Di dalam kamar, Zahra berdiri di dekat meja rias melihat sang suami yang sedang diganti perban oleh dokter. Karena ternyata perban yang melingkar di tangan Tama sampai rusak, akhirnya mau tidak mau mereka harus memanggil dokter keluarga ke rumah. Dokter Airlangga yang sudah sangat dekat dengan Tama itu hanya bisa tersenyum saat melihat kondisi kedua pengantin ini dengan rambut yang sama-sama basah. Pikiran kotor pun langsung berselancar di otak sang dokter.Senyum dokter Airlangga terus mengembang bahkan ketika kedua tangannya masih membalutkan perban baru di tangan Tama.“Sebenarnya apa yang terjadi, Tuan? Bagaimana bisa perbannya sampai basah dan hancur seperti ini? bukankah sudah saya katakan sebelumnya agar menjaga luka ini dengan hati-hati,” ucap dokter Airlangga. Matanya sedikit melirik ke arah samping dimana Zahra masih berdiri dengan menundukkan kepalanya.“Ya mau bagaimana lagi, istriku itu selalu saja menggoda,” ucap Tama sambil tertawa diikuti oleh dokter Airlangga.Berbeda
Dua hari pun telah berlalu. Acara pesta sebagai simbolis kerjasama kedua perusahaan yang diinginkan oleh Mr. Brian akhirnya dilaksanakan juga. Acara ini Tama adakan di salah satu villa milik keluarga Kalingga yang berada di kawasan pegunungan. Villa itu memiliki ukuran yang besar dengan taman yang luas. Semua tamu undangan sangat menikmati suasana di rumah yang dirancang seperti villa pedesaan modern tersebut.Ruang utama sudah mereka hias sedemikian rupa sehingga terlihat tampak elegan. Walaupun Tama mengusung tema sejuk dan asri akan tetapi tetap saja dia tidak pernah melepaskan kesan mewah.Live musik menghadirkan grup band ternama. Aneka makanan sudah berjajar rapi dan terlihat sangat menggiurkan. Ini benar-benar pesta mewah untuk masyarakat kelas atas.Seseorang yang merupakan pembawa acara dalam pesta tersebut naik ke atas podium yang sudah disediakan. Dia membuka acara tersebut lalu kemudian mengundang dua pebisnis besar yang merupakan subjek dari acara ini diadakan untuk naik
Zahra semakin menyipitkan matanya hanya untuk memastikan jika apa yang sedang dia lihat itu adalah memang benar Rey. Laki-laki itu sedang berbicara dengan seorang wanita paruh baya dengan pakaian pelayan. Tapi Zahra tidak bisa melihatnya dengan jelas karena posisi wanita itu membelakanginya.Penasaran dengan apa yang sedang mereka berdua bicarakan, gadis itu pun akhirnya memutuskan untuk turun dari sana. Melewati sekumpulan para tamu undangan yang sepertinya tidak terlalu menghiraukannya. Semua lebih fokus pada acara yang sedang berlangsung.Sesekali kedua manik Zahra melirik ke arah sang suami. Ternyata Tama masih asik mengobrol dengan beberapa tamu undangan. Gadis itu berjalan pelan agar sang suami tidak menyadari keberadaannya. Dia tidak ingin Tama tahu karena dia tidak punya alasan yang tepat untuk pergi ke taman belakang villa.
Zahra setengah berlari kembali masuk ke dalam ruangan dimana pesta sedang berlangsung. Dia menyandarkan tubuhnya di dinding sambil mengatur nafasnya yang masih terengah-engah. Sesekali dia menutup kedua matanya dan menghirup udara cukup dalam untuk mengembalikan stok oksigen di dalam tubuhnya. Keringat mulai meluncur di dahi. Akan tetapi dengan cepat dia mengusapnya menggunakan tangan.“Dari mana saja kamu?” Suara bariton yang menggema di telinga Zahra berhasil membuat kedua matanya kembali terbuka.“Mas…” ucap Zahra lirih. Dia berusaha tampil setenang mungkin. Sudut bibirnya ditarik sehingga sebuah senyum manis tersaji di kedua mata Tama.“Aku mencarimu kemana-mana. Dari mana saja kamu?” tanya Tama lagi.
