Brakk..suara pintu di buka dengan kasar.
“Mamah tunggu!“ suara Adelia mengejutkan kedua orangtuanya. Gadis itu berlari menaiki anak tangga dengan cepat. Dadanya naik turun tak beraturan.
Erlangga menurunkan tubuh Aini dari gendongannya.
“Ganggu orang tua aja!“ Erlangga menggerutu.
“Ada apa, Sayang?“ Aini menyentuh wajah putrinya.
“Mamah, tolongin Bunga!“ Adelia menggandeng tangan Aini.
“Iya. Tapi ada apa, Sayang? cerita sama Mamah!“
“Ayo, Mah! Cepetan! Nanti ceritanya di Mobil. Papah juga ikut!“ Adelia menarik lengan kedua orang tuanya.
“Papah baru pulang kerja Adel. Cape!” Erlangga berusaha menolak ajakan putrinya.
“Sebentar doang, Pah! “
Walau kesal, Erlangga terpaksa mengikuti kemauan putrinya. Namun Aini mencoba untuk menenangkan suaminya. Dia yakin pasti ada sesuatu yang serius yang menimpa sahabat putrinya.
Sopir pribadi juga sudah siap mengantar mereka. Mobilpun segera meluncur ke lokasi.
****
Mobil berhenti di depan rumah sederhana bernuansa betawi. Terlihat Bunga yang sedang berbicara dengan tiga orang pria berbadan kekar di teras rumah. Ibunya hanya bisa menangis sambil memeluk adik lelaki Bunga yang baru berusia lima tahun dan juga suaminya yang duduk di atas kursi roda.
“Ayo Mah, kita bantu Bunga!“ Adel segera turun dari mobil dan berlari ke arah Bunga..
“Iya, Sayang, Ayo, Mas turun!“Aini mengulurkan tangan kepada suaminya.
“Enggak! Kamu saja yang turun. Aku tunggu di mobil!“ Erlangga cuek dan tidak tertarik sama sekali.
“Mas, kamu jangan keterlaluan dong, Bunga lagi ribut sama tiga orang laki-laki dan kamu lihat dong orang tuanya menangis. Pasti ada yang serius dan mereka butuh bantuan kita!“
“Kalau Aku bilang Enggak, ya Enggak! kamu turun saja sendiri, Aku malas berurusan lagi sama gadis itu! Ribet ujung-ujungnya.“
“Ya udah deh, terserah kamu!“ Aini sangat kesal. Ia turun dari mobil dan menutup pintu mobil dengan keras.
“Ada apa ini! Tolong jelaskan!“ Aini mencoba bertanya kepada ketiga pria berwajah sangar.
“Anda siapa?! apa urusannya dengan keluarga ini?!“ Seru pria yang berkumis tebal.
“Saya kerabatnya! kalian benar-benar memalukan! beraninya hanya dengan kaum yang lemah saja!” Aini berkata dengan nada tinggi.
“Saya tidak ada urusan dengan Anda! Jangan ikut campur!” si kumis tebal menunjuk wajah Aini.
“Gak usah pake nunjuk. Kalian hanya berani melawan wanita saja! “
“Sudah! Ayo kita bawa saja gadis ini sebagai jaminan!“
Dua lealki bertubuh kekar menarik lengan Bunga dan menyeretnya. Bunga terus meronta. Wanita yang melahirkan Bunga, Aini dan Adelia mencoba membantu melepas bunga dari cengkeraman tangan-tangan kekar itu. Namun tenaga mereka begitu kuat hingga hanya dengan satu kali hentakan, ketiga wanita tidak berdaya itu terjatuh. Mereka berusaha bangun dan mengejar Bunga, tapi usaha mereka sia-sia.
Bunga dipaksa masuk ke dalam mobil oleh ketiga pria itu. Tepat pada saat salah satu pria akan menutup pintu Mobil, Erlangga datang dan menendang pintu mobil serta menarik pakaian pria itu dan melemparkannya ke tanah. Erlangga lalu menarik lengan Bunga untuk keluar dari mobil.
“Siapa Anda?! beraninya mencampuri urusan kami!“
“Apa mau kalian dari gadis ini?!“tanya Erlangga kembali.
“Dia punya hutang kepada boss kami Empat puluh juta. Mereka tidak sanggup membayar. Sesuai perjanjian, gadis itu akan menjadi jaminan sampai hutang mereka lunas!”
“Dasar licik kalian!“ Erlangga mengambil kartu nama di dompetnya dan melempar dengan kasar ke arah pria itu.
