Sajian lengkap sudah tersedia di masing-masing piring yang ada di meja makan. Erlangga selalu membiasakan keluarga untuk berdisiplin dan menghargai waktu. Karena baginya orang yang tidak disiplin dan tidak bisa menghargai waktu sama saja tidak menghargai diri sendiri dan juga orang lain.
Begitu juga dengan jam makan. Di waktu yang telah ditentukan mereka harus berkumpul di meja makan. Tidak ada yang harus menunggu lama ataupun tidak sarapan karena kesiangan. Semua harus pandai memanage waktu sendiri,
Masing-masing sandwich dan segelas susu sudah berpindah ke dalam perut mereka. Adelia dan Ratih berpamitan untuk berangkat kuliah. Mereka mencium tangan Ayah dan kedua ibu mereka,
Erlangga berdiri dan menenteng tas kerjanya.
"Ayo, aku antar ke mobil, Mas!" Aini mengambil tas yang ada di tangan Erlangga.
Erlangga melirik ke arah Martha yang sedang sibuk membereskan meja makan di bantu oleh asisten rumah tangga yang sudah bekerja selama lima belas tahun.
Erlangga teringat ucapan Martha semalam. Memang benar, Erlangga sudah tidak adil kepada istri keduanya. Kenapa Ia tidak pernah berfikir bahwa dia punya dua orang istri yang mempunyai hak yang sama.
"Ada apa mas? apa ada yang ketinggalan?" Aini heran melihat suaminya terdiam. Ia lalu mengikuti ke arah mana tatapan suaminya ditujukan. Dan tatapan itu menuju ke arah Martha. ‘Ada apa dengannya?’ bisik Aini dalam hati.
"Martha, kau tidak mengantarku? " sorot mata Erlangga menatap tajam ke arah Martha.
"Eh ... ee ... tidak. Aku sedang ...mmm ...sedang beres-beres," jawab Martha gugup. Ia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu dari suaminya. Karena selama ini memang hanya Aini yang punya hak mengantar Erlangga ke mobil. Ia cukup tahu diri untuk mengerti kedudukannya.
"Kamu ingin diantar kak Martha, Mas? Enggak sama aku?" Aini terlihat tidak senang dengan ucapan suaminya.
"Tidak, kamu jangan salah mengerti, Aini. Mulai sekarang Kamu dan Martha sama-sama mengantarku sampai mobil."
"Ya sudah. Kalau begitu, Ayo , kak!" sentak Aini. Dia terlihat mulai kesal.
" Tapi aku sedang ...."
"Turuti kata-kataku! jangan membantah!" Erlangga melangkah meninggalkan ruang makan diikuti oleh Aini dan Martha.
Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam diri Aini. Apa yang terjadi semalam dengan mereka. Mungkinkah mereka sudah ..., Aini menggelengkan kepalanya. Rasanya tidak mungkin kak Martha dan Erlangga menghianati dirinya. Kak Martha tidak mungkin menghianati kepercayaannya.
Aini juga sangat yakin kepada kesetiaan suaminya. Erlangga tidak
mungkin menghianati cinta suci yang sudah mereka bina selama bertahun-tahun.Jantung Martha berdetak lebih kencang. Ia berfikir apakah Erlangga mulai bisa membuka hati untuknya. Ataukah karena kasihan kepada dirinya karena ucapannya semalam.
Entahlah, Martha tidak tahu, Ia juga malu kalau mengingat peristiwa semalam. Martha juga bingung dengan dirinya sendiri, kenapa Ia bisa merendahkan harga dirinya di depan lelaki yang belum menerima dirinya sepenuhnya. Walaupun Ia adalah suaminya.
Mereka tiba di teras. Pak Sapri, sopir pribadi Erlangga membuka pintu mobil mewah untuk bossnya.
Aini menyerahkan tas kepada pak Sapri. Lalu mencium punggung tangan suaminya. Erlangga lalu mengecup kening Aini lembut seperti biasa.
Martha melakukan hal yang sama. Ia mencium punggung tangan suaminya. Dan tanpa di duga, kecupan hangat mendarat di keningnya.
“Oh!” Martha terkejut. Wanita itu memejamkan mata dan merasakan debaran jantungnya kian kencang. Tubuhnya lemas seperti tak bertulang.
Ini adalah kecupan pertama dari suaminya setelah lima tahun pernikahan. Terasa sangat indah.
“Mas! Kamu ....!”
