JERITAN MALAM PENGANTIN part 3
Nenek, Kakek juga Paklik Mulyono sudah bersiap-siap akan pergi menghadiri acara khitanan cucu Bude Tiwi di desa sebelah.Mungkin juga mereka akan menginap di sana sampai acara selesai. Bude Tiwi ini masih saudara jauh Kakek, aku dan Intan memilih untuk di rumah saja."Jangan lupa pintu dan jendela dikunci ya!" titah Nenek sambil memakai hijab."Iya, Nek. Kalau bisa jangan menginap ya?!" pinta Intan."Nggak enak kalau nggak nginep, pasti di sana bantu-bantu juga. Kamu disuruh ikut malah nggak mau.""Sempit, Nek, di sana. Mau tidur di kebun? Mending aku di rumah," jawab Intan.Aku hanya menatap Nenek saja yang dari tadi sibuk merapihkan hijabnya. Kadang aku lucu melihat tingkah Nenek, sudah benar-benar aku pakaikan hijab dengan rapih. Tetapi Nenek malah merubahnya lagi."Mel, kamu juga nggak mau ikut?" tanya Kakek."Kalau aku ikut si Intan sendirian dong di rumah,""Ya sudah kalian baik-baik di rumah. Jangan keluyuran malam-malam. Kalau tidak, ajak teman-temanmu ke sini, teman cewek ya. Jangan cowok!" ujar Kakek."Iya, Kek," jawabku bersamaan dengan Intan.Paklik Mulyono ini anak ke dua dari Kakek dan Nenekku. Sedangkan anak pertamanya adalah ayahku dan anak ke tiga ibunya Intan. Istri dan anak Paklik Mulyono sedang pulang kampung ke Bandung.Mereka pergi dengan menyewa mobil milik temannya Paklik Mulyono. Sebelum pergi tiba-tiba Paklik Mulyono mendekatiku."Jangan takut, hadapi dengan kekuatan imanmu pada Allah. Karena manusia ciptaan-Nya yang paling sempurna. Gunakan kelebihanmu dengan melakukan kebaikan," ucap Paklik sambil menepuk pelan pundakku, dan setelah itu mereka segera pergi karena jam sudah menunjukkan pukul 19.45 menit."Inget pesan Kakek ya!" ucap Kakek mewanti-wanti.Aku dan Intan mengangguk tanda mengerti dengan ucapan Kakek.Aku memang terlahir dengan memiliki suatu kelebihan. Kelebihan yang menurutku sangat mengganggu hidupku. Ah, andai saja aku bisa memilih. Aku akan memilih untuk tidak bisa melihat dunia mereka. Ya, dunia lain.Sebenarnya Kakek pun sama sepertiku, dan Paklik Mulyono pun sama. Kami sama-sama bisa melihat dunia lain. Sudah beberapa kali aku mencoba untuk menutup mata batin ini. Tapi, sama sekali tidak bisa ditutup. Aku juga sudah meruqyah diri ke Ustaz dan orang-orang yang pandai agama. Hasilnya nihil. Mereka bilang ada silsilah keluarga dan tidak bisa ditutup. Jadi, mau tidak mau aku harus menerima kelebihan ini. Kelebihan yang sama sekali tidak aku inginkan."Assalamu'alaikum ...." Salam mereka semua berpamitan."W*'alaikumsalam ...," jawabku dan Intan.Setelah mereka semua pergi Intan buru-buru menutup dan mengunci pintu serta jendela."Mel ... mending ajak teman-teman ke sini deh. Daripada kita berduaan doang, kan horor banget. Ajak Ridwan dan Hanif juga, biar mereka tidur di ruang tamu buat jagain kita," ujar Intan menyarankan."Ya udah gue kirim W******p di grup."Aku segera mengirim pesan di grup yang berisikan. Aku, Intan, Hanif, Ridwan, Irma dan juga Kak Sarah.