“Hubungi saya besok! Sekarang juga kalian pergi!“
“Oke, tapi pertimbangkan penawaran saya tadi! kalau kamu mau jadi simpanan Boss kami, hutang keluarga kamu lunas!“
“Pergi sekarang juga atau saya panggil orang sekampung untuk mengeroyok kalian!“ Erlangga mengancam para penjahat itu.
“Oke! kami pergi!“
Para penagih hutang masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi.
Erlangga mendengus kesal. Pria angkuh itu sangat tidak suka berurusan dengan preman receh seperti mereka. Bukan level dia untuk mengurusi hal kecil seperti ini. Kalau saja bukan karena Aini dan Adel yang memaksanya, Ia tidak sudi membantu gadis yang sangat dibenci.
Erlangga merasa gadis menyebalkan itu tengah memperhatikan dirinya.
“Apa yang ada di pikiran gadis itu? Apa Dia fikir aku jatuh hati padanya karena bersedia menolongnya?” Erlangga bermonolog dalam hati.
Perlahan, Ia menoleh ke arah Bunga. “Ternyata benar! Gadis itu tengah terpeseona kepada diriku. Dasar gadis sampah!” ucap Erlangga dalam hati.
“Ngapain kamu lihatin saya seperti itu?! Saya tidak suka!“ Hardik Erlangga kepada Bunga.
Bunga menunduk ketakutan dengan tubuh gemetar.
“Dengar! jangan kamu pikir aku menolongmu karena dirimu! Itu salah besar! Semua aku lakukan karena Istridan anak. Catat itu!“
Erlangga melangkahkan kakinya, Namun baru satu langkah, tubuh Bunga ikut tertarik dan hampir terjatuh.
“Lepasin tangan saya, Pak Er!” ucap Bunga.
Erlangga menatap ke arah lengan Bunga. Dia tidak sadar bahwa masih memegang tangan Bunga. Mukanya memerah, Ia merasa hal ini sangat memalukan. Namun ada desiran halus dalam dada saat menggenggam jemari gadis itu. Entahlah rasa apa ini, erlangga berusaha menepisnya. Iapun segera melepas jemari Bunga dengan kasar.
“Aini! Aku tunggu di mobil!“ Si Pria tampan nan angkuh itu melangkahkan kakinya ke arah mobil tanpa menoleh sedikitpun. Dia merasa sangat malu.
Erlangga mengarahkan pandangannya kepada Bunga. Ada perasaan yang aneh tatkala melihat wajah gadis itu. Rasa yang sudah lama dirindukan. Ada geletar aneh yang tak dimengerti.
Erlangga melihat Aini dan yang lainnya berjalan ke arahnya. Pria itu berpura-pura membaca surat kabar yang ada di jok mobil.
“Mas, malam ini aku ajak mereka tidur di rumah kita boleh, ya? aku takut preman-preman itu datang lagi kesini!“ ucap Aini saat membuka pintu mobil.
Braak, Erlangga membanting koran ke lantai mobil.
“Apa-apa an ini! Aku tidak setuju! Kamu dengar sendiri’kan, besok aku menyuruh mereka untuk menghubungi Aku! jadi mereka tidak mungkin datang kesini lagi, Aini!“Erlangga sangat kesal kepada istrinya.
“Jangan setengah-setengah bantu mereka! Kasihan mereka!”
“Terserah kamu! tapi aku tidak sudi satu mobil dengan gadis itu!“
Erlangga keluar dari mobil dan menyetop Taxi. Ia tidak perduli dengan suara Aini yang terus memanggilnya. Hatinya begitu kesal terhadap keputusan istrinya. Begitu mudahnya Dia menerima orang lain di rumah tanpa melihat dulu siapa mereka. Namun itulah Aini, kebaikan hati dan ketulusannya lah yang membuat Erlangga begitu mencintai dan menyayangi istrinya.
****
Mobil yang membawa Aini dan yang lainnya berhenti di rumah mewah dengan tiga lantai milik Erlangga. Mereka masuk ke dalam rumah. Aini mengantar kedua orang tua Bunga, dan adiknya ke kamar tamu, Bunga mendorong kursi roda ayahnya dengan penuh kasih sayang.
“Untuk sementara, kalian tinggal di sini dulu, ya!“ ucap Aini dengan menguntai senyum manis.
“Terima Kasih, Bu. Saya tidak akan pernah melupakan kebaikan ibu!“ ucap bu Sumi, Ibunda Bunga. Dia mencium tangan Aini. Namun Aini berusaha menghindar. Da merasa tidak pantas karena usia mereka pasti tidak beda jauh..
