“Sa-ya tidak bermaksud berkata, seperti itu,” ucap Anna dengan gugup.Dirinya sama sekali tidak menyangka, kalau Ray akan muncul di dapur ini. Bukankah seharusnya Ray masih berada di ruang kerja disibukkan dengan pekerjaannya.Ray berjalan memasuki dapur dengan terpincang, karena kakinya yang masih cidera. Ia melayangkan tatapan yang dingin kepada Anna.Sebenarnya Ray tidak peduli dengan apa yang dikatakan Anna kepada dirinya. Hanya saja mengetahui Anna yang mengatakan tidak menyukainya, sedikit mengusik egonya.“Apa yang kau lakukan di sini, Deb?” Tanya Ray kepada adiknya.Adik Ray melayangkan tatapan mengejek ke arah Ray. “Kau khawatir aku akan menyakiti calon istrimu? Kau tidak perlu cemas, ia bisa membela dirinya sendiri. Ini adalah urusan dua orang wanita!”Ray membalas senyum adiknya dengan sinis. Ia, lalu duduk di samping Debbie. “Anna, buatkan kopi untukku!”“Anda sudah cukup banyak minum kopi untuk hari ini!” sahut Anna.Debbie mencibir ke arah Ray. “Kenapa kalian berdua terl
“Itulah yang akan saya lakukan, Nona! Membereskan semua ini, sahut Anna pelan.Ray melipat tangan di depan dada, diam memperhatikan apa yang terjadi antara Anna dan Debbie. Ia menanti apa yang akan dikatakan Anna untuk membela dirinya.Ia tidak akan membela salah seorang dari mereka. Dirinya hanya akan menjadi pengamat saja melihat perseteruan antara Anna dan Debbie.“Huh! Kau memang pelayan yang tidak tahu diri dan melunjak hanya, karena akan menjadi calon Istri kakakku!” ucap Debbie.Dengan wajah kesal Debbie berjalan menuju pintu keluar. Dan ketika itulah ia baru menyadari, kalau Ray berdiri diam sedari tadi.“Apakah kau akan membela calon Istrimu, yang seorang pelayan itu?” ejek Debbie.Ray menatap tajam adiknya itu. “Apakah aku harus mengingatkanmu, kalau Ibumu dulu juga pelayan!”Wajah Debbie berubah menjadi merah, karena marah. Ia terlihat tidak suka mendengar Ray mengungkit masa lalu almarhumah Ibunya.“Ibuku dan calon Istrimu jelas sekali berbeda! Dan kau tidak perlu menginga
“Apa! Mengapa harus memanggil polisi? Pelayan itu jatuh sendiri dan tidak ada perlunya sama sekali untuk memanggil polisi!” seru Debbie dari atas tangga.uta Ray memutar badan dari melihat pelayannya, ke arah Adiknya. Ia menatap Adiknya itu dengan tatapan tidak suka. “Kita akan membuktikan ucapanmu! Di rumah ini ada kamera pengaman untuk mengawasi apa yang terjadi di rumahku!” tegas Ray. Dengan cepat, sambil melompati dua anak tangga sekaligus Debbie mendekati Ray. Ia berhenti tepat satu anak tangga di atas Ray. Diguncangnya badan Ray dengan keras, sambil berteriak. “Kau tidak boleh melakukannya! Aku tidak mau masuk penjara!” Ray dengan kasar melepaskan pegangan Debbie. Tatapan matanya sedingin es, begitu pula dengan ucapannya. Ia mengatakan kepada Debbie, kalau dirinya tidak akan membiarkan Debbie begitu saja, setelah ia membuat Anna terluka. “Kau harus mendapatkan hukuman atas apa yang kau lakukan, agar kau tidak berani mengulanginya kembali!” kata Ray. Pelayan Ray yang terdia
“Calon Istrimu yang melakukannya! Jikalau kau ingin marah, silakan saja marahi dirinya,’’ sahut Debbie, sambil tersenyum lebar.Ray menggerutu mendengarnya. ia melihat adiknya dengan dingin. Ia mengusir adiknya untuk keluar dari kamar.Ray berjalan menuju kamar mandi untuk menuntaskan kegiatan alamiahnya, setelah keluar ia tidak melihat Adiknya lagi.‘Sepertinya aku harus ke rumah sakit untuk melihat keadaan Anna,’ batin Ray.Ia berjalan menuju walking closet, lalu diambilnya kemeja dan juga celana kain. Selesai berpakaian Ray berjalan keluar kamar.Ia menuruni tangga menuju lantai satu, ketika itulah Ray melihat Debbie sedang menyeret kopernya keluar rumah.“Rupanya, kau sudah sadar diri juga! Kartu kredit dan Atm mu sudah kublokir. Kau harus bekerja, kalau ingin uang,” ucap Ray dengan dingin.Debbie langsung menghentikan langkah dan menoleh ke arah Ray, dengan tatapan yang berapi-api. Wajahnya pun menjadi merah, karena marah.Dilepaskannya tangannya dari koper yang ia pegang. Ia ber