[Assalamu'alaikum, gengs. Kalian bisa ke rumah Nenekku, nggak sekarang. Soalnya mereka semua sedang pergi ke khitanan cucunya Bude-ku. Aku cuma berdua doang sama Intan. Ke sini ya kalian, temenin kami!] Ku klik send. Pesan sudah terkirim.Aku pergi ke dapur untuk memasak mie instan. Perutku lapar karena tadi belum makan. Intan kutinggalkan di ruang tv, mungkin anak itu tertidur sekarang. Intan tidak bisa terkena bantal dan kipas angin, pasti anak itu langsung terbuai dalam mimpi alis pelor, nempel molor.Suara kilatan serta gemericik air hujan yang turun begitu menyeramkan.Glaaaaarrr ....Suara petir menggelegar memekak 'kan telinga. Aku terlonjak kaget, hampir saja mangkuk yang berisi mie instan ini kulempar.Dug!Dug!Dug!Suara pintu diketuk sangat cepat. Ah, bukan diketuk. Lebih tepatnya digedor-gedor seperti ingin merampok."Tan, bangun, Tan. Bukain pintu sana, itu ada yang gedor-gedor. Barangkali si Ridwan dan lainnya sudah sampai."Aku menepuk-nepuk pipi Intan agar anak ini terbangun."Apaan sih, Mel? Ganggu orang tidur aja deh!"Intan mengendus-ngendus ke arah mangkukku bagai seekor kucing."Masak mie nggak bilang-bilang! Gue kan juga mau, Mel. Tolong masakin dong buat gue!""Ogah! Masak aja sendiri. Sana, bukain pintu dulu tuh!"Intan segera bangkit dari tidurnya, dan beranjak ke depan untuk membukakan pintu dengan jalan sempoyangan seperti orang mabuk.Dug!Dug!Dug!"Sabar woy, gue lagi jalan. Kaga sabaran banget sih! Nggak ada akhlak kalian!"Intan mengomel tak jelas, mungkin kesal karena waktu tidurnya terganggu.Aku pun segera menyusul Intan ke depan, untuk melihat siapa yang datang.Ceklek ...."Mbak Anggun. Ada apa, Mbak?" tanya Intan sambil mengucek-ngucek matanya.Mbak Anggun diam tak menjawab. Pandangannya kosong, rambut panjangnya tergerai tak beraturan. Sebagian menutupi wajah cantiknya yang memucat.Bau hanyir serta busuk bangkai tercium, membuatku ingin muntah."Hoeeekk!"Mba Anggun memuntahkan darah bercampur belatung yang begitu sangat banyak.Intan membelalakan matanya, ketika melihat Mbak Anggun muntah tepat di hadapannya. Intan langsung mundur dan merangsek ke belakang badanku.Kini aku yang berhadapan dengan Mbak Anggun. Mbak Anggun masih saja memuntahkan darah yang bercampur belatung itu.Perutku mual, benar-benar sangat mual. Aku langsung muntah saat itu juga.Hoooeeekk!Hoeeekkk!"Tooollooongg ...!" Mbak Anggun berbisik sangat lirih di telingaku.Bruuggg!Sesuatu jatuh dari atap rumah Pak Cipto sangat keras benturannya, aku dan Intan sangat terjejut. Dan segera melihat ke arah rumah Pak Cipto.Sesuatu yang jatuh dari atap rumah Pak Cipto berbentuk bulat seperti kelapa. Benda itu menggelinding ke arah kami.Tunggu!Kenapa benda bulat itu mengeluarkan darah dan memiliki telinga?Apakah pandanganku yang salah melihat karena gelap? Atau benda apakah itu sebenarnya?!Mbak Anggun kembali diam mematung. Pandangan matanya pun melihat ke arah rumah Pak Cipto.Dapat aku rasanya kalau tubuh Intan bergetar hebat seperti terkena gempa bumi.Tring ....Tring ....Ponselku berdering di atas meja. Intan segera ngambilnya dan mengangkat panggilan tersebut."Cepetan ke mari! Gue takut!"Setelah berbicara dengan seseorang di sebrang telepon Intan pun mematikannya."Siapa?" tanyaku menatap Intan."Ridwan, udah dekat dia."Tiba-tiba saja sosok Mbak Anggun menghilang dari hadapan kami.Deg!Cepat sekali perginya. Ke mana perginya, bukankah tadi masih berdiri di sampingku?Bising suara motor terdengar mendekat. Mungkin itu Ridwan dan teman-teman lainnya.Pantulan sinar motor menyorot wajahku dan juga Intan. Saat semakin dekat cahaya motor tersebut. Disitulah aku dan Intan mematung, badan kami tak bisa digerakan karena terlalu syok.Air mata membanjiri pipi kami berdua. Benar-benar pemandangan yang sangat menyeramkan. Aku pikir temanku yang datang, tapi ternyata bukan.Sosok badan tanpa kepala mengendarai motor menuju ke arah kami berdiri mematung."Arrghhh!" Intan pingsan karena tidak tahan melihat pemandangan