Bu Sumi menghapus airmatanya dengan jilbab lusuh yang dikenakan.
“Apa kalian sudah makan?” tanya Aini.
“Sudah, Tante!“ Jawab Bunga.
“Benar?“
“Benar, Tante!“
“Ya sudah. Kalian istirahat dulu. Saya mau menunggu suami saya pulang.“
Aini keluar dari kamar dan menutup pintu perlahan. Kemudian menuju ruang tamu untuk menunggu kedatangan suaminya.
Aini menatap ke arah jam dinding. Hampir setengah jam menunggu suaminya. Tidak biasa nya suaminya seperti ini. Semarah apapun dia, tidak pernah pergi tanpa pamit kepadanya.
Ting tong! bel berbunyi, Aini segera membuka pintu. Erlangga muncul dengan wajah yang tidak bersahabat. Ia masuk begitu saja tanpa memperdulikan Aini yang terus memanggil namanya.
“Mas, berhenti!“ Aini menarik lengan suaminya untuk menghentikan langkahnya.
“Apa lagi Aini? aku cape!“ jawab Erlangga dengan kesal.
“Dari mana saja kamu,Mas? lebih dari setengah jam aku menunggu kamu!“
“Untung saja aku masih mau pulang! Pokoknya selama mereka masih ada mereka di rumah ini, aku tidak akan pulang! Rumah ini bukan penampungan. Kamu tinggal pilih mereka atau aku!“ jawab Erlangga dengan sombong.
“Kamu jangan lebay deh. Mereka itu tamu aku, kamu juga harus menghormati mereka!”
“Dengar Aini, aku tidak sudi tinggal satu atap dengan gadis sialan itu! Mereka tidak seharusnya tinggal di sini. dan kamu juga harus menghormatiku sebagai suamimu! ini rumahku!“ Erlangga mengguncang bahu Aini.
“Tapi, Mas...,”
“Tante. Pak Er benar. Kami tidak seharusnya tinggal di sini!“ Bunga muncul dengan raut wajah yang begitu sedih. Rambut hitamnya yang bergelombang dibiarkan tergerai tanpa tersisir rapi.
“Pak Er-Pak Er! nama saya Erlangga! Saya tidak suka dipanggil seperti itu!“ Hardik Erlangga kepada Bunga.
“Kamu dan keluargamu kenapa sih harus nyusahin keluarga saya?! kenapa kamu tidak terima saja penawaran dari Boss preman itu?! kalau kamu mau jadi simpanannya, kelar semua masalah! kamu tidak lagi merepotkan orang lain! kalian yang menikmati uangnya untuk bersenang-senang, keluargaku ikut menanggung! Memalukan!“ emosi pria berkacamata itu kian meledak-ledak. Kepalanya terasa seperti mengepul.
“Mas! Jangan keterlaluan kamu!“ seru Aini. Dia tidak suka mendengar perkataan buruk suaminya.
Erlangga mendengkus kesal. Ia memilih untuk berlalu dari hadapan gadis yang paling dibenci saat ini. Kepalanya terasa mau meledak kalau harus melihat gadis menyebalkan itu di hadapannya.
Aini mencoba menenangkan Bunga yang menangis. Ia juga kesal mendengar perkataan suaminya yang sangat menyakitkan dan pasti membuat bunga sangat sedih.
“Bunga! Tolong maafkan suami saya, ya. Enggak usah didengerin ucapannya. Orangnya memang begitu kalau lagi marah. Nanti kalau sudah reda juga biasa lagi.”
“Iya Tante, Bunga Enggak apa-apa kok.“
“Ya sudah. Kamu istirahat dulu, Tante mau ke kamar dulu, ya. “ Aini menghapus airmata Bunga dan berlalu menuju ke kamarnya.
