Kabar mengenai penyerangan yang terjadi pada Tama dan juga Rey sampai di telinga Zahra lewat salah satu supir di mansion yang dihubungi oleh Rey untuk menjemput mereka di rumah sakit tempat dimana sekarang mereka sedang dirawat. Zahra memaksa untuk ikut dan sang supir tidak bisa menolak. Apalagi sang majikan barunya itu sampai memohon dan menangis.Setelah melakukan perjalanan yang lumayan cepat, mobil yang ditumpangi oleh Zahra dan juga sang sopir telah tiba di rumah sakit. Gadis itu berlari menuju ruang perawatan sang suami. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Zahra langsung membuka pintu ruangan tersebut. Kedua matanya dengan sigap menatap sang suami yang sedang duduk dan baru saja selesai diobati oleh dokter. Tangan kanan Tama harus diperban dan menggunakan penyangga yang dilingkarkan ke lehernya. Ada satu perban kecil di dahinya dan juga beberapa di kakinya.Zahra seketika berlari dan tanpa sadar langsung memeluk sang suami. Buliran air terus mengalir dari kedua sudut matanya. “Tua
Pagi hari Tama dan juga Zahra sudah berdiri bersama di dalam kamar mandi. Zahra selesai membantu sang suami melepaskan penyangga tangannya dan disimpan di tempat yang bersih dan kering. Kini gadis itu malah mematung ketika sang suami meminta untuk membantunya mandi.“Ta-tapi…” ucap Zahra tergagap.“Kenapa? Kamu tidak mau membantuku mandi?” tanya Tama dingin. Zahra semakin dibuat serba salah.“Bu-bukan begitu Tuan. Ta-tapi jika saya melakukan hal itu, berarti sa-saya harus…” Zahra tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Hanya wajahnya saja yang berubah merona.“Melihat seluruh tubuhku? Itu maksudmu?” ucap Tama lagi. Zahra mengangguk pelan.“Tentu saja. Memangnya kamu pikir aku mandi dengan menggunakan baju?” ucap laki-laki itu sedikit geram. Tama tidak tahu jika apa yang dia perintahkan, yang menurutnya sebagai hal yang biasa, padahal itu membuat sang istri salah tingkah.Laki-laki itu beberapa kali menghentakkan ujung kaki menunggu sang istri mengambil keputusan. Kesal karena wanita di d
Di dalam kamar, Zahra berdiri di dekat meja rias melihat sang suami yang sedang diganti perban oleh dokter. Karena ternyata perban yang melingkar di tangan Tama sampai rusak, akhirnya mau tidak mau mereka harus memanggil dokter keluarga ke rumah. Dokter Airlangga yang sudah sangat dekat dengan Tama itu hanya bisa tersenyum saat melihat kondisi kedua pengantin ini dengan rambut yang sama-sama basah. Pikiran kotor pun langsung berselancar di otak sang dokter.Senyum dokter Airlangga terus mengembang bahkan ketika kedua tangannya masih membalutkan perban baru di tangan Tama.“Sebenarnya apa yang terjadi, Tuan? Bagaimana bisa perbannya sampai basah dan hancur seperti ini? bukankah sudah saya katakan sebelumnya agar menjaga luka ini dengan hati-hati,” ucap dokter Airlangga. Matanya sedikit melirik ke arah samping dimana Zahra masih berdiri dengan menundukkan kepalanya.“Ya mau bagaimana lagi, istriku itu selalu saja menggoda,” ucap Tama sambil tertawa diikuti oleh dokter Airlangga.Berbeda
Dua hari pun telah berlalu. Acara pesta sebagai simbolis kerjasama kedua perusahaan yang diinginkan oleh Mr. Brian akhirnya dilaksanakan juga. Acara ini Tama adakan di salah satu villa milik keluarga Kalingga yang berada di kawasan pegunungan. Villa itu memiliki ukuran yang besar dengan taman yang luas. Semua tamu undangan sangat menikmati suasana di rumah yang dirancang seperti villa pedesaan modern tersebut.Ruang utama sudah mereka hias sedemikian rupa sehingga terlihat tampak elegan. Walaupun Tama mengusung tema sejuk dan asri akan tetapi tetap saja dia tidak pernah melepaskan kesan mewah.Live musik menghadirkan grup band ternama. Aneka makanan sudah berjajar rapi dan terlihat sangat menggiurkan. Ini benar-benar pesta mewah untuk masyarakat kelas atas.Seseorang yang merupakan pembawa acara dalam pesta tersebut naik ke atas podium yang sudah disediakan. Dia membuka acara tersebut lalu kemudian mengundang dua pebisnis besar yang merupakan subjek dari acara ini diadakan untuk naik
Zahra semakin menyipitkan matanya hanya untuk memastikan jika apa yang sedang dia lihat itu adalah memang benar Rey. Laki-laki itu sedang berbicara dengan seorang wanita paruh baya dengan pakaian pelayan. Tapi Zahra tidak bisa melihatnya dengan jelas karena posisi wanita itu membelakanginya.Penasaran dengan apa yang sedang mereka berdua bicarakan, gadis itu pun akhirnya memutuskan untuk turun dari sana. Melewati sekumpulan para tamu undangan yang sepertinya tidak terlalu menghiraukannya. Semua lebih fokus pada acara yang sedang berlangsung.Sesekali kedua manik Zahra melirik ke arah sang suami. Ternyata Tama masih asik mengobrol dengan beberapa tamu undangan. Gadis itu berjalan pelan agar sang suami tidak menyadari keberadaannya. Dia tidak ingin Tama tahu karena dia tidak punya alasan yang tepat untuk pergi ke taman belakang villa.
