Bunga bermalam di kamar Adelia dan berbaring di samping sahabatnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi matanya belum mampu terpejam. Dia terlihat begitu gelisah.
Ucapan ayah sahabatnya itu masih terngiang jelas di telinganya. Ucapan yang sangat menusuk dan membuat hatinya hancur. Namun semua ucapan Pak Er memang benar. Tidak seharusnya Ia merepotkan orang lain karena perbuatannya sendiri.
Namun tidak semuanya benar. Bunga dan keluarganya tidak menggunakan uang itu untuk berfoya-foya, melainkan untuk membiayai pengobatan ayahnya yang menjadi korban tabrak lari oleh pengendara sepeda motor. Ayahnya mengalami retak di bagian tulang rusuknya yang menyebabkan ayahnya harus berada di kursi roda sementara ini hingga kesembuhannya.
Bunga menatap langit-langit kamar dan kembali memikirkan perkataan pria yang biasa Ia sebut dengan panggilan Pak Er. Kalau saja mau menerima si Boss gila yang sudah mempunyai istri empat dan entah berapa simpanan yang tak terhitung itu, mungkin saja semua masalah akan teratasi.
Bunga bergidik, ia jijik dan tidak sudi menjadi simpanan lintah darat tua bangka itu. Sudah bau tanah tapi masih saja doyan sama perawan.
Bunga beranjak dari tidurnya. Ia mengambil ponsel jadul yang berada di atas nakas. Kemudian melangkah keluar menuju balkon. Bunga ingin mencari udara segar untuk mendinginkan kepalanya.
Gadis cantik berkulit putih ituberjalan mondar mandir. Sesekali menatap ke arah jalanan yang sudah mulai sepi. Hatinya diliputi oleh keraguan. Da harus bisa menemukan jalan keluar. Hanya dirinya satu-satunya tulang punggung sekarang dan harus menentukan langkah yang tepat untuk kehidupan selanjutnya.
Tidak mungkin keluarganya akan numpang di rumah ini terlalu lama. Pemilik rumah ini saja sudah tidak menyukainya dari awal. Bunga juga tidak mau rumah satu-satunya warisan Eyang harus jatuh ke tangan lintah darat itu. Haruskah dirinya berkorban seperti apa yang di katakan oleh Pak Er tadi.
Setelah mempertimbangkan dengan matang, Bungapun mencoba menghubungi nomor lintah darat itu.
Tanpa Bunga sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan gerak geriknya sedari tadi. Mata indah itu milik Erlangga. Tanpa sengaja, pria berumur yang masih terlihat mempesona itu juga bermaksud untuk mencari angin segar di balkon. Kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Adelia membuatnya bisa melihat Bunga saat menggunakan baju tidur milik adelia yang transparan.
Ada geletar aneh yang menyeruak dari dalam dadanya. Seperti ada gelegak yang membuncah dari sudut hatinya yang terdalam. Erlangga juga tidak mengerti dengan semuanya. Ia pria yang sudah beristri dan sudah terbisa melihat kedua istrinya memakai lingeri yang sangat transparan sekalipun. Namun perasaannya biasa saja, berbeda dengan saat ini.
Entahlah Erlangga juga tidak mengerti.
Pria itu mencoba untuk mencuri dengar pembicaraan Bunga.
“Halo. Tuan Suryo! Saya mau bertemu anda sekarang juga!“
“Boleh, Sayang, mau ketemu di mana?“
“Temui saya di taman kota dekat rumah sekarang!“
Klik, Bunga menutup sambungan telpon tanpa menunggu jawaban dari si lintah darat menyebalkan. Ia lalu masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian.
Erlangga juga ikut masuk ke kamar dan berganti pakaian. Ia berniat untuk mengikuti gadis itu.
***
Bunga tiba di area Taman kota. Jantungnya berdetak sangat kencang. Dari kejauhan nampak Si lintah darat itu sedang menunggunya bersama empat orang pengawal berbadan kekar. Bunga mengatur nafas sejenak. Menarik nafas panjang dan menghembuskannya peralahan. Sejenak memejamkan mata dan berharap keputusannya kali ini tidak salah. Ia harus bisa mempertahankan satu-satunya rumah peninggalan eyang.
Bunga melangkahkan kakinya perlahan sembari mengibaskan rambutnya. Derap langkah kaki gadis cantik itu membuat Suryo menoleh ke arahnya.
