Zahra semakin tak bisa berucap saat dia kembali merasakan aura intimidasi dari sorot mata tajam Tama. Gadis itu bahkan merasa kesulitan menelan salivanya sendiri. Di dalam hatinya kini merasakan sebuah dilema antara ingin jujur tapi takut.“I… ibu…” Zahra masih tergagap. Kalimat di depannya seolah buntu. Tama masih menunggu. Dia tidak sadar jika tatapan tajam bak elang miliknya selalu memberikan tekanan yang luar biasa pada sang istri.“Apa kamu tidak bisa berkata lain selain Ibu?” tanya Tama tegas.“Tuan, jika saya mengatakan yang sebenarnya tentang kalimat terakhir Ibu Naya, apa Tuan akan percaya kepadaku?” tanya Zahra lirih. Dia hanya ingin memastikan jika langkah yang akan dia ambil tidak salah.“Katakanlah! Dan lihat saja nanti,” jawab laki-laki itu.Zahra semakin bingung dengan jawaban dari sang suami. Gadis itu menutup matanya dan menarik nafas dalam. Dia memang harus mengambil keputusan. Bagaimanapun juga dia harus mengatakan yang sebenarnya. Terserah laki-laki itu mau percaya
“Tuan,” ucap Nufa menginterupsi. Pandangan mata Tama dan juga Zahra seketika menoleh ke arah sumber suara. Wanita paruh baya itu memang berucap akan tetapi dengan pandangan yang masih menunduk. Sama seperti para pelayan lainnya.“Jelaskan Nufa!” titah Tama.Dengan sedikit bergetar, Nufa pun mulai menceritakan semuanya. Dia berkata jika malam itu Ibu Naya sudah selesai makan dan beliau bilang ingin pergi ke kamar untuk beristirahat. Sang kepala pelayan itu pun membantu Ibu Naya masuk ke dalam kamarnya. Dia juga membantu sang majikan untuk berpindah ke tempat tidur lalu menutupnya dengan selimut saat wanita tua itu sudah berbaring.Nufa sempat menunggu di dalam kamar beberapa saat sampai Ibu Naya tertidur. Setelah dia memastikan jika ibu dari Tama itu sudah terlelap, Nufa pun pergi ke luar dari kamar tersebut.Akan tetapi setelah beberapa saat kemudian, Nufa mendengar suara gelas pecah dari arah kamar sang nyonya besar. Dengan cepat wanita paruh baya itu berlari untuk memastikan Ibu Na
“Saya ingin bertanya berapa lama Mbak Nufa bekerja di keluarga Kalingga?” tanya Zahra.“Maksud Nyonya?” ucap Nufa tidak mengerti.“Iya, saya hanya ingin tahu saja. Apa Mbak bekerja dengan keluarga ini sangat lama mangkanya bisa menjadi kepala pelayan di rumah ini,” jelas Zahra. Tangannya mengangkat sebuah gelas berisi susu hangat yang sudah disediakan oleh Nufa.“Saya bekerja di keluarga ini sudah sangat lama, Nyonya. Saya malah sudah bekerja disini dari sejak kakek dari tuan Tama masih hidup dan Nyonya Naya belum menikah,” jawab wanita paruh baya itu. “Waw, sudah lama sekali dong. Mbak Nufa ini memang paling hebat karena kebal dengan galaknya Tuan Tama,” ucap Zahra tersenyum sambil mengedipkan ujung matanya. Nufa ikut tersenyum.Zahra memegang tangan kepala pelayan itu lalu menyuruhnya untuk duduk di kursi di sampingnya. Awalnya Nufa tidak mau karena menurutnya itu tidak sopan. Tapi karena gadis itu memaksa akhirnya wanita paruh baya itu pun mengikuti apa permintaan Zahra.“Ada apa