Bunga bermalam di kamar Adelia dan berbaring di samping sahabatnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi matanya belum mampu terpejam. Dia terlihat begitu gelisah.Ucapan ayah sahabatnya itu masih terngiang jelas di telinganya. Ucapan yang sangat menusuk dan membuat hatinya hancur. Namun semua ucapan Pak Er memang benar. Tidak seharusnya Ia merepotkan orang lain karena perbuatannya sendiri.Namun tidak semuanya benar. Bunga dan keluarganya tidak menggunakan uang itu untuk berfoya-foya, melainkan untuk membiayai pengobatan ayahnya yang menjadi korban tabrak lari oleh pengendara sepeda motor. Ayahnya mengalami retak di bagian tulang rusuknya yang menyebabkan ayahnya harus berada di kursi roda sementara ini hingga kesembuhannya.Bunga menatap langit-langit kamar dan kembali memikirkan perkataan pria yang biasa Ia sebut dengan panggilan Pak Er. Kalau saja mau menerima si Boss gila yang sudah mempunyai istri empat dan entah berapa simpanan yang tak terhitung itu, mungkin saja
Hari masih pagi, sang mentari menyembunyikan sinar hangatnya. Suasana dapur sudah ramai. Terdengar ada sedikit keributan. Suara Aini berbicara dengan nada tinggi membuat Erlangga risih mendengarnya.Erlangga mengenakan kaos dan celana olahraga, siap untuk jogging yang sudah menjadi rutinitasnya disetiap pagi. Pria berkacamata itu menghampiri dapur untuk melihat apa yang terjadi.“Ada apa sih ribut-ribut?““Ini Mas. Bunga mau pamit pulang. Tapi aku khawatir kalau preman-preman itu datang lagi.“ Aini berusaha menjelaskan kepada suaminya.“Kenapa kamu yang repot?! Kalau dia mau pulang, pulang saja. Ngapain ditahan-tahan! Dia punya otak yang bisa digunakan untuk berfikir! “ ujar Erlangga berpura-pura cuek. Padahal jauh dalam hatinya tak ingin gadis itu pergi dari rumahnya.Bunga terdiam, Ia mencoba mencerna perkataan pria itu. Walaupun terkesan kasar, setiap kata yang terlontar dari mulut sadisnya penuh makna.Bunga mencoba mengulang memory di otak tentang kejadian semalam. Keberuntungan
Bunga tersadar dan menatap langit-langit kamar dan juga sekelilingnya. Pandangannya kabur. Namun perlahan dapat melihat jelas orang di sekelilingnya. Adik lelaki dan ibunya duduk di tepi ranjang sambil memijit kakinya. Ayahnya duduk di kursi roda, Aini dan juga Martha duduk di kursi dan memegang lengannya seraya menguntai senyum manis penuh ketulusan.“Kenapa Bunga ada di sini, Tante? bukan kah tadi Bunga ....”“Bunga. Kamu tadi pinsan di jalan dan ada orang yang mengantar kamu kesini.”Aini membelai rambut Bunga dengan lembut.Bunga membisu. Ia tidak melihat Pak Er ada di sini. Bunga ingat betul tadi dirinya yang mengantar ke rumah Suryo. Bagaimana nasib beliau kini. Apakah beliau mengalami kesulitan.Bunga tidak bisa tinggal diam dan harus melakukan sesuatu. Ia tidak mau gara-gara menolong dirinya, Pak Er jadi celaka. Bunga beranjak dari tempat tidur dan semua orang menahannya.“Bunga. Kamu mau kemana? istirahatlah dulu.” Martha berusaha mencegahnya.“Tidak, Tante, Bunga harus menolo
”Siapa, Bunga? katakan!” Aini makin penasaran dan terus mendesak Bunga.“Bunga sendiri, Tante,” Jawab Bunga lirih. Dan semakin menundukkan kepala lebih dalam. “Apa?!” jawab Martha dan Aini berbarengan.“Kamu jangan bercanda, Bunga. Tante enggak suka!” ucap Aini.“Bunga serius, Tante. hanya dengan cara ini Bunga bisa membalas budi kepada keluarga Tante. “ Bunga memberanikan diri menatap wanita yang sangat dihormatinya. Seorang wanita yang berhati mulia tapi mendapat cobaan yang sangat berat.“Tidak, Bunga. Tante tidak setuju! Kamu masih muda. Tante tidak akan membiarkan kamu terkungkung dalam ikatan ini. Lagi pula Kami tidak pernah mengharapkan balasan apapun dari kamu, sayang, Tante ikhlas.”“Justru karena Bunga masih muda dengan harapan berhasil lebih besar. Bunga juga ikhlas Tante. Masa depan Bunga bisa drajut kembali setelah tugas selesai.” Bunga menggenggam jemari Aini dan mencoba meyakinkannya.“Cukup Bunga! Tante tidak mau merusak masa depan kamu. Kamu masih gadis. Kalau kamu