Mata lintah darat itu terbelalak saat melihat gadis yang sudah lama diimpikan tengah berjalan ke arahnya. Dia sudah mengincarnya semenjak gadis itu masih duduk di bangku SLTA. Berbagai cara telah dilakukan, akan tetapi tidak pernah berhasil karena Ayah gadis itu selalu menggagalknnya. Ayahnya selalu menjaga anak gadisnya dengan baik.
Setelah sekian lama kesemptan itu hadir juga. Bahkan kecelakaan yang menimpa Ayah Bunga itu Suryo lah yang mengatur semuanya dengan sangat rapi tanpa meninggalkan jejak. Gadis itu kini sudah ada di depan matanya. Air liurnya hampir menetes membayangkan kenikmatan yang akan direguk bersama primadona di kampungnya.
Bunga mengedikkan bahunya. Dia merasa mual melihat pria hidung belang itu yang menatapnya penuh nafsu menjijikan. Tak sanggup memabayangkan seandainya harus menjadi bulan-bulanan nafsu bejatnya. Bunga kembali mengatur nafas mencoba menenangkan diri.
“Hallo, Cantik. Apa kabar, Sayang? “ Suryo berusaha meraih jemari Bunga.
“Jangan sentuh saya!“ Bunga menarik tangan yang hampir saja tersentuh oleh tangan kotor si tua bangka itu.
“Jangan jual mahal lagi, Sayang. Sebentar lagi kau akan menjadi istriku. Dan kita akan bersenang-senang setiap waktu ha ... ha ....” tawa Suryo disambut oleh gelak tawa para pengawalnya.
“Jangan mimpi! Saya tidak sudi menjadi istri orang kotor seperti Anda!”
“Jaga mulut kamu! Aku Suryo Diningrat akan selalu mendapatkan apa yang aku mau!”
“Cukup! saya muak dengan kesombongn anda! saya kesini untuk meminta waktu kembali kepada anda. Beri saya waktu satu bulan lagi untuk melunasi hutang-hutang keluarga saya!“
“Tidak bisa! waktu kau sudah habis! sekarang juga serahkan diri dengan ikhlas atau lunasi hutang kelurga kau!“
“Tolong beri saya waktu lagi! kalau saya tidak bisa mengembalikannya dalam waktu satu bulan, saya rela menyerahkan diri!“
“Aahh aku tidak percaya! Ayo! Bawa dia ke mobil!“ seru Suryo kepada para pengawalnya.
Dengan sigap para pengawal itu memegang lengan Bunga dan berusaha menariknya. Bunga terus meronta dan melakukan perlawanan. Namun tubuh mungilnya tak berdaya melawan otot-otot yang begitu kuat. Bunga hanya bisa menangis dan menyesali keputusan untuk menemui pria licik ini. Ia membayangkan dirinya akan menjadi orang yang paling kotor karena tubuhnya akan terjamah oleh pria menjijikan itu.
“Lepaskan gadis itu sekarang juga!“ Tak disangka Erlangga muncul secara tiba-tiba..
Suryo beserta para pengawalnya menoleh ke arah suara. Seorang pengawal berbisik ke arah Tuannya.
Suryo mengangguk-angguk. Matanya menatap tajam ke arah Erlngga. Dia sudah membaca kartu nama pria itu. Walaupun baru bertemu dengannya, tapi Suryo sangat mengenal nama besar konglomerat muda itu. Dengan kekayaannya bisa melakukan segalanya. Urusnnya bisa menjadi panjang dan kekayaannya tidak akan mampu menandingi pria itu.
Tetapi otak liciknya bisa mengalahkan nyalinya. Tanpa berfikir panjang Suryo menyeru kepada para pengawalnya,“ Habisi Dia!“
“Tunggu! apa kamu pikir saya datang sendirian? Saya sudah mengantongi bukti-bukti kejahatan kamu! dan polisi sedang menuju kemari untuk menangkap kalian! Ayo! kalau berani serang saya sekarang juga!“gertak Erlangga dengan gagah berani.
Suryo ketakutan. Dia tak habis fikir, dari mana pria ini bisa tau kalau dirinyalah yang telah mencelakai Ayah Bunga. Ia tidak mau masuk penjara. Suryo segera memerintahkan kepada para pengawalnya untuk melepas Bunga dan melarikan diri. Mereka segera masuk ke dalam mobil dan memacu mobilnya secepat kilat.
Bunga memijat lembut lengannya yang masih terasa sakit karena cengkeraman kuat pria berotot tadi. Ia menatap ke arah Erlangga yang mematung dan menatapnya.