Martha membuka matanya.Tanpa sengaja Ia melihat wajah Aini begitu masam. Tak ada senyum di sana. Martha harus bisa menguasai diri. Lalu melepaskan tangan suaminya.
Erlangga menyadari Aini tidak menyukai apa yang dilakukan olehnya. Namun Ia tidak punya waktu untuk menjelaskan kepada Aini.
“Nanti aku jelaskan!” Erlangga menepuk pipi Aini dengan lembut. Tanpa banyak bicara pria itu segera masuk ke dalam mobil sembari melambaikan tangan.
Aini membalas lambaian tangan suaminya.
Martha pun melakukan hal yang sama. Hatinya berbunga-bunga. Sesaat kemudian, dia sadar bahwa ada Aini bersamanya. Tak ingin banyak pertanyaan dari istri pertama suaminya, Dia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
"Tunggu, Kak! ada yang mau aku tanya sama Kak Martha!" Aini menghentikan langkah madunya.
Dengan terpaksa, Wanita matang itu menghentikan langkahnya. Marta tahu Aini pasti akan menanyakan tentang perubahan sikap Erlangga. Entah apa yang harus di jawab seandainya Aini menanyakan kejadian semalam. Malu, sungguh malu.
"Apa yang terjadi antara Kakak dan Mas Erlangga semalam?!" suara Aini parau. Ia menahan rasa kesal dan kemarahan.
Martha gugup mendengar pertanyaan Aini. Ia merasa terhakimi oleh pertanyaan yang memojokkannya.
"Kenapa Kakak diam?!" Aini menarik bahu Kakak angkatnya agar berbalik dan berhadapan dengannya.
Namun Martha menahan tubuhnya untuk tidak tertarik tangan Aini. Dia tidak ingin Aini melihat wajahnya gugup dan memucat.
Aini tidak kehabisan akal. Ia berjalan dan berdiri di depan Martha dan menatapnya tajam.
Martha mencoba menutupi wajahnya dengan kerudung panjang putih yang dipakainya.
"Jawab Kak!" Aini mengguncang kedua bahu Martha. Buliran bening mulai menggenang di pelupuk mata Aini. Hatinya terasa sakit bagai teriris.
"Ti-tidak terjadi apa-apa Aini, sungguh!" Martha mencoba menenangkan Aini. Ia memegang kedua pipi Aini dan menghapus air matanya.
"Percayalah, Erlangga sangat mencintaimu dan setia kepadamu. Hanya kamu Aini, Kakak janji tidak akan menghianati kamu!" Martha lalu memeluk Aini.
“Tolong jangan hianati Aku, Kak. Aku tak bisa kehilangan Mas Erlangga!” Aini membalas pelukan Martha dan menangis dalam dekapan madunya.
‘Iya. Aku janji!” Martha mengusap-usap punggung Aini. Dia merasa serba salah.
Aini memang yang menyuruh suaminya untuk menikahi Martha. Dan Ia sadar betul mempunyai madu. Tetapi Aini tetap manusia biasa yang juga mempunyai hati dan perasaan yang sama dengan wanita lain. Ia juga tidak mau berbagi suami. Hatinya terlalu sakit kalau sampai mereka berdua menghianati kepercayaannya.
Aini hanya ingin membantu kakak angkatnya sewaktu dalam kesusahan. Tapi tidak untuk berbagi hati. Namun semuanya sudah terjadi. Dan Aini pun harus menjalaninya dengan ikhlas. Mau tidak mau Ia harus menerima madunya.
***
Aini melihat jam dindig di ruang tamu. Hampir jam tujuh malam. Itu artinya sebentar lagi suaminya pulang. Aini dan Martha duduk di sofa menunggu suami mereka pulang. Aini memakai kerudung instan berwarna merah senada dengan gamis yang di pakainya.Kali ini Aini berdandan lebih cantik tidak seperti biasanya. Bibirnya menggunakan lipstik pink muda sewarna dengan blush on yang mewarnai pipinya. Ia berusaha ingin terlihat sempurna di mata suaminya. Wanita sederhana itu tidak ingin suaminya tertarik dengan wanita lain karena jarang memoles make up pada wajahnya.
Dulu Aini terlalu percaya diri kalau suaminya tidak akan pernah berpaling kepada wanita lain hingga membuat Ia malas berdandan. Sehari-hari Ia hanya memakai daster dan kerudung sederhana. Aini memang sederhana. Walaupun harta melimpah tapi Ia tidak bergaya hidup mewah ataupun mempunyai kelompok arisan sosialita seperti kebanyakan wanita modern yang hidup bergelimang harta.