Sebuah ruangan yang begitu luas. Banyak tumpukan dus dan juga barang-barang tidak layak pakai bertebaran dimana-mana. Tempat itu begitu kotor dan hal tersebut bisa dilihat dari tebalnya debu yang menempel di setiap benda dan juga banyaknya jaring laba-laba dimana-mana. Tama berjalan sendiri. Hawa dingin terus menusuk ke setiap pori-pori kulit tubuhnya. Kedua matanya menatap waspada akan keberadaannya saat ini. Sesekali dia memutar tubuhnya hanya untuk menyapu semua ruangan tersebut dengan pandangannya.Kacau! Bahkan Tama tidak tahu dia sedang berada dimana sekarang. Salah satu tangan laki-laki itu meraba tubuhnya sendiri. Di bagian saku kanan jaket dan juga punggung. Dahinya sedikit mengerut saat dia tidak merasakan adanya senjata api disana. Padahal setiap saat senjata itu tidak pernah lepas darinya.Tama mencoba untuk tidak memperdulikan hal tersebut. Dia kembali berjalan menyusuri beberapa lorong panjang dan gelap. Tidak ada satupun penerangan disana. Laki-laki itu terus berjalan
Tepat pukul 5 pagi, kedua mata Zahra mulai mengerjap. Kesadarannya perlahan kembali dan pandangannya sudah semakin jelas. Kini dia bisa melihat jika dirinya masih berada di dalam pelukan sang suami. Sepertinya selama semalam penuh Tama tidak melepaskannya sedikitpun.Zahra mendongak menatap wajah sang suami yang masih terlelap. Wajah yang semakin hari tampak semakin tampan saja. Wanita itu tersenyum mengingat masa lalu saat pertama kali mereka bertemu. Rasanya hari-hari itu sudah seperti neraka baginya. Akan tetapi sekarang Tama memperlakukannya bak bidadari surga.Senyum di bibir Zahra seketika menghilang saat dirinya ingat dengan kejadian di pesta tadi malam. Memang setelah acara itu selesai, Tama lebih memilih untuk kembali pulang ke mansion. Dia tidak terlalu suka menginap di villa walaupun itu adalah milik keluarga besarnya.Zahra kembali menatap wajah sang suami lalu berbicara di dalam hati, “aku sudah mengetahui semuanya, Mas. Aku sudah tahu maksud dari perkataan Ibu Naya. Iya,
“Selesai…!” ucap Zahra. Dia menarik nafas dalam setelah berhasil membuatkan sarapan pertama kalinya untuk sang suami. Bibirnya tersenyum melihat makanan itu tampak menggugah selera. Dengan hiasan sayuran di samping piring seperti yang pernah dia pelajari saat bekerja di kedai dulu.Nufa yang sejak tadi terus memperhatikan tingkah majikan mudanya itu kembali melangkah mendekat.“Biar saya yang mengatur makanan ini di meja, Nyonya. Anda bisa lanjut mandi untuk membersihkan diri,” tawar Nufa.Zahra terdiam. Wanita paruh baya itu benar. Dia belum mandi. Sesekali matanya melirik ke arah makanan dan berganti ke arah Nufa. Wanita itu sedang berpikir, “Apakah aman meninggalkan semua makanan itu bersama Nufa? Bagaimana kalau dia memberikan obat yang aneh lagi. Dan jika sesuatu terjadi pada Mas Tama, nanti tuan Rey pasti akan menyalahkan aku lagi.” Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ada apa Nyonya?” tanya Nufa. Zahra menatap wajah kepala pelayan itu lalu tersenyum.“Tidak usah repot-repot