Erlangga membuang muka saat bola mata indah itu menatap ke arahnya. Da tidak berani balas menatapnya. Hatinya berdesir. Ada debaran kuat di sana yang membawa dirinya untuk menolong gadis ini. Dorongan aneh yang sulit dimengerti.
“Terima kasih. Pak Er, sudah menolong saya!“ ujar Bunga dan menatap penuh bahagia.
“Jangan ge er! Saya tidak sengaja kesini dan melihat kamu bersama pria berandalan itu!“ pria itu gengsi dan tidak mau mengakui bahwa memang dia mengikuti Bunga sedari tadi.
“Tapi, bagaimana Pak Er bisa tahu kejahatan mereka dan membawa polisi?!“ Bunga merasa heran dan tidak mengerti.
“Mana saya tahu! Kenal juga tidak! Menghadapi preman seperti mereka itu pake otak, jangan sok pintar dengan menyerahkan diri! Dasar gadis bodoh!“
“Jadi Pak Er tahu saya mau menemui Suryo?“ Bunga makin bingung dengan ucapan mantan Bossnya itu.
Erlangga gelagapan. Ia tidak mengerti kenapa sampai kelepasan bicara. Erlangga tidak ingin Bunga tahu kalau dirinya memang sengaja mengikutinya.
“Enggak usah banyak tanya! cepat masuk ke mobil!“ Erlangga berlalu meninggalkan Bunga. Bunga berlri kecil menuju mobil. Lalu membuka pintu mobil di bagian belakang.
“Tunggu! emngnya saya supir kamu? duduk di depan!“
“I-iya,Pak.” Bunga lalu menghempaskan tubuhnya disamping pria angkuh itu. Gadis itu terus menundukkan kepala.
Tak ada sepatah katapun sepanjang perjalanan.
Sesekali Erlangga melirik kearah Bunga. ‘Gadis ini sungguh cantik’ Erlangga bergumam dalam batin. Ahh dia segera menepis pikiran itu.
Bunga tidak menyangka ternyata orang angkuh ini berhati baik. Tak bisa membayangkan seandainya Pak Er tidak datang menolongnya, dirinya pasti sudah terkurung di neraka dan menjadi santapan si tua bangka itu.
Erlangga menghentikn mobilnya dengan jarak dua ratus meter dari rumahnya.
“Kamu turun sekarang! aku pastikan kamu masuk rumah dengan selamat! dan ingat, jangan pernah cerita kepada siapapun tentang hal ini!“ kata Erlangga tanpa menatap ke arah Bunga. Ia lalu membuang pandangannya keluar jendela.
“Baik, Pak. Sekali lagi saya ucapkan terima Kasih untuk ...”
“Sudah turun! saya tidak butuh basa-basi kamu!“
Bunga segera turun dari Mobil dan melangkah dengan cepat menuju rumah mewah milik pria yang sudah menolongnya tanpa menoleh sedikitpun. Lalu masuk ke dalam rumah.
Erlangga bisa bernafas lega. Tubuh gadis itu sudah tidak terlihat. Tanpa Bunga menyadari Erlangga terus menatapnya hingga gadis itu masuk ke dalam rumah. Ia benar-benar ingin memastikan keselamatan gadis itu.
Sesaat kemudian Erlangga melajukan mobilnya dan memasuki pekarangan rumahnya. Dia berharap tidak ada satu orangpun di dalam rumah ini yang mengetahui kalau Ia datang bersama dengan Bunga.