menyeramkan ini.Bisa kau bayangkan bagaimana mengerikannya wujud sosok ini?Mengendarai motor tanpa kepala, serta badan yang berdarah-darah.Bersambung .....JERITAN MALAM PENGANTIN part 4Sementara Intan jatuh pingsan, kini aku yang diam mematung di hadapan sosok tanpa kepala tersebut.Kenapa aku tidak ikut pingsan saja seperti Intan? Kenapa malah diam di tempat seperti ini. Badanku sama sekali tidak bisa digerakan, seolah terhipnotis dengan sosok tanpa kepala.Batinku menjerit, berkata ingin pergi. Tapi tubuhku tetap mematung. Keringat sebesar biji jagung telah membanjiri tubuhku. Gelegar petir serta hujan yang masih turun menambah keseraman ini. Aku di hadapkan dengan wujud yang sangat mengerikan. Sementara itu, tepat di samping sosok wujud tanpa kepala itu, ada sosok lain yang menatapku tajam. Badannya berbulu, besar, serta mempunyai mata merah dan taring yang panjang.Allah ... napasku tercekat, seperti dicekik oleh seseorang.Sebisa mungkin aku terus membaca ayat-ayat Al-Qur'an di dalam hati, agar tubuhku tidak terkunci seperti ini.Perlahan, wujud tanpa kepala itu berjalan terseok-seok. Aku baru menyadari, bahwa sepertinya ini tubu
JERITAN MALAM PENGANTIN part 5"Janc*k!" teriak Hanif berlari sambil memegangi handuk yang melingkari pinggangnya."Kalian pada kenapa sih? Kenapa pada lari-larian gitu?" tanya Kak Sarah panik."Demit sial. Tuh, ada di dapur.""Panik sih panik, itu celana dipakai dulu sana," ujar Irma melihat Hanif dengan pandangan aneh."Gue lupa. Ya udah gue pakai di pojokan aja, jangan pada ngintip lu semua!""Rugi gue liatin lu pakai celana, menodai mata gue aja!" ketus Irma sambil menutup wajahnya dengan tangan.Cetlek!Tiba-tiba lampu padam. Di dalam rumah tampak gelap gulita. Ka Sarah langsung mengintip ke jendela, ternyata bukan hanya rumah Nenek yang lampunya mati. Tapi semuanya padam.Teror, lampu mati. Lengkap sudah kini penderitaan kami.Dug ....Dug ....Dug ...."Siapa yang malam-malam dan mati lampu gini main bola sih? Kurang kerjaan banget, udah gitu hujan deras lagi. Gila apa ya, tuh, orang!" maki Hanif."Entah, coba lu tengok, Nif!" ucapku sambil menyinari ruang dengan lampu ponselku
Setelah kurang lebih dua puluh menit perjalanan menuju rumah Kak Sarah. Akhirnya kami sampai juga, kami disambut oleh keluarga Kak Sarah. Keluarga Kak Sarah nampak sangat panik. Terutama ayahnya Kak Sarah."Ayo kalian masuk. Langsung mandi dan ganti baju, setelah selesai mandi kumpul di ruang tamu!" tegas ayahnya Kak Sarah.Kami semua masuk ke dalam rumah Kak Sarah dan bergantian untuk mandi.Kepalaku terasa nyeri akibat benturan tadi, sedangkan Intan terlihat masih syok atas kejadian yang menimpa kita semua.Benar-benar malam yang sangat menyeramkan. Ketika kita panik, otak tak mampu berpikir dengan jernih. Segala sesuatu pasti dilakukan terburu-buru dan gegabah."Gue, mau pulang aja ke Jakarta," ucap Intan tiba-tiba dengan terisak."Sabar, Tan. Kalau kita pulang, terus siapa yang bakal mengungkap misteri ini? Bukankah sebelumnya kita juga pernah seperti ini?" jawabku sambil memegangi kepala yang masih nyeri."Dulu kita pulang ke Jakarta. Terus apa? Arwah itu meneror kita juga kan sa