Sebuah gedung yang memiliki ukuran cukup besar berdiri kokoh di daerah pegunungan yang asri. Berada di bagian selatan kota kecil yang jarang terjamah oleh masyarakat, membuat lingkungan sekitar gedung tersebut tampak sepi dan juga hening. Dinding berwarna putih bergabung dengan pagar tinggi berlapis hitam menjadi pembatas antara dunia dalam dan juga dunia luar. Tepat di atas gedung tersebut tampak sebuah rangkaian kata bertuliskan ‘RUMAH SAKIT JIWA ANANDA’. Tama bersama bawahannya masuk ke dalam gedung itu tanpa ada pemeriksaan yang berarti. Semua penjaga disana seolah sudah tahu siapa itu Aditama Kalingga. Mereka bahkan mengangguk hormat kepadanya yang dibalas dengan anggukan juga oleh sang CEO.“Tuan Tama, terima kasih anda sudah mau berkunjung ke rumah sakit jiwa Ananda. Kami sangat senang saat mendapat kabar jika anda akan datang kemari,” ucap seorang dokter yang juga merupakan kepala dari rumah sakit tersebut. Dokter Andri namanya. Seorang pria dengan rambut beruban dan juga ku
Tama berdiri di depan sebuah cermin besar di dalam salon tersebut. Rambutnya kini sudah sangat rapi dan juga pendek. Jambang dan kumis yang asalnya tebal, kini berubah menjadi tipis. Tak sadar, laki-laki itu pun tersenyum melihat penampilan barunya tersebut.“Bagaimana? Jadi terlihat segar kan?” tanya Zahra berjalan mendekati sang suami.“Hmm,” jawab laki-laki itu dengan jari tangan yang menyisir tipis rambut barunya.Zahra tersenyum. Dia lalu merangkul lengan sang suami dan menyandarkan kepalanya di sana.“Sekarang kamu tidak malu lagi jalan denganku, kan? Sekarang aku terlihat lebih muda,” ucap Tama memandang wajah sang istri dari balik cermin.Zahra mengangkat kepalanya untuk bisa mendongak melihat laki-laki itu. “Mas, sudah aku katakan, bukan? Aku tidak pernah malu untuk bersama denganmu. Aku tidak peduli dengan anggapan orang lain tentang kita. Karena sedih atau bahagia nya hubungan kita, kita sendiri yang tentukan dan kita sendiri yang rasakan. Bukan mereka.” Nada bicara Zahra
Sebuah restaurant seafood yang sangat terkenal di kota itu menjadi tujuan pertama mereka. Sebuah restaurant yang memiliki tiga lantai itu berukuran sangat luas. Zahra bahkan sampai menganga sesaat ketika dirinya menginjakkan kakinya di tempat tersebut. Berbagai gambar menu yang disajikan menjadi penghias dinding berwarna emas itu. Semuanya benar-benar tampak sangat menarik dan tentu saja menggugah selera.“Ini restaurant, kan?” tanya Zahra dengan mata yang terperanjat. Tama tersenyum lalu menarik tubuh sang istri agar lebih menempel dari sebelumnya.“Iya sayang. Ini restaurant seafood nomor satu di kota ini,” jelas laki-laki itu.“Hmm wajar saja. Penampakkannya sangat mewah layaknya sebuah istana seperti ini. Mungkin hanya masyarakat kalangan atas saja yang bisa datang kemari,” jawab Zahra. Kedua matanya masih menyapu semua ornamen yang melekat di dalam ruangan tersebut.Tama memajukan bibirnya lalu berbisik, “Kamu belum melihat spot paling mahal di restauran ini.”Zahra mengalihkan
“Bagaimana dokter?” tanya Tama. Laki-laki itu membantu sang istri duduk di kursi di sampingnya.Pagi itu Tama membawa Zahra untuk memeriksa kondisinya pasca pemukulan yang dilakukan oleh Nufa beberapa minggu yang lalu. Setelah melakukan proses pengecekan panjang, hari ini adalah hari terakhir mereka datang. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tama memang sedikit berlebihan. Dia bahkan sampai memaksa sang dokter untuk memeriksa seluruh tubuh bagian dalam sang istri dengan berbagai alat.Awalnya dokter keluarga itu merasa bingung karena sesuai dengan apa yang dia ketahui, kecelakaan yang menimpa Zahra tidaklah separah itu. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Dia tahu jika yang memintanya itu adalah CEO Kalingga’s Group. Seseorang yang paling tidak suka jika keinginannya dibantah. Apalagi ini menyangkut seseorang yang sangat laki-laki itu cintai.“Semua jenis pemeriksaan yang anda inginkan sudah kami lakukan, Tuan Tama. Dan hasilnya tetaplah sama. Nyonya Zahra baik-baik saja. Bahkan hasil dar