Hari masih pagi, sang mentari menyembunyikan sinar hangatnya. Suasana dapur sudah ramai. Terdengar ada sedikit keributan. Suara Aini berbicara dengan nada tinggi membuat Erlangga risih mendengarnya.Erlangga mengenakan kaos dan celana olahraga, siap untuk jogging yang sudah menjadi rutinitasnya disetiap pagi. Pria berkacamata itu menghampiri dapur untuk melihat apa yang terjadi.“Ada apa sih ribut-ribut?““Ini Mas. Bunga mau pamit pulang. Tapi aku khawatir kalau preman-preman itu datang lagi.“ Aini berusaha menjelaskan kepada suaminya.“Kenapa kamu yang repot?! Kalau dia mau pulang, pulang saja. Ngapain ditahan-tahan! Dia punya otak yang bisa digunakan untuk berfikir! “ ujar Erlangga berpura-pura cuek. Padahal jauh dalam hatinya tak ingin gadis itu pergi dari rumahnya.Bunga terdiam, Ia mencoba mencerna perkataan pria itu. Walaupun terkesan kasar, setiap kata yang terlontar dari mulut sadisnya penuh makna.Bunga mencoba mengulang memory di otak tentang kejadian semalam. Keberuntungan
Bunga tersadar dan menatap langit-langit kamar dan juga sekelilingnya. Pandangannya kabur. Namun perlahan dapat melihat jelas orang di sekelilingnya. Adik lelaki dan ibunya duduk di tepi ranjang sambil memijit kakinya. Ayahnya duduk di kursi roda, Aini dan juga Martha duduk di kursi dan memegang lengannya seraya menguntai senyum manis penuh ketulusan.“Kenapa Bunga ada di sini, Tante? bukan kah tadi Bunga ....”“Bunga. Kamu tadi pinsan di jalan dan ada orang yang mengantar kamu kesini.”Aini membelai rambut Bunga dengan lembut.Bunga membisu. Ia tidak melihat Pak Er ada di sini. Bunga ingat betul tadi dirinya yang mengantar ke rumah Suryo. Bagaimana nasib beliau kini. Apakah beliau mengalami kesulitan.Bunga tidak bisa tinggal diam dan harus melakukan sesuatu. Ia tidak mau gara-gara menolong dirinya, Pak Er jadi celaka. Bunga beranjak dari tempat tidur dan semua orang menahannya.“Bunga. Kamu mau kemana? istirahatlah dulu.” Martha berusaha mencegahnya.“Tidak, Tante, Bunga harus menolo
”Siapa, Bunga? katakan!” Aini makin penasaran dan terus mendesak Bunga.“Bunga sendiri, Tante,” Jawab Bunga lirih. Dan semakin menundukkan kepala lebih dalam. “Apa?!” jawab Martha dan Aini berbarengan.“Kamu jangan bercanda, Bunga. Tante enggak suka!” ucap Aini.“Bunga serius, Tante. hanya dengan cara ini Bunga bisa membalas budi kepada keluarga Tante. “ Bunga memberanikan diri menatap wanita yang sangat dihormatinya. Seorang wanita yang berhati mulia tapi mendapat cobaan yang sangat berat.“Tidak, Bunga. Tante tidak setuju! Kamu masih muda. Tante tidak akan membiarkan kamu terkungkung dalam ikatan ini. Lagi pula Kami tidak pernah mengharapkan balasan apapun dari kamu, sayang, Tante ikhlas.”“Justru karena Bunga masih muda dengan harapan berhasil lebih besar. Bunga juga ikhlas Tante. Masa depan Bunga bisa drajut kembali setelah tugas selesai.” Bunga menggenggam jemari Aini dan mencoba meyakinkannya.“Cukup Bunga! Tante tidak mau merusak masa depan kamu. Kamu masih gadis. Kalau kamu
“Justru karena aku mencintai kamu. aku ingin kamu bahagia dan punya anak dari benih kamu, Mas. Berkali-kali aku sudah membicarakan ini.” Aini juga berdiri dan balas menatap tajam suaminya.“Aku tidak mau! punya istri dua saja Aku belum bisa bertindak adil kepada Martha. Aku banyak dosa padanya! dan itu menjadikan aku beban di dunia dan akhirat! mikir enggak sih kamu! belum lagi perkataan orang lain di luar sana, mereka akan menganggap aku lelaki hidung belang yang doyan main perempuan! asal kamu tahu, biarpun aku tidak pernah mendapat kepuasan bathin dari kamu tapi aku tidak pernah jajan sekalipun, aku setia Aini!” Erlngga berteriak di depan wajah Aini persis. Ia menumpahkan segala kekesalannya kepada istri tercintnya itu.“Aku tahu Mas. maka dari itu aku ingin kamu bahagia dengan menikahi Bunga untuk menjalankan program bayi tabung. Itu saja, bukan untuk menyuruhmu ‘tidur’ dengannya!” Aini menyentuh lengan suaminya untuk melembutkan hatinya. Namun Erlangga menepisnya dengan kasar.“B