Zahra setengah berlari kembali masuk ke dalam ruangan dimana pesta sedang berlangsung. Dia menyandarkan tubuhnya di dinding sambil mengatur nafasnya yang masih terengah-engah. Sesekali dia menutup kedua matanya dan menghirup udara cukup dalam untuk mengembalikan stok oksigen di dalam tubuhnya. Keringat mulai meluncur di dahi. Akan tetapi dengan cepat dia mengusapnya menggunakan tangan.“Dari mana saja kamu?” Suara bariton yang menggema di telinga Zahra berhasil membuat kedua matanya kembali terbuka.“Mas…” ucap Zahra lirih. Dia berusaha tampil setenang mungkin. Sudut bibirnya ditarik sehingga sebuah senyum manis tersaji di kedua mata Tama.“Aku mencarimu kemana-mana. Dari mana saja kamu?” tanya Tama lagi.
Sebuah ruangan yang begitu luas. Banyak tumpukan dus dan juga barang-barang tidak layak pakai bertebaran dimana-mana. Tempat itu begitu kotor dan hal tersebut bisa dilihat dari tebalnya debu yang menempel di setiap benda dan juga banyaknya jaring laba-laba dimana-mana. Tama berjalan sendiri. Hawa dingin terus menusuk ke setiap pori-pori kulit tubuhnya. Kedua matanya menatap waspada akan keberadaannya saat ini. Sesekali dia memutar tubuhnya hanya untuk menyapu semua ruangan tersebut dengan pandangannya.Kacau! Bahkan Tama tidak tahu dia sedang berada dimana sekarang. Salah satu tangan laki-laki itu meraba tubuhnya sendiri. Di bagian saku kanan jaket dan juga punggung. Dahinya sedikit mengerut saat dia tidak merasakan adanya senjata api disana. Padahal setiap saat senjata itu tidak pernah lepas darinya.Tama mencoba untuk tidak memperdulikan hal tersebut. Dia kembali berjalan menyusuri beberapa lorong panjang dan gelap. Tidak ada satupun penerangan disana. Laki-laki itu terus berjalan
Tepat pukul 5 pagi, kedua mata Zahra mulai mengerjap. Kesadarannya perlahan kembali dan pandangannya sudah semakin jelas. Kini dia bisa melihat jika dirinya masih berada di dalam pelukan sang suami. Sepertinya selama semalam penuh Tama tidak melepaskannya sedikitpun.Zahra mendongak menatap wajah sang suami yang masih terlelap. Wajah yang semakin hari tampak semakin tampan saja. Wanita itu tersenyum mengingat masa lalu saat pertama kali mereka bertemu. Rasanya hari-hari itu sudah seperti neraka baginya. Akan tetapi sekarang Tama memperlakukannya bak bidadari surga.Senyum di bibir Zahra seketika menghilang saat dirinya ingat dengan kejadian di pesta tadi malam. Memang setelah acara itu selesai, Tama lebih memilih untuk kembali pulang ke mansion. Dia tidak terlalu suka menginap di villa walaupun itu adalah milik keluarga besarnya.Zahra kembali menatap wajah sang suami lalu berbicara di dalam hati, “aku sudah mengetahui semuanya, Mas. Aku sudah tahu maksud dari perkataan Ibu Naya. Iya,