“Anda salah Tuan! Saya tidak mungkin melakukan hal itu. Saya hanya ingin mengambil barang-barang saya saja, karena masa sewa apartemen itu sudah habis,” sahut Anna denan mimik wajah kecewa, karena tuduhan dari Ray.Ray mendengarkan penjelasan Anna diam tidak memberikan tanggapannya. Ia tetap duduk di samping Anna, tanpa mengeluarkan suara.Anna menjadi tidak nyaman dengan sikap Ray, karena dirinya merasakan suasana yang panas memancar dari diri Patrick.Anna mendesah kecewa, sambil melirik Patrick dan sialnya bersamaan dengan Ray, yang juga melirik ke arahnya.“Kau tidak akan pergi sendiri ke apartemenmu!” Tegas Ray.Anna menatap heran ke arah Ray. “Terserah kau saja bersama siapapun ynng kau perintahkan untuk menemaniku, aku setuju saja,” sahut Anna.“Apakah kau akan kecewa, kalau orang yang akan menemanimu itu aku?” Tanya Ray.“Mengapa hrus kecewa? Bukankah kita akan menikah, sehingga wajar saja, kalau kau terlihat bersama denganku,” sahut Anna.Senyum sinis terbit di sudut bibir Ra
“Tu- maksud saya, Ray! Saya hanya meminta tolong kepadanya, karena saya masih merasa pusing untuk berjalan sendiri!” sahut Anna pelan.Ia hendak memejamkan mata, karena rasa pusing yang mendera kepalanya. Namun, ia tidak berani dengan adanya Ray di dalam kamarnya.Tadinya ia berharap Ray akan bisa bersikap, seperti seorang Ayah baginya, karena usia mereka yang terpaut jauh.Ray bukannya keluar dari kamar Anna, tetapi ia justru duduk di ranjang Anna. Tepat di dekat kepala wanita itu.“Kepalamu hanya hangat saja, kau pasti becanda sedang sakit kepala. Kau hanya ingin bermalas-malasan saja,” ejek Ray.Bosan mendengarkan ejekan Ray. Anna menepis pelan tangan Ray yang sedang meraba keningnya.Ia, kemudian menyingkap selimut yang membalut tubuhnya, lalu menjejakkan kaki ke lantai hendak berjalan keluar dari kamarnya.“Apa yang akan kau lakukan, Anna? Berjalan dan membuatmu pingsan, agar aku membopongmu!” bentak Ray.Anna berhenti berjalan ia menoleh ke arah Ray, dengan wajahnya yang masih
“Anna, aku harus pergi!” Bisik pelayan, yang merupakan teman Anna dengan suara yang gugup.Ia, lalu berjalan melewati Ray yang berdiri di samping pintu dengan tatapan tertuju ke arah Anna.“Permisi Tuan!” ucap teman Anna pelan ketika ia berada di dekat Ray.Ray hanya diam saja tidak menjawab ucapan dari pelayannya.Dan begitu pelayan itu sudah keluar dari kamarnya Ray menutup pintu dan berjalan mendekati Anna, yang telah duduk dari berbaringnya.“Katakan kepadaku, Anna! Kenapa kau ingin pergi dari sini?” Tanya Ray dingin.Anna menelan ludah dengan sukar. Mendengar suara Ray yang dingin ditambah tatapan tajamnya, yang seperti hendak membunuhnya saja.“Seharusnya, sebagai pria yang sudah tua, kamu bisa memaklumi diriku yang masih muda ini,” ucap Anna lirih.Sontak saja Ray melotot ke arah Anna. Tangannya yang besar dan dihiasi rambut berwarna gelap terulur mencengkeram dagu Anna dengan kasar.Jantung Anna berdebar dengan kencang, karena merasa takut. Ia sudah salah bicara dan membuat Ra
“Ka-kau salah mendengar Ray! Mana mungkin saya berharap kau akan menciintaiku,” ucap Anna dengan suara yang tergagap.Ia menelan ludahnya dengan sukar dan untuk menutupi rasa gugipnya, karena tatapan tajam dan dingin Ray. Anna berjalan menuju kamar mandi.Namun, langkah Anna terhentim karea lengannya ditarik dengan kasar oleh Ray. Anna pun menatap Ray dan hal itu langsung disadari oleh Anna merupakan suatu kesalahan.“Ray!” ucap Anna pelan.Namun, suara Anna dibungkam oleh ciuman yang diberikan Ray di bibirnya, sehingga membuat Anna menjadi panas dingin, karena ciuman yang diberikan Ray kepadanya.Ray melepaskan bibir Anna yang terlihat mnjadi merah dan bengkak, karena ulahnya.Diusapnya dengan jarinya bibir Anna dan ia berkata, “Kau memang terlalu muda untukku!”Setelah mengatakan hal itu, Ray pergi begitu saja meninggalkan Anna, yang menatap kepergian Ray dengan tatapan bengong.Setelah tersadar dari Anna menggumam pelan, ‘Apa maksud Ray berkata, seperti tadi? Mengapa ia bertingkah