“Kamu memang hebat, Rey. Tidak salah aku memilihmu untuk menangani proyek besar ini,” ucap Tama tersenyum dengan penuh rasa bangga.Pagi itu di perusahaan Kalingga, mereka kedatangan salah satu calon investor penting dari luar negeri. Sudah lama Tama menginginkan proyek kerjasama dengan perusahaan tersebut akan tetapi Tuan Brian selaku pemilik perusahaan sangat sulit untuk dihubungi, apalagi diajak bertemu. Dan kemarin tanpa diduga, Tuan Brian menghubunginya. Mereka pun mengadakan rapat perusahaan yang dipimpin oleh Rey. Ternyata keputusan sang CEO tepat. Mereka akhirnya mendapatkan proyek besar tersebut.“Dengan adanya proyek kerja sama ini, perusahaan Kalingga akan menjadi semakin kuat di mata bisnis dunia,” ucap laki-laki itu lagi.“Benar Tuan. Selamat,” ucap Rey yang juga sambil tersenyum. Tama memeluk erat sang asisten yang sudah seperti adik baginya itu.“Tidak. Untuk kali ini orang yang harus dipuji dan diberikan semangat adalah kamu. Karena kamu yang sudah berusaha menyiapkan
Hari sudah semakin sore sedangkan Zahra masih tetap membatu di dalam kamarnya. Berdiri terdiam di balkon kecil yang dibatasi oleh sebuah pintu kaca geser. Kedua tangannya memegang pagar besi berwarna hitam dengan pandangan yang masih tetap lurus ke depan.Di dalam pikirannya, Zahra terus mengingat tentang seorang gadis cantik yang terdapat di foto tadi. Sejauh yang dia hafal, tidak ada satupun pelayan di mansion itu yang wajahnya mirip dengan gadis tersebut.“Apa mungkin wanita itu pelayan sebelum aku masuk ke dalam keluarga Kalingga? Atau mungkin juga dia saudara Ayah atau Ibu Naya,” ucap Zahra. Dia membuang nafas panjang.Sebenarnya yang membuat Zahra merasa heran dengan foto wanita itu adalah karena di setiap foto lainnya, wanita itu terlihat sangat dekat dengan Tuan Yudha. Selain selalu berada di samping Tuan Yudha, wanita itu juga selalu terciduk sedang menatap ayah dari Tama tersebut.Di lantai bawah mobil yang dikendarai oleh Rey telah sampai. Tama keluar dari kendaraan tersebu
Sebuah perjalanan bisnis di pagi hari pun berjalan dengan lancar. Tidak ada drama macet ataupun yang lainnya. Rey, yang memang sebagai asisten pribadi Tama, selalu menemani kemanapun sang atasan pergi. Kecuali jika Tama sendiri yang melarangnya.Sepanjang jalan Tama hanya diam. Salah satu tangannya memegang ponsel dan jari jemarinya terus bermain di atas layarnya. Sepertinya dia sedang berbalas pesan dengan seseorang. Wajahnya terlihat tampak serius dan itu membuktikan bahwa seseorang yang sedang dihubunginya itu atau masalah yang sedang mereka bicarakan adalah sesuatu yang penting.“Tuan,” panggil Rey membuyarkan konsentrasi Tama pada layar ponselnya.“Hmm,” gumam sang atasan. Dia menutup ponsel tersebut, menyimpannya ke dalam saku jasnya lalu menatap sang asisten.“Tuan, semalam Nufa memberitahu saya jika Nyonya Zahra bertanya banyak kepadanya,” jelas Rey. Tama mengangkat satu alisnya ke atas.“Bertanya? Bertanya apa?” tanya Tama.“Nyonya Zahra bertanya tentang semua masa lalu anda.