Setelah kejadian semalam. Akhirnya kami semua memutuskan untuk menginap di kediaman Kak Sarah. Ridwan dan Hanif tidur di ruang tamu, dan kami para wanita tidur di kamar Kak Sarah. Kamar Kak Sarah lumayan besar, sehingga bisa menampung kami semua. Untungnya Kak Sarah tidak menggunakan ranjang pada kasurnya. Kasur springbed ia letakan di lantai atau lesehan. Kak Sarah bilang, ia takut jika menggunakan ranjang kasur. Takut di bawahnya ada penampakan. Dan subuh ini kami para wanita salat jama'ah di rumah. Sedangkan para lelaki berjama'ah di musala desa."Mel ... ambil wudhunya barengan, gue takut!""Ya Allah, Tan. Udah subuh kali, setan juga kaga ada subuh-subuh mah," ucapku kesal pada Intan."Bodo amat! Pokoknya bareng. Kalau nggak bareng gue nggak jadi salat!" cetusnya."Hilih, semprul! Mau jadi titisan setan lu nggak salat? Ya udah ayo bareng."Kemudian aku dan Intan berbarengan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Salat pun dipimpin oleh ibunya Kak Sarah."Assalamu'alaikum Warahmatul
Mataku masih menatap ke arah belakang rumah Pak Cipto. Siapakah wanita berbaju merah itu? Jalannya tertatih-tatih, seperti merasakan sakit yang luar biasa. Bukan, bukan Mbak Anggun. Aku tau bagaimana postur tubuh Mbak Anggun.Mbak Anggun tinggi semampai, dan yang aku lihat ini berperawakan kecil mungil. Mungkin tingginya hanya 155 centimeter saja.Teman-temanku yang lainnya pun ikut menengok ke belakang rumah Pak Cipto."Mm--Mba Wuri," ucap Hanif terbata.Hah, Mba Wuri? Bukankah katanya Mbak Wuri sudah meninggal. Aku memang jarang sekali melihat Mba Wuri jika liburan ke desa ini, satu atau dua kali aku pernah bertemu dengan Mba Wuri. Wajahnya cantik dengan kulit putih bersih."Nggak usah bercanda deh. Lu bilang Mbak Wuri udah meninggal kan? Bagaimana bisa orang itu adalah Mbak Wuri," ucap Intan panik."Tapi itu beneran Mbak Wuri, gue hafal banget sama postur tubuhnya." Hanif tetap pada pendiriannya kalau itu Mbak Wuri."Udah pada nggak usah ngaco! Nggak usah dilihatin. Pura-pura ngga
Setelah Nenek masuk ke dalam kamar. Kini di ruang tamu hanya ada aku, Intan dan teman-temanku saja."Masih mau diterusin, Mel?" tanya Intan."Masih, emang lu mau desa ini di teror terus tiap hari. Entar lama-lama nama desa ini bukannya desa Indah Permai lagi. Tapi desa sarang hantu," sahutku."Hiihhh ... serem amat itu omongan." Intan bergidik ngeri."Ya udah, lebih baik kita coba omongin lagi sama Kakek baik-baik. Semoga Kakek izinin, atau kalau nggak kita selidiki bareng-bareng sama Kakek dan Paklik Mulyono," ucap Ridwan memberi ide."Nah, ide yang bagus tuh, Mel," ujar Hanif menimpali dan disetujui oleh teman-teman lainnya.Aku masih diam tak merespon, tapi ide yang dibilang Ridwan boleh juga sih. Kenapa tidak kami selidiki saja bersama Kakek dan Paklik. Setelah nanti ketahuan siapa yang bersekutu dengan iblis, barulah kami akan panggil Ustaz Fiqih."Ya udah nanti gue pikirin dulu ide dari lu, Wan," ujarnya."Nah, gitu dong. Ya udah kita balik dulu ya, lu coba ngomongnya baik-baik
"Ora usah ngeganggu, wong mati iku ngegone wis udu neng dunyo maneh.Opo kowe mati digawe tumbal?" tanya Kakek.(Nggak usah mengganggu, orang mati tempatnya bukan di bumi lagi. Apa kamu mati karna dijadikan tumbal?)Aku, Intan, Irma saling merangkul karena ketakutan. Kakek, Paklik, menjagaku dari depan sedangkan Hanif dan Ridwan menjaga di belakang. "Kowe podo weruh sirahku ora, hah?" Lagi suara lirih dari sosok tanpa wujud itu menanyakan di mana kepalanya.Grookk ....Bug!Seperti suara orang yang digorok lehernya sampai kepalanya putus. Allah ... kenapa banyak sekali gangguannya ketika kami ingin tahu siapa orang yang ke sungai itu.Kami semua langsung berdoa membaca ayat kursi dan surah-surah lainnya. Intan membaca ayat kursi dengan suara yang bergetar dan menahan tangis.Arrggghh ....Teriak-teriakan itu menggema di kebun tebu ini, teriakan kesakitan serta rintihan yang menyayat hati."Sepertinya kita tidak bisa meneruskan untuk memata-matai sekarang. Apalagi turun hujan rintik-