Tapi anggapannya salah. Martha saja yang jadi madunya selalu berdandan lebih cantik dari dirinya.
Aini melirik ke arah Martha. Ia memang cantik dan terawat. Seminggu dua kali Martha tidak pernah telat mengunjungi salon langganannya untuk mempercantik diri. Walaupun usianya lima tahun diatas Aini, namun usia mereka tampak tidak jauh berbeda.
Wajah Martha lebih dominan ke ibunya yang keturunan arab. Hidungnya mancung, kulitnya putih, matanya bulat indah. Aini tiba-tiba merasa minder. Sejak masih sekolah Kakaknya memang selalu terlihat cantik, rapih dan wangi.
Tapi Aini harus bertekad, Ia harus meniru Kak Martha yang selalu berdandan lebih cantik saat jatah Erlangga bermalam bersamanya.
Malam ini waktu Suaminya bermalam bersama Aini. Aini harus bisa kembali menarik hati suaminya agar tak tertarik kepada siapapun.
Tingtong
Terdengat suara bel berbunyi. Aini meletakkan tabloid yang dibacanya dan berlari menuju pintu, seolah takut keduluan oleh Martha.
“Hallo, Sayang!” Aini menyapa suaminya dengan sedikit menggoda.
Erlangga terkejut melihat perubahan istrinya. Kali ini Ia terlihat sangat cantik dan segar juga lebih bersemangat. Sudah lama Ia tidak melihat istrinya secantik ini.
"Kamu cantik sekali,Sayang. Mau ke mana?" Erlangga memeluk istrinya dan memberi kecupan mesra pada bibirnya.
"Gak ke mana-mana, Mas. Aku sengaja nungguin kamu!"Aini membalas pelukan suaminya.
Erlangga menatap wajah Aini penuh cinta. Perlahan Ia mencium bibir Aini mesra. Namun Aini mendorong Erlangga pelan. "Ada Kak Martha, Mas," bisik Aini perlahan.
Erlangga menatap ke dalam rumah dan melihat Martha berlari ke arah dapur."Sudah pergi," Bisik Erlangga sambil memberi kode dengan menaikkan alisnya
Erlangga melingkarkan kedua lengannya di pinggang Aini.
"Apa malam ini kamu sehat, Sayang?" Erlangga menatap Aini dengan penuh cinta.
"Dokter bilang sih sudah membaik. Tapi aku masih takut ada efek sampingnya." Aini merajuk manja. Ia mengerti betul apa maksud dari pertanyaan suaminya.
"Enggak apa-apa, Sayang. Hanya ber 'cengkrama' denganmu saja bagiku sudah cukup!”Erlangga mengedipkan sebelah matanya dengan genit.
Aini tersenyum dan mencubit pipi suaminya. Erlangga lalu menggendong tubuh Aini dan menapaki anak tangga satu persatu. Aini melingkarkan lengannya di leher suaminya dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang suaminya. Mereka terlihat begitu bahagia.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang berlinang air mata saat menyaksikan kemesraan keduanya. Terasa seperti tertancap beribu anak panah di dadanya hingga menembus ke jantungnya. Begitu sakit tak tertahankan.
Ingin rasanya menjerit, Hatinya tidak kuat menahan kesedihan dan kekecewaan. Haruskah menyalahkan takdir ataukah cinta. Takdir Tuhan tidak pernah salah. Apakah cinta atau kebodohan karena cinta tumbuh subur merajalela di hati. Rasanya sakit, sungguh teramat sakit.