Zahra termangu menatap sebuah foto yang secara kebetulan tertangkap oleh kedua matanya. Nufa yang melihat sang majikan fokus pada sesuatu di belakangnya serentak membalikkan badan. Dia penasaran apa yang membuat Zahra menjadi diam seperti itu. Kening wanita tua itu sedikit mengkerut saat dia tidak melihat apa yang aneh disana.“Nyonya,” panggil Nufa membuyarkan lamunan Zahra.“Ah iya, mbak,” jawab gadis itu tergagap.“Ada apa Nyonya? Apa yang anda lihat?” tanya Nufa lagi. Jari telunjuk wanita muda itu naik ke atas mengarah ke foto di belakang Nufa. “Itu foto mbak Nufa, kan?” tanya Zahra ragu. Nufa kembali menoleh dan melihat foto dirinya yang sedang berdua dengan seorang wanita muda.“Iya Nyonya itu foto saya,” jawab sang kepala pelayan itu.“Mbak Nufa foto sama siapa?”“Itu adik saya, Nyonya. Namanya Kiran,” jawab Nufa tanpa rasa curiga sedikitpun.Di dalam hati, Zahra merasa kaget. Jadi wanita muda yang ada di foto keluarga Ibu Naya adalah adik dari Nufa.“Adik? Waw, cantik seka
Malam itu juga Tama dan Rey langsung pulang menuju ke mansion. Sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan lenggang dan juga sepi. Melewati sebuah jalur pegunungan dimana sebelah kiri ada tebing tinggi dan sebelah kanan berbatasan dengan jurang yang curam.Tama yang duduk di bangku belakang masih memikirkan ucapan Rey beberapa saat yang lalu. Mr. Brian klien utama mereka menginginkan sebuah pesta kecil sebelum dirinya kembali lagi ke negara asalnya. Memang pengumuman bersatunya kedua perusahaan raksasa tersebut akan sangat menguntungkan bagi mereka. Selain menaikkan pamor juga bisa menaikkan saham yang masuk kepada masing-masing perusahaan tersebut.Tapi masih ada yang mengganjal di hatinya. Tama ragu apakah baik jika mengadakan sebuah pesta padahal sang ibu baru saja meninggal beberapa hari yang lalu. Apakah sikap profesional memang harus diutamakan saat ini?“Tuan,” panggil Rey membuyarkan lamunan Tama.“Iya?” ucap sang atasan. Rey tampak melihat ke
Tama berdiri di depan sebuah cermin besar di dalam salon tersebut. Rambutnya kini sudah sangat rapi dan juga pendek. Jambang dan kumis yang asalnya tebal, kini berubah menjadi tipis. Tak sadar, laki-laki itu pun tersenyum melihat penampilan barunya tersebut.“Bagaimana? Jadi terlihat segar kan?” tanya Zahra berjalan mendekati sang suami.“Hmm,” jawab laki-laki itu dengan jari tangan yang menyisir tipis rambut barunya.Zahra tersenyum. Dia lalu merangkul lengan sang suami dan menyandarkan kepalanya di sana.“Sekarang kamu tidak malu lagi jalan denganku, kan? Sekarang aku terlihat lebih muda,” ucap Tama memandang wajah sang istri dari balik cermin.Zahra mengangkat kepalanya untuk bisa mendongak melihat laki-laki itu. “Mas, sudah aku katakan, bukan? Aku tidak pernah malu untuk bersama denganmu. Aku tidak peduli dengan anggapan orang lain tentang kita. Karena sedih atau bahagia nya hubungan kita, kita sendiri yang tentukan dan kita sendiri yang rasakan. Bukan mereka.” Nada bicara Zahra
Sebuah restaurant seafood yang sangat terkenal di kota itu menjadi tujuan pertama mereka. Sebuah restaurant yang memiliki tiga lantai itu berukuran sangat luas. Zahra bahkan sampai menganga sesaat ketika dirinya menginjakkan kakinya di tempat tersebut. Berbagai gambar menu yang disajikan menjadi penghias dinding berwarna emas itu. Semuanya benar-benar tampak sangat menarik dan tentu saja menggugah selera.“Ini restaurant, kan?” tanya Zahra dengan mata yang terperanjat. Tama tersenyum lalu menarik tubuh sang istri agar lebih menempel dari sebelumnya.“Iya sayang. Ini restaurant seafood nomor satu di kota ini,” jelas laki-laki itu.“Hmm wajar saja. Penampakkannya sangat mewah layaknya sebuah istana seperti ini. Mungkin hanya masyarakat kalangan atas saja yang bisa datang kemari,” jawab Zahra. Kedua matanya masih menyapu semua ornamen yang melekat di dalam ruangan tersebut.Tama memajukan bibirnya lalu berbisik, “Kamu belum melihat spot paling mahal di restauran ini.”Zahra mengalihkan