Setelah Ustaz mengusapkan air ke wajahku, aku jadi sedikit lebih tenang. Nenek langsung mendekapku dan mengusap rambut hitamku yang dikuncir kuda.Hoeeekk ....Hoeeekk ....Tuti kembali memuntahkan darah segarnya, kali ini ia muntah lebih banyak. Matanya kini sendu setengah terpejam.Grookkk!Grookkk!Tuti menggelepar seperti ikan yang kehabisan air, serta menyuarkan seperti lehernya tengah di gorok seseorang."Aarrrghh ... sakit, Bu," teriak Tuti. Matanya masih mendelik ke atas, napasnya mulai sesak. Tuti menghembuskan napas terakhirnya dengan mulut menganga, serta mata yang melotot menatap ke atas langi-langit rumah."Innalillahi wainnalilahirojiun ...," lirih suara Pak Ustaz sambil mengusap mata Tuti yang mendelik ke atas."Maksud Pak Ustaz apa ngomong kaya gitu?" ucap Pak Guntur dengan suara bergetar."Tuti sudah pergi, Pak Guntur. Mohon untuk di ikhlaskan kepergiannya." Pak Ustaz berkata sambil mengusap bahu Pak Guntur."Nggak mungkin anakku mati." Pak Guntur langsung mendekap tu
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH extra part 2Ridwan langsung membalas WA dari Melly dan mengiyakan untuk mencarikan yang disuruh oleh MellySebelumnya Ridwan terlebih dahulu bertanya pada kakek dan ayah Tasya. Setelah mendapatkan informasi di mana ia bisa mendapatkan barang-barang yang diperlukan Melly, lantas Ridwan dan Hanif pergi untuk mencarinya.Mereka mencari di dekat hutan lokasi tempat kejadian semalam, tak butuh waktu lama Ridwan dan Hanif menemukan yang disuruh oleh Melly.Saat Ridwan dan Hanif ingin pergi tiba-tiba Hanif menunjuk ke arah rumput yang berwarna merah sepertinya itu darah Luna namun ada perasan jeruk nipis di sekitar darah tersebut."Siapa yang ngucurin jeruk nipis ke darah ya?" tanya Hanif pada Ridwan"Ini bekas darahnya si Luna kan sama Bram, bukannya darah kalau dikucurin jeruk nipis arwahnya kesakitan ya?" tanyanya lagi"Udahlah ayo langsung balik aja Melly pasti udah nunggu kita di rumah!" ajak Ridwan.Ridwan tak mau ambil pusing apa yang ditunjukkan oleh Hanif,
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH extra partSelesai Ustaz mengajak salat taubatan nasuha warga pun kembali pulang ke rumah masing-masing.Melly dan yang lainnya menginap di rumah Thasya, Ridwan dan Hanif akan tidur bersama dengan kakek Thasya di ruang televisi.Berkali-kali Melly mengembuskan napasnya kasar dan memijit keningnya. Raut wajahnya terlihat cemas memikirkan sesuatu hal."Kenapa, Mel?" tanya Dinda mendekati Melly."Nggak papa," kilah Melly tersenyum simpul.Hanya Melly dan Dinda yang masih terjaga sampai larut malam, yang lainnya sudah tertidur dengan sangat pulas karena kelelahan dengan kejadian yang menggemparkan desa."Tapi mukamu tidak menujukkan kamu sedang baik-baik aja, Mel. Cerita aja sama aku, kali aja bisa sedikit lebih plong hatimu," bujuk Dinda."Huh!" Lagi Melly membuat napasnya."Teror Mbak Asih udah nggak ada, tapi sekarang rasanya ada sosok lain yang dendamnya masih membuat dirinya gentayangan sekarang," keluh Melly."Siapa? Apa si Luna dan Bram itu?" sahut Dinda m