Brakk..suara pintu di buka dengan kasar.“Mamah tunggu!“ suara Adelia mengejutkan kedua orangtuanya. Gadis itu berlari menaiki anak tangga dengan cepat. Dadanya naik turun tak beraturan.Erlangga menurunkan tubuh Aini dari gendongannya.“Ganggu orang tua aja!“ Erlangga menggerutu.“Ada apa, Sayang?“ Aini menyentuh wajah putrinya.“Mamah, tolongin Bunga!“ Adelia menggandeng tangan Aini.“Iya. Tapi ada apa, Sayang? cerita sama Mamah!““Ayo, Mah! Cepetan! Nanti ceritanya di Mobil. Papah juga ikut!“ Adelia menarik lengan kedua orang tuanya.“Papah baru pulang kerja Adel. Cape!” Erlangga berusaha menolak ajakan putrinya.“Sebentar doang, Pah! “Walau kesal, Erlangga terpaksa mengikuti kemauan putrinya. Namun Aini mencoba untuk menenangkan suaminya. Dia yakin pasti ada sesuatu yang serius yang menimpa sahabat putrinya.Sopir pribadi juga sudah siap mengantar mereka. Mobilpun segera meluncur ke lokasi.****Mobil berhenti di depan rumah sederhana bernuansa betawi. Terlihat Bunga yang sedang
Bunga bermalam di kamar Adelia dan berbaring di samping sahabatnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi matanya belum mampu terpejam. Dia terlihat begitu gelisah.Ucapan ayah sahabatnya itu masih terngiang jelas di telinganya. Ucapan yang sangat menusuk dan membuat hatinya hancur. Namun semua ucapan Pak Er memang benar. Tidak seharusnya Ia merepotkan orang lain karena perbuatannya sendiri.Namun tidak semuanya benar. Bunga dan keluarganya tidak menggunakan uang itu untuk berfoya-foya, melainkan untuk membiayai pengobatan ayahnya yang menjadi korban tabrak lari oleh pengendara sepeda motor. Ayahnya mengalami retak di bagian tulang rusuknya yang menyebabkan ayahnya harus berada di kursi roda sementara ini hingga kesembuhannya.Bunga menatap langit-langit kamar dan kembali memikirkan perkataan pria yang biasa Ia sebut dengan panggilan Pak Er. Kalau saja mau menerima si Boss gila yang sudah mempunyai istri empat dan entah berapa simpanan yang tak terhitung itu, mungkin saja
Hari masih pagi, sang mentari menyembunyikan sinar hangatnya. Suasana dapur sudah ramai. Terdengar ada sedikit keributan. Suara Aini berbicara dengan nada tinggi membuat Erlangga risih mendengarnya.Erlangga mengenakan kaos dan celana olahraga, siap untuk jogging yang sudah menjadi rutinitasnya disetiap pagi. Pria berkacamata itu menghampiri dapur untuk melihat apa yang terjadi.“Ada apa sih ribut-ribut?““Ini Mas. Bunga mau pamit pulang. Tapi aku khawatir kalau preman-preman itu datang lagi.“ Aini berusaha menjelaskan kepada suaminya.“Kenapa kamu yang repot?! Kalau dia mau pulang, pulang saja. Ngapain ditahan-tahan! Dia punya otak yang bisa digunakan untuk berfikir! “ ujar Erlangga berpura-pura cuek. Padahal jauh dalam hatinya tak ingin gadis itu pergi dari rumahnya.Bunga terdiam, Ia mencoba mencerna perkataan pria itu. Walaupun terkesan kasar, setiap kata yang terlontar dari mulut sadisnya penuh makna.Bunga mencoba mengulang memory di otak tentang kejadian semalam. Keberuntungan
Bunga tersadar dan menatap langit-langit kamar dan juga sekelilingnya. Pandangannya kabur. Namun perlahan dapat melihat jelas orang di sekelilingnya. Adik lelaki dan ibunya duduk di tepi ranjang sambil memijit kakinya. Ayahnya duduk di kursi roda, Aini dan juga Martha duduk di kursi dan memegang lengannya seraya menguntai senyum manis penuh ketulusan.“Kenapa Bunga ada di sini, Tante? bukan kah tadi Bunga ....”“Bunga. Kamu tadi pinsan di jalan dan ada orang yang mengantar kamu kesini.”Aini membelai rambut Bunga dengan lembut.Bunga membisu. Ia tidak melihat Pak Er ada di sini. Bunga ingat betul tadi dirinya yang mengantar ke rumah Suryo. Bagaimana nasib beliau kini. Apakah beliau mengalami kesulitan.Bunga tidak bisa tinggal diam dan harus melakukan sesuatu. Ia tidak mau gara-gara menolong dirinya, Pak Er jadi celaka. Bunga beranjak dari tempat tidur dan semua orang menahannya.“Bunga. Kamu mau kemana? istirahatlah dulu.” Martha berusaha mencegahnya.“Tidak, Tante, Bunga harus menolo