“Bagaimana dokter?” tanya Tama. Laki-laki itu membantu sang istri duduk di kursi di sampingnya.Pagi itu Tama membawa Zahra untuk memeriksa kondisinya pasca pemukulan yang dilakukan oleh Nufa beberapa minggu yang lalu. Setelah melakukan proses pengecekan panjang, hari ini adalah hari terakhir mereka datang. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tama memang sedikit berlebihan. Dia bahkan sampai memaksa sang dokter untuk memeriksa seluruh tubuh bagian dalam sang istri dengan berbagai alat.Awalnya dokter keluarga itu merasa bingung karena sesuai dengan apa yang dia ketahui, kecelakaan yang menimpa Zahra tidaklah separah itu. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Dia tahu jika yang memintanya itu adalah CEO Kalingga’s Group. Seseorang yang paling tidak suka jika keinginannya dibantah. Apalagi ini menyangkut seseorang yang sangat laki-laki itu cintai.“Semua jenis pemeriksaan yang anda inginkan sudah kami lakukan, Tuan Tama. Dan hasilnya tetaplah sama. Nyonya Zahra baik-baik saja. Bahkan hasil dar
Di dalam sebuah kamar yang memiliki ukuran cukup besar. Sinar matahari sudah mulai merambat masuk melewati kaca jendela yang memang sengaja dibuka. Walaupun demikian, wangi aroma terapi yang dipasang di dalam ruangan tersebut tidak memudar. Udara pagi yang sejuk mulai terasa menusuk di pori-pori kulit seseorang yang ada di dalam sana.Seorang gadis yang sejak semalam terbaring di atas kasur, matanya mulai mengerjap. Kelopak mata yang masih tertutup itu mulai menunjukkan sebuah pergerakan halus. Dan beberapa saat kemudian, Zahra membuka matanya dengan sempurna. Penglihatan yang awalnya kabur, perlahan berubah menjadi jelas. Namun demikian, kondisi tubuhnya yang masih sangat lemas, membuat wanita itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Di-dimana ini?” ucap wanita itu lirih. Mencoba untuk berpikir, membuat luka di bagian belakang kepalanya kembali terasa sakit. Membuat Zahra meringis kesakitan.Mendengar ada suara di dalam kamar sang majikan, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga istri da
Pengacara Aldi masih diam menunduk. Dia bahkan tidak berani memandang Rey maupun Nufa yang selama ini menjadi atasannya. Sudut matanya hanya bisa melirik Tama yang duduk dengan tegak di sampingnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan sorot mata tajam yang langsung menembus jantung sang pengacara.Laki-laki itu menelan salivanya dengan kuat. Dia sadar jika dirinya kini sedang berada di tengah harimau dan singa. Entah mana yang harus dia pilih, yang jelas keduanya benar-benar sangat berbahaya baginya.“Pengacara Aldi,” panggil Rey kembali. Kali ini dengan nada suara yang sedikit naik.“I-iya tuan,” jawab pengacara Aldi terbata. Keringat dingin semakin terlihat jelas berseluncur di dahinya.“Ayo, keluarkan surat-surat itu! Surat yang menyatakan jika seluruh aset dan juga kekayaan Kalingga sudah jatuh ke tanganku,” titah Rey.“Benar pengacara. Ayo cepat tunjukkan pada laki-laki sok berkuasa ini. Cepat katakan jika sekarang dia sudah berubah menjadi tikus got yang tak memiliki apa
