lathisa, mata keduanya terlihat sembab dan menatap nanar.“Assalamu’alaikum,” salam Afnan. Seketika kedua orang tua paruh baya itu menoleh dan menjawab, ”Waalaikum salam, Gus...kamu baru datang,” ucap ibu Lathisa.“Maaf Bu..”“Tidak apa-apa, kondisi Lathisa sempat memburuk, semalam kami langsung membawanya ke rumah sakit, sekarang keadaannya sudah membaik,” sela ayah Lathisa, sambil menepuk bahu Afnan.“Karena kamu sudah disini, dan keadaan Lathisa membaik, kami pulang dulu, jika Lathisa sadar, kamu yang diharapkan ada dihadapannya.” Wanita yang mengenakan hijab lebar itu menatap putrinya dan mengusap air mata yang mengenang di pelupuk matanya.Wanita yang melahirkan Lathisa 25 tahun silam tahu benar, bagaimana putrinya itu sangat mencintai Afnan. Dengan langkah berat, kakinya melangkah meninggalkan kamar dimana Lathisa dirawat, dan berharap Afnan memberi perhatian penuh pada Lathisa.Afnan duduk
Keyra tampak bingung, akankah ia mendatangi Lathisa, pastilah keadaannya akan cangung, lagi pula Keyra belum siap untuk bertatap muka dengan Lathisa, tapi ini adalah tugas yang sudah diniatkannya untuk membantu memberi motivasi. Akhirnya Keyra memakai masker dan kacamata untuk menutupi wajahnya, ia berharap Lathisa tidak mengenalinya.Keyra berjalan pelan menyusuri koridor rumah sakit, sepi dan senyap, banyak kamar yang kosong di lantai 3 yang merupakan kamar vip, di tangannya ada secarik kertas yang bertuliskan nomor kamar, kini ia berhenti tepat di depan pintu kamar 305, setelah mengucap salam, ia membuka pintu.Ceklek, terlihat seorang berbaring di brankar dengan infus terpasang di tangannya. Mendengar ada seseorang masuk, pasien itu menoleh.Langkah Keyra seketika terhenti, ketika matanya saling bersitatap dengan pasien yang berusaha bangkit untuk duduk.Lathisa gumamnya dalam hati.“Silahkan duduk, Dokter Pram sudah memberitahukan, jika Anda akan datang, siapa namamu?”“Hemmm Ani
Afnan mengajak Keyra di sebuah resort sederhana yang sudah dipesannya, keduanya lalu bergegas mengambil air wudhu dan berlanjut menunaikan kewajiban salat magrib. Malam semakin larut, jam di dinding menunjukkan pukul sembilan malam, setelah kedunya menghabiskan waktu makan malam bersama, kedua pasang suami istri yang terlihat canggung itu mulai merebahkan diri di atas ranjang berukuran sedang, membuat tubuh keduanya saling mendekat. Hawa dingin perbukitan mulai menembus tulang, berlahan Afnan merekatkan pelukannya ke tubuh Keyra, tubuh yang kedinginan itu membutuhkan kehangatan, tak butuh waktu lama kedunya hanyut dalam dekapan asmara yang membawa dua tubuh beda jenis melambung tinggi ke angkasa, kembali keduanya larut tenggelam dalam lautan asmara, lenguhan kecil terdengar di bibir dua insan, ketika puncak kenikmatan kembali mereka rasakan, hingga keduanya terlelap dengan tubuh saling berpelukan.Azan subuh terdengar sayup-sayup, Afnan membangunkan Keyra, tubuh mungil tanpa sehe
“Jangan menfitnah Kyai Damar jati,” bantah Keyra.“Sudah aku duga, kamu tidak percaya.”“Bagaimana mungkin seorang pembina pesantren, bisa mengenal barang haram seperti itu, walaupun itu hanya untuk mengelabui.”“Itu bukan obat terlarang yang Afnan dan kamu kira, itu hanya tepung yang aku kemas menyerupai obat-obatan terlarang.”Senyum puas terlihat di wajah Elsa, tapi sebaliknya Keyra, wajahnya terlihat menahan amarah, dan tidak menyangka kakek mertuanya dalang dari semuanya demi terwujud memiliki menantu Lathisa sesuai keinginannya.Tanpa berpamitan pada Elsa, Keyra pergi begitu saja, dengan hati yang sangat kecewa.***Keyra saat ini sudah berjalan di lorong rumah sakit, hari sudah menjelang sore, seharusnya ia mengunjungi Lathisa, tapi entah mengapa ia malas sekali.Tapi sekali lagi rasa kemanusiaannya mendorongnya untuk datang menemui Lathisa.Keyra berjalan menuju lift dan berhenti di lantai 3 lalu berjalan mendekati pintu nomor 301.“Assalamu’alaikum.”“Waalaikumsalam.”Keyra y
Satu lawan dua, pertarungan yang tidak seimbang, Afnan berusaha melawan, dan menghindar, kemampuan ilmu beladirinya tidak dapat di anggap sepele, walau dengan tangan kosong ia berhasil melumpuhkan dua preman, tapi naas, luka sayatan di bagian bahu, berhasil ia terima, tapi ia balas preman itu sekali pukulan dan terkapar, hingga Afnan berhasil merebut senjata tajam milik mereka.Dengan cepat Afnan meraih tas yang masih dalam genggaman salah satu preman yang tersungkur di tanah.“Pergi kalian, dan bertobatlah, sebelum kejadian buruk menimpa kalian!” perintah Afnan.Kedua preman pun pergi menaiki montor dan menjauh dari Afnan. Melihat kedua preman pergi, Keyra turun, dan menyusul Afnan.“Kak Afnan terluka.”“Ini semua kerena keras kepalamu yang selalu membahayakan dirimu,” sarkas Afnan, sambil memegang bahunya yang keluar darah.“Ayo kak, kita ke rumah sakit,” ajak Keyra dengan cemas.“Tidak, kamu yang tanggung jawab, mengobati lukaku ini. Ambil kotak obat di dashbord dan obati luka ini