”Siapa, Bunga? katakan!” Aini makin penasaran dan terus mendesak Bunga.“Bunga sendiri, Tante,” Jawab Bunga lirih. Dan semakin menundukkan kepala lebih dalam. “Apa?!” jawab Martha dan Aini berbarengan.“Kamu jangan bercanda, Bunga. Tante enggak suka!” ucap Aini.“Bunga serius, Tante. hanya dengan cara ini Bunga bisa membalas budi kepada keluarga Tante. “ Bunga memberanikan diri menatap wanita yang sangat dihormatinya. Seorang wanita yang berhati mulia tapi mendapat cobaan yang sangat berat.“Tidak, Bunga. Tante tidak setuju! Kamu masih muda. Tante tidak akan membiarkan kamu terkungkung dalam ikatan ini. Lagi pula Kami tidak pernah mengharapkan balasan apapun dari kamu, sayang, Tante ikhlas.”“Justru karena Bunga masih muda dengan harapan berhasil lebih besar. Bunga juga ikhlas Tante. Masa depan Bunga bisa drajut kembali setelah tugas selesai.” Bunga menggenggam jemari Aini dan mencoba meyakinkannya.“Cukup Bunga! Tante tidak mau merusak masa depan kamu. Kamu masih gadis. Kalau kamu
“Justru karena aku mencintai kamu. aku ingin kamu bahagia dan punya anak dari benih kamu, Mas. Berkali-kali aku sudah membicarakan ini.” Aini juga berdiri dan balas menatap tajam suaminya.“Aku tidak mau! punya istri dua saja Aku belum bisa bertindak adil kepada Martha. Aku banyak dosa padanya! dan itu menjadikan aku beban di dunia dan akhirat! mikir enggak sih kamu! belum lagi perkataan orang lain di luar sana, mereka akan menganggap aku lelaki hidung belang yang doyan main perempuan! asal kamu tahu, biarpun aku tidak pernah mendapat kepuasan bathin dari kamu tapi aku tidak pernah jajan sekalipun, aku setia Aini!” Erlngga berteriak di depan wajah Aini persis. Ia menumpahkan segala kekesalannya kepada istri tercintnya itu.“Aku tahu Mas. maka dari itu aku ingin kamu bahagia dengan menikahi Bunga untuk menjalankan program bayi tabung. Itu saja, bukan untuk menyuruhmu ‘tidur’ dengannya!” Aini menyentuh lengan suaminya untuk melembutkan hatinya. Namun Erlangga menepisnya dengan kasar.“B
“Kamu mikir apa sih?” Erlangga membuang muka. Ia tidak ingin istrinya tahu perubahan wajahnya.Erlangga memegang kedua bahu Martha dan menatapnya tajam.“Martha, tolong bantu aku untuk berbicara kepada Aini. Aku tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Lupakan keinginan untuk mempunyai anak kandung. Aku sudah punya Adelia dan Ratih, mereka anak-anakku.”Martha menatap kedua bola mata suaminya. Sulit bagi Martha untuk mengartikannya. Nalurinya mengatakan ada yang berbeda antara ucapan dan tatapan mata yang penuh keraguan.“Martha, Kamu dengar ucapanku?” Erlangga mengguncang bahu istri keduanya.Pertanyaan suaminya membuat Martha terkejut hingga membuyarkan semua lamunannya. “Iya, aku bantu.” Martha tersenyum sembari mengerjapkan matanya.“Terima Kasih, Martha.” Erlangga memeluk Martha begitu erat. Ada sedikit ringan di dadanya sekaligus kepedihan di hatinya. Ia akan kehilangan permata itu untuk selamanya.Martha tak menyangka suaminya akan memeluknya seerat ini. Ini adalah pelukan per
Pintu terbuka dari dalam. Bunga muncul dari balik pintu mengenakan daster tanpa lengan setinggi lutut. Ia terkejut melihat kedatangan Aini.Sementara itu, Erlangga bersandar pada dinding hingga luput dari pandangan Bunga.“Tante?!”“Iya, Sayang. Apa kabar?” Aini memeluk Bunga begitu erat.Erlangga menahan nafas dan dadanya kembang kempis. Entah kenapa dadanya terasa bergemuruh. Pria itu melihat Bunga secantik bidadari. Tubuh sexy dengan balutan daster berbelahan pendek di bagian dada dan punggung membuat pria matang itu meneguk saliva. Kulitnya yang putih mulus begitu menggoda.Ada geletar aneh dan dentuman dahsyat dari hasrat lelakinya. Pria itu memalingkan wajah untuk mengurangi hasrat yang tiba-tiba saja datang dan menekan dada.Tanpa sengaja Bunga mengarahkan pandangannya ke arah Erlangga. Gadis itu tak menyangka pria menyebalkan itu juga ada di rumahnya.”Pak Er?!” Bunga sangat terkejut. Ia masih sangat kesal mengingat penghinaan pria itu semalam. Bunga melepas pelukan Aini dan h
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G