Di dalam sebuah kamar yang memiliki ukuran cukup besar. Sinar matahari sudah mulai merambat masuk melewati kaca jendela yang memang sengaja dibuka. Walaupun demikian, wangi aroma terapi yang dipasang di dalam ruangan tersebut tidak memudar. Udara pagi yang sejuk mulai terasa menusuk di pori-pori kulit seseorang yang ada di dalam sana.Seorang gadis yang sejak semalam terbaring di atas kasur, matanya mulai mengerjap. Kelopak mata yang masih tertutup itu mulai menunjukkan sebuah pergerakan halus. Dan beberapa saat kemudian, Zahra membuka matanya dengan sempurna. Penglihatan yang awalnya kabur, perlahan berubah menjadi jelas. Namun demikian, kondisi tubuhnya yang masih sangat lemas, membuat wanita itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Di-dimana ini?” ucap wanita itu lirih. Mencoba untuk berpikir, membuat luka di bagian belakang kepalanya kembali terasa sakit. Membuat Zahra meringis kesakitan.Mendengar ada suara di dalam kamar sang majikan, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga istri da
Pengacara Aldi masih diam menunduk. Dia bahkan tidak berani memandang Rey maupun Nufa yang selama ini menjadi atasannya. Sudut matanya hanya bisa melirik Tama yang duduk dengan tegak di sampingnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan sorot mata tajam yang langsung menembus jantung sang pengacara.Laki-laki itu menelan salivanya dengan kuat. Dia sadar jika dirinya kini sedang berada di tengah harimau dan singa. Entah mana yang harus dia pilih, yang jelas keduanya benar-benar sangat berbahaya baginya.“Pengacara Aldi,” panggil Rey kembali. Kali ini dengan nada suara yang sedikit naik.“I-iya tuan,” jawab pengacara Aldi terbata. Keringat dingin semakin terlihat jelas berseluncur di dahinya.“Ayo, keluarkan surat-surat itu! Surat yang menyatakan jika seluruh aset dan juga kekayaan Kalingga sudah jatuh ke tanganku,” titah Rey.“Benar pengacara. Ayo cepat tunjukkan pada laki-laki sok berkuasa ini. Cepat katakan jika sekarang dia sudah berubah menjadi tikus got yang tak memiliki apa
“Silahkan dokter?” ucap Tama. Dia langsung membawa Zahra pulang ke mansion dan meminta dokter keluarga untuk memeriksanya.Sang dokter melakukan pemeriksaan secara detail dan juga teliti. Dia tidak mau melakukan sebuah kesalahan apalagi ini menyangkut istri dari seorang CEO besar. Di sampingnya, Tama masih setia berdiri, memperhatikan sang istri yang masih terkulai tak berdaya. Pakaian yang semula berlumuran darah, sudah dia ganti. Tama melakukannya sendiri karena sejak kejadian Nufa, rasa kepercayaannya kepada para pelayan di mansion menjadi berkurang. Dia takut jika masih ada orang suruhan Rey yang tinggal disana. “Bagaimana, dokter?” tanya laki-laki itu saat melihat sang dokter sudah selesai memeriksa. Dokter tampan itu pun tersenyum.“Tidak apa-apa, Tuan Tama. Kondisi istri anda yang belum sadar, bukan karena ada kesalahan tapi memang itu akibat obat yang diberikan oleh dokter yang memeriksa sebelumnya,” jelas sang dokter keluarga. Tama menghela nafas lega.“Jadi, kira-kira kapan