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 18"Allahu Akbar. Mas Riski!" teriak Asih menangis.Asih mencoba untuk memberontak dari tahanan warga, tetapi tak bisa. Tangannya dicekal dengan sangat kuat.Plak!"Diam kamu pencuri!" bentak Luna menampar pipi Asih dengan keras.Asih terhuyung--tubuhnya terperosot ke bawah. Air matanya terus membasahi pipinya. Kini matanya mulai sembab, wajahnya memerah menahan sakit di pipi juga di hati."Demi Allah, aku nggak mencuri kotak amal. Aku tau dosa, aku masih takut siksa kubur," lirihnya."Halaah, maling mana ada yang mau ngaku! Bakar aja, bakar! Jangan sampai kampung kita dikotori oleh pencuri seperti dia!" tunjuk Ucup mempropokasi warga."Hei! Jangan main hakim sendiri, kamu kira Asih apaan main bakar-bakar aja. Dijaga ucapanmu!" bentak Ayah dan kakeknya Thasya saat tiba di rumah Asih.Banyak sudah warga yang termakan dengan hasutan setan Ucup, Luna dan juga Bram.Warga tak mau mendengar ocehan siapapun, hasutan setan sudah ditelan mentah-mentah. Asih dia
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 17Luna tak hanya membual, ia benar-benar memikirkan bagaimana caranya menghancurkan hubungan Asih dan Riski. Luna tak ingin Riski bahagia dengan Asih. Rencana licik Luna tersusun rapih. Ia sudah memikirkan segala resikonya. Dan jelas ia meminta bantuan pada Bram dan Mbak Sumarno."Kalau kamu benar-benar cinta sama aku. Turuti segala kemauan dan perintahku. Aku tak ikhlas jika Riski bahagia dengan Asih, biar bagaimanapun aku pernah mencintainya," tegasnya. Dalam hati terdalamnya, rasa cinta itu masih ada sampai sekarang. Luna wanita rakus, ia pintar memutar balikkan fakta dan bersilat lidah."Apa rencanamu untuk menghancurkan mereka?" tanya Bram serius."Fitnah Asih! Buat dia sampai mati dihabisin massa!" geramnya."Maksudmu?"Luna menjelaskan tentang rencana jahatnya pada Bram. Luna menyediakan satu lelaki suruhan untuk berpura-pura menjadi simpanan Asih agar Riski benci dengan Asih, setelahnya Luna menyuruh Bram mengambil kotak amal di musala secara di
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 16Melly mengambil alih menggendong Denia dalam gendongan Intan. Suara lolongan anjing terdengar memekakkan telinga."Ayo pergi. Ada hal yang nggak beres akan terjadi lagi!" titah Melly.Intan dan Thasya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Mereka gegas berjalan meninggalkan daerah hutan.Setiap mereka berjalan seakan dipantau oleh seseorang dari tempat lain.Mata Melly dan Thasya terus mengawasi sekitar, takut jika ada serangan dari makhluk jahat itu lagi."Nggak habis pikir gue sama yang bawa Denia ke dekat hutan! Nggak ada otaknya!" maki Intan sambil terus mempercepat jalannya."Sampai gue tau siapa orangnya, gue patah*n tulangnya!" ocehnya lagi."Udah nggak usah ngedumel, ngedumelnya nanti kalau udah ketahuan siapa orangnya!" tegas Melly.Mereka bertiga semakin mempercepat langkah kakinya menuju ke desa.Dalam gendongan Melly--Denia tertidur dengan tenang.Selama berjalan mereka terus melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an.Tung! Tung!Bunyi pukulan
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 15Intan yang melihat Melly gemetar segera membuat teh manis hangat untuknya. Ia juga sangat terkejut dengan apa yang diucapkan Melly.Siapa orang yang tega mengambil jasad Mbak Asih dan nemfitnah Mbak Asih."Nih, Mel, minum dulu biar tenang. Eh, gue lupa cuma bikin satu doang, Tha, hehe. Maaf, ya, lu kalau mau bikin sendiri aja. Lagian ini kan rumah lu," celetoh Intan."Iya, santai aja. Aku kalau mau nanti bikin sendiri kok. Ya udah mending sekarang kita masuk ke kamar, nanti anak-anak nyariin dan curiga terus malah jadi heboh malam-malam gini," ujar Thasya.Sebelum masuk ke kamar mereka bertiga mengatur napasnya dulu agar Dinda dan Dea tak curiga dan panik."Jangan diceritain dulu ya, Tha. Takutnya nanti malah mereka pada ketakutan," jelas Melly."Siap," sahut Thasya dan bergegas ke kamarnya.Baru saja mau masuk ke dalam kamar, diluar rumah terdengar suara teriakan orang yang tengah ketakutan.Belum lagi suara pentungan pos ronda yang sangat nyaring un