“Justru karena aku mencintai kamu. aku ingin kamu bahagia dan punya anak dari benih kamu, Mas. Berkali-kali aku sudah membicarakan ini.” Aini juga berdiri dan balas menatap tajam suaminya.“Aku tidak mau! punya istri dua saja Aku belum bisa bertindak adil kepada Martha. Aku banyak dosa padanya! dan itu menjadikan aku beban di dunia dan akhirat! mikir enggak sih kamu! belum lagi perkataan orang lain di luar sana, mereka akan menganggap aku lelaki hidung belang yang doyan main perempuan! asal kamu tahu, biarpun aku tidak pernah mendapat kepuasan bathin dari kamu tapi aku tidak pernah jajan sekalipun, aku setia Aini!” Erlngga berteriak di depan wajah Aini persis. Ia menumpahkan segala kekesalannya kepada istri tercintnya itu.“Aku tahu Mas. maka dari itu aku ingin kamu bahagia dengan menikahi Bunga untuk menjalankan program bayi tabung. Itu saja, bukan untuk menyuruhmu ‘tidur’ dengannya!” Aini menyentuh lengan suaminya untuk melembutkan hatinya. Namun Erlangga menepisnya dengan kasar.“B
“Kamu mikir apa sih?” Erlangga membuang muka. Ia tidak ingin istrinya tahu perubahan wajahnya.Erlangga memegang kedua bahu Martha dan menatapnya tajam.“Martha, tolong bantu aku untuk berbicara kepada Aini. Aku tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Lupakan keinginan untuk mempunyai anak kandung. Aku sudah punya Adelia dan Ratih, mereka anak-anakku.”Martha menatap kedua bola mata suaminya. Sulit bagi Martha untuk mengartikannya. Nalurinya mengatakan ada yang berbeda antara ucapan dan tatapan mata yang penuh keraguan.“Martha, Kamu dengar ucapanku?” Erlangga mengguncang bahu istri keduanya.Pertanyaan suaminya membuat Martha terkejut hingga membuyarkan semua lamunannya. “Iya, aku bantu.” Martha tersenyum sembari mengerjapkan matanya.“Terima Kasih, Martha.” Erlangga memeluk Martha begitu erat. Ada sedikit ringan di dadanya sekaligus kepedihan di hatinya. Ia akan kehilangan permata itu untuk selamanya.Martha tak menyangka suaminya akan memeluknya seerat ini. Ini adalah pelukan per
Pintu terbuka dari dalam. Bunga muncul dari balik pintu mengenakan daster tanpa lengan setinggi lutut. Ia terkejut melihat kedatangan Aini.Sementara itu, Erlangga bersandar pada dinding hingga luput dari pandangan Bunga.“Tante?!”“Iya, Sayang. Apa kabar?” Aini memeluk Bunga begitu erat.Erlangga menahan nafas dan dadanya kembang kempis. Entah kenapa dadanya terasa bergemuruh. Pria itu melihat Bunga secantik bidadari. Tubuh sexy dengan balutan daster berbelahan pendek di bagian dada dan punggung membuat pria matang itu meneguk saliva. Kulitnya yang putih mulus begitu menggoda.Ada geletar aneh dan dentuman dahsyat dari hasrat lelakinya. Pria itu memalingkan wajah untuk mengurangi hasrat yang tiba-tiba saja datang dan menekan dada.Tanpa sengaja Bunga mengarahkan pandangannya ke arah Erlangga. Gadis itu tak menyangka pria menyebalkan itu juga ada di rumahnya.”Pak Er?!” Bunga sangat terkejut. Ia masih sangat kesal mengingat penghinaan pria itu semalam. Bunga melepas pelukan Aini dan h
“Bunga.” Aini menyentuh pipi Bunga dengan lembut.“I...iya Tante. Bunga mau, tapi demi Tante!“ jawab Bunga dengan gugup. Gadis itu memainkan jemarinya sebagai tanda dia sedang gelisah. Ada penyesalan saat menjawab pertanyaan tanpa berpikir terlebih dahulu. Namun nasi sudah menjadi bubur. Apa yang terucap takkan bisa ditarik kembali.“Terima Kasih, Bunga!” Aini memeluk Bunga dengan erat. Matanya berkaca-kaca. Perasaan sedih dan bahagia bercampur menjadi satu.Wanita mana yang takkan sedih bila harus merelakan sang suami menikah lagi dan akan mempunyai anak dari wanita lain. Namun Aini harus menguatkan diri karena hal itu juga demi keutuhan rumah tangganya.“Sama-sama, Tante.” Bunga membalas pelukan Aini. Rasa sesal sedikit terurai saat melihat wajah wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya itu bersinar bahagia.Erlangga tersenyum bahagia dan merasa seperti baru saja memenangkan sebuah proyek besar. Tapi bukan Erlangga namanya kalau tidak pandai menutupi perasaan dengan kemarahan. Egon
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G