“Kamu mikir apa sih?” Erlangga membuang muka. Ia tidak ingin istrinya tahu perubahan wajahnya.Erlangga memegang kedua bahu Martha dan menatapnya tajam.“Martha, tolong bantu aku untuk berbicara kepada Aini. Aku tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Lupakan keinginan untuk mempunyai anak kandung. Aku sudah punya Adelia dan Ratih, mereka anak-anakku.”Martha menatap kedua bola mata suaminya. Sulit bagi Martha untuk mengartikannya. Nalurinya mengatakan ada yang berbeda antara ucapan dan tatapan mata yang penuh keraguan.“Martha, Kamu dengar ucapanku?” Erlangga mengguncang bahu istri keduanya.Pertanyaan suaminya membuat Martha terkejut hingga membuyarkan semua lamunannya. “Iya, aku bantu.” Martha tersenyum sembari mengerjapkan matanya.“Terima Kasih, Martha.” Erlangga memeluk Martha begitu erat. Ada sedikit ringan di dadanya sekaligus kepedihan di hatinya. Ia akan kehilangan permata itu untuk selamanya.Martha tak menyangka suaminya akan memeluknya seerat ini. Ini adalah pelukan per
Pintu terbuka dari dalam. Bunga muncul dari balik pintu mengenakan daster tanpa lengan setinggi lutut. Ia terkejut melihat kedatangan Aini.Sementara itu, Erlangga bersandar pada dinding hingga luput dari pandangan Bunga.“Tante?!”“Iya, Sayang. Apa kabar?” Aini memeluk Bunga begitu erat.Erlangga menahan nafas dan dadanya kembang kempis. Entah kenapa dadanya terasa bergemuruh. Pria itu melihat Bunga secantik bidadari. Tubuh sexy dengan balutan daster berbelahan pendek di bagian dada dan punggung membuat pria matang itu meneguk saliva. Kulitnya yang putih mulus begitu menggoda.Ada geletar aneh dan dentuman dahsyat dari hasrat lelakinya. Pria itu memalingkan wajah untuk mengurangi hasrat yang tiba-tiba saja datang dan menekan dada.Tanpa sengaja Bunga mengarahkan pandangannya ke arah Erlangga. Gadis itu tak menyangka pria menyebalkan itu juga ada di rumahnya.”Pak Er?!” Bunga sangat terkejut. Ia masih sangat kesal mengingat penghinaan pria itu semalam. Bunga melepas pelukan Aini dan h
“Bunga.” Aini menyentuh pipi Bunga dengan lembut.“I...iya Tante. Bunga mau, tapi demi Tante!“ jawab Bunga dengan gugup. Gadis itu memainkan jemarinya sebagai tanda dia sedang gelisah. Ada penyesalan saat menjawab pertanyaan tanpa berpikir terlebih dahulu. Namun nasi sudah menjadi bubur. Apa yang terucap takkan bisa ditarik kembali.“Terima Kasih, Bunga!” Aini memeluk Bunga dengan erat. Matanya berkaca-kaca. Perasaan sedih dan bahagia bercampur menjadi satu.Wanita mana yang takkan sedih bila harus merelakan sang suami menikah lagi dan akan mempunyai anak dari wanita lain. Namun Aini harus menguatkan diri karena hal itu juga demi keutuhan rumah tangganya.“Sama-sama, Tante.” Bunga membalas pelukan Aini. Rasa sesal sedikit terurai saat melihat wajah wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya itu bersinar bahagia.Erlangga tersenyum bahagia dan merasa seperti baru saja memenangkan sebuah proyek besar. Tapi bukan Erlangga namanya kalau tidak pandai menutupi perasaan dengan kemarahan. Egon
Siang hari yang begitu cerah Aini dan Martha mendatangi rumah Bunga dengan tujuan untuk melamar Bunga sebagai istri ketiga suaminya. Semula kedua orang tua Bunga menolak lamaran itu.Pada dasarnya tidak ada orang tua yang rela putrinya menjadi istri kedua ataupun ketiga. Begitu juga dengan orang tua Bunga. Mereka tidak mau mengorbankan kebahagiaan anaknya hanya untuk balas jasa.Namun Aini berusaha menjelaskan semuanya, bahwa pernikahan Bunga dan suaminya hanya untuk menjalani program Bayi tabung saja, bukan untuk tidur dengan suaminya. Aini yang menjamin kalau suaminya tidak akan menyentuh Bunga. Bunga akan tetap virgin hingga tugasnya selesai.Dengan susah payah Aini membujuk kedua orangtua Bunga. Ia berusaha meyakinkan keduanya untuk menerima pinangan suaminya.Bunga juga berusaha meyakinkan kedua orangtuanya yang masih diselimuti oleh keraguan. Keinginannya hanya untuk membalas kebaikan keluarga yang telah banyak membantu kehidupannya dan keluarga.Dengan berat hati dan berlinang
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G