Ruang makan Wisma Adulterium terbilang cukup luas. Sebuah meja panjang terbuat dari kayu kuno berwarna cokelat kehitaman tampak angker di tengah ruangan. Dua belas buah kursi yang sama bentuk dan ukurannya terdapat pada masing-masing sisi kanan dan kiri meja panjang itu. Sedangkan di kepala meja, ada sebuah kursi utama yang ukurannya lebih besar dan lebih tinggi. Adelia duduk di kursi pertama deretan sebelah kanan, bersebelahan dengan Leon. Di hadapan mereka, duduk seorang perempuan setengah baya yang wajahnya mirip dengan Adelia. Dia adalah Victoria Desplazado, ibu kandung Adelia. Di samping kiri Victoria, tepatnya di kursi utama yang terletak di kepala meja, tampak seorang perempuan tua berambut putih keperakan yang disanggul tinggi di atas kepala. Perempuan tua yang duduk dengan sikap anggun yang penuh intimidasi itu adalah Isabela Desplazado, neneknya Adelia. Dia adalah pemimpin Keluarga Desplazado. Keluarga Desplazado sendiri sebenarnya berasal dari Kota Gauri. Ratusan tahu
Victoria memandangi Leon dengan tatapan rumit.Senyum getir di bibirnya masih terlihat, bahkan tampak jauh lebih getir lagi. Sepasang matanya yang sejak tadi memang sudah mulai menitikkan air mata, kini mengalirkan lebih banyak lagi butiran-butiran bening penyayat hati itu.“Kenapa kamu ingin tahu?” tanya Victoria pada Leon.Leon menjawab gugup, “Karena … saya menduga, bahwa saya – adalah dia!”Victoria tersenyum lagi.Masih getir, walaupun sudah tak segetir tadi.Dia mengusap