“Silahkan dokter?” ucap Tama. Dia langsung membawa Zahra pulang ke mansion dan meminta dokter keluarga untuk memeriksanya.Sang dokter melakukan pemeriksaan secara detail dan juga teliti. Dia tidak mau melakukan sebuah kesalahan apalagi ini menyangkut istri dari seorang CEO besar. Di sampingnya, Tama masih setia berdiri, memperhatikan sang istri yang masih terkulai tak berdaya. Pakaian yang semula berlumuran darah, sudah dia ganti. Tama melakukannya sendiri karena sejak kejadian Nufa, rasa kepercayaannya kepada para pelayan di mansion menjadi berkurang. Dia takut jika masih ada orang suruhan Rey yang tinggal disana. “Bagaimana, dokter?” tanya laki-laki itu saat melihat sang dokter sudah selesai memeriksa. Dokter tampan itu pun tersenyum.“Tidak apa-apa, Tuan Tama. Kondisi istri anda yang belum sadar, bukan karena ada kesalahan tapi memang itu akibat obat yang diberikan oleh dokter yang memeriksa sebelumnya,” jelas sang dokter keluarga. Tama menghela nafas lega.“Jadi, kira-kira kapan
“Jika kamu berani menembak Rey, maka aku juga berani untuk menghabisi istri tercintamu ini,” ancam Nufa setengah berteriak.Rey dan juga Tama sontak menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat Nufa yang sedang menggenggam sebuah gunting dan bersiap untuk menancapkannya di dada Zahra yang belum juga sadarkan diri. “Coba saja kalau berani, Tama!” ucap Nufa lagi. Tama menatap tajam kedua mata tua sang kepala pelayan. “Dari sejak dulu, aku tidak pernah takut padamu ataupun juga pada Yudha - ayahmu.”Tama sadar jika ancaman Nufa bukan hanya gertakan saja. Dia tahu jika wanita paruh baya itu bisa saja berbuat nekad. Mereka sudah pernah menghabisi sang Ibu secara bersih. Sehingga semua bukti menjelaskan bahwa Naya meninggal karena sakit. Tama tahu jika pasangan bibi dan keponakan ini tidak bisa dianggap remeh.Perlahan laki-laki itu menurunkan senjatanya. Melihat Tama yang sepertinya menyerah, dengan cepat Rey berdiri dan mencuri senjata milik sang CEO. Kini suami istri itu berada di bawah
Senja sudah berakhir. Langit terang telah berubah menjadi gelap. Akan tetapi sampai detik ini Tama masih belum juga menemukan kabar keberadaan sang istri. Laki-laki itu mengemudikan kendaraannya dalam keadaan yang frustasi. Sesekali dia memukul kemudi mobil dengan keras dan sesekali dia juga menjambak rambutnya sendiri.Setelah mendapatkan pengakuan dari penjaga mansion, Tama langsung melajukan kendaraannya keluar dari rumah besar tersebut. Beberapa staf kantor pun sempat dia hubungi untuk mencari tahu tentang Rey akan tetapi mereka semua tidak tahu. Yang mereka katakan hanya satu yaitu Rey keluar dari kantor dengan cepat dan terburu-buru.“Aku berjanji padamu Rey, aku berjanji demi mendiang ayah dan juga ibuku, jika sampai kamu menyentuh Zahra sedikit saja, aku akan membunuhmu,” gumam Tama dengan sorot mata yang tajam.Fokus laki-laki itu membuyar saat dia mendengar ponselnya yang berdering. Dengan cepat dia mengangkat panggilan tersebut.“Bagaimana, Alex?” tanya Tama pada orang diba
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat mobil yang dikendarai oleh Tama sampai di halaman parkir mansion. Setelah bertemu dengan Kiran dan menyelesaikan masalahnya dengan pengacara Aldi, laki-laki itu memilih untuk langsung pulang ke rumah saja, tanpa menyempatkan diri ke kantor. Dia sudah tahu apa yang sedang terjadi disana dan Tama akan membiarkan Rey bersenang-senang sesaat sebelum besok dia akan membalikkan keadaan.Seperti biasa para pelayan berjajar di depan pintu untuk menyambut sang CEO. Namun ada yang aneh disana. Di dalam barisan para wanita itu, Tama tidak melihat sosok Nufa dan juga sang istri - Zahra. Kedua mata laki-laki itu seketika melirik ke atas. Menatap pintu kamarnya yang masih tertutup.“Hmm, mungkin dia ketiduran lagi karena lelah,” ucap laki-laki itu dalam hati.Sebuah senyum terukir manis di bibir Tama saat dia membayangkan tubuh mungil sang istri yang sedang terbaring di atas kasur. Entah kenapa tapi semenjak hubungan diantara mereka membaik, membuat Tama