“Jika kamu berani menembak Rey, maka aku juga berani untuk menghabisi istri tercintamu ini,” ancam Nufa setengah berteriak.Rey dan juga Tama sontak menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat Nufa yang sedang menggenggam sebuah gunting dan bersiap untuk menancapkannya di dada Zahra yang belum juga sadarkan diri. “Coba saja kalau berani, Tama!” ucap Nufa lagi. Tama menatap tajam kedua mata tua sang kepala pelayan. “Dari sejak dulu, aku tidak pernah takut padamu ataupun juga pada Yudha - ayahmu.”Tama sadar jika ancaman Nufa bukan hanya gertakan saja. Dia tahu jika wanita paruh baya itu bisa saja berbuat nekad. Mereka sudah pernah menghabisi sang Ibu secara bersih. Sehingga semua bukti menjelaskan bahwa Naya meninggal karena sakit. Tama tahu jika pasangan bibi dan keponakan ini tidak bisa dianggap remeh.Perlahan laki-laki itu menurunkan senjatanya. Melihat Tama yang sepertinya menyerah, dengan cepat Rey berdiri dan mencuri senjata milik sang CEO. Kini suami istri itu berada di bawah
Senja sudah berakhir. Langit terang telah berubah menjadi gelap. Akan tetapi sampai detik ini Tama masih belum juga menemukan kabar keberadaan sang istri. Laki-laki itu mengemudikan kendaraannya dalam keadaan yang frustasi. Sesekali dia memukul kemudi mobil dengan keras dan sesekali dia juga menjambak rambutnya sendiri.Setelah mendapatkan pengakuan dari penjaga mansion, Tama langsung melajukan kendaraannya keluar dari rumah besar tersebut. Beberapa staf kantor pun sempat dia hubungi untuk mencari tahu tentang Rey akan tetapi mereka semua tidak tahu. Yang mereka katakan hanya satu yaitu Rey keluar dari kantor dengan cepat dan terburu-buru.“Aku berjanji padamu Rey, aku berjanji demi mendiang ayah dan juga ibuku, jika sampai kamu menyentuh Zahra sedikit saja, aku akan membunuhmu,” gumam Tama dengan sorot mata yang tajam.Fokus laki-laki itu membuyar saat dia mendengar ponselnya yang berdering. Dengan cepat dia mengangkat panggilan tersebut.“Bagaimana, Alex?” tanya Tama pada orang diba
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat mobil yang dikendarai oleh Tama sampai di halaman parkir mansion. Setelah bertemu dengan Kiran dan menyelesaikan masalahnya dengan pengacara Aldi, laki-laki itu memilih untuk langsung pulang ke rumah saja, tanpa menyempatkan diri ke kantor. Dia sudah tahu apa yang sedang terjadi disana dan Tama akan membiarkan Rey bersenang-senang sesaat sebelum besok dia akan membalikkan keadaan.Seperti biasa para pelayan berjajar di depan pintu untuk menyambut sang CEO. Namun ada yang aneh disana. Di dalam barisan para wanita itu, Tama tidak melihat sosok Nufa dan juga sang istri - Zahra. Kedua mata laki-laki itu seketika melirik ke atas. Menatap pintu kamarnya yang masih tertutup.“Hmm, mungkin dia ketiduran lagi karena lelah,” ucap laki-laki itu dalam hati.Sebuah senyum terukir manis di bibir Tama saat dia membayangkan tubuh mungil sang istri yang sedang terbaring di atas kasur. Entah kenapa tapi semenjak hubungan diantara mereka membaik, membuat Tama