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 14"Hati-hati, Mel, jangan ngebut." Intan meneriaki Melly."Iya, tenang aja!" sahut Melly berteriak juga.Buluk kuduknya meremang saat melewati sosok Mbak Asih yang melayang di udara."Astaghfirullah." Melly menepuk dadanya pelan dan berhenti mendadak di dekat kebun singkong.Begitupun dengan Intan yang ikut memberhentikan laju motornya. Ia paham apa yang dilakukan Melly, karena sekarang Intan pun peka dan sensitif dengan ghaib. Perlahan batinnya terbuka dengan sendiri."Pasti kamu abis melihat Mbak Asih di sekitar sini, ya?" bisik Thasya pada Melly.Mau tak mau Melly pun menganggukan kepalanya dan membenarkan pertanyaan Thasya. Thasya langsung merapat, memeluk tubuh Melly."Tenang. Bantu doa aja, sekarang gue mau fokus lagi bawa motor," ujarnya dengan membuang napas kasar."Bismillah ya Allah ... lindungi kami semua." Doa Thasya memejamkan matanya.Melly dan Intan kembali melajukan motornya, Dea tertidur diboncengan Intan. Dea berada di tengah antara In
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 13"Mbak A--Asih." Mereka begitu gemetar menyebutkan nama Mbak Asih yang kini tepat berada di hadapannya.Tubuh Dea merosot ke tanah, ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sementara Dinda dan Thasya diam di tempat, tubuhnya tak bisa digerakkan. Hanya lelehan air matanya saja yang keluar dari matanya."Thasya!" teriak seorang wanita.Perlahan sosok Mbak Asih menghilang dari hadapan mereka. Tubuh Thasya limbung, ia juga terjatuh ke tanah."Lu nggak apa-apa?" Ternyata yang memanggil dirinya adalah Melly, Melly datang bersama dengan Intan. Melly langsung memeluk Thasya dan mencoba menenangkannya. Sementara Intan mengambil sebotol air minum dari dalam tas gembloknya."Ini minum dulu." Intan menyodorkan sebotol air pada Thasya.Thasya meminumnya setelah itu ia berikan air minum itu pada teman-temannya. Melly dan Intan membantu Thasya dan Dea untuk berdiri."Kok kamu tau aku ada di sini?" Thasya heran dengan Melly dan Intan yang tahu keberadaannya
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH part 12šššPOV Author"Maaf nih, Bu, Pak. Kami nggak bisa lama-lama mainnya. Soalnya abis ini mau ketemu sama teman," ujar Dinda pada semuanya. Dinda merasa suasana sudah tak kondusif lagi maka ia mencari alasan untuk segera pulang."Owalah, ya sudah kalau begitu. Padahal Denia masih mau main kayanya, anteng dia digendong sama Thasya," jawab Pak Yahya."Ayo kita pulang!" ajak Dinda pada teman-temannya.Sedangkan rawut wajah Riski terlihat kecewa dengan ajakan Dinda mengajak Thasya untuk pulang."Ya udah kalau gitu, kami pamit pulang ya. Assalamualaikum." Dinda--Dea--Thasya mencium tangan orang tua Mbak Asih dan berpamitan pada Sekar serta Riski.Saat berpamitan pada Sekar ia hanya menujukkan wajah datarnya saja, tak ada senyuman menghiasi kepergian mereka.Dinda buru-buru menarik tangan Thasya dan juga Dea untuk menuju ke motornya.***"Keluar nggak bilang-bilang dulu sama orang tua, bikin panik aja!" omel Ibu dan Ayah berbarengan saat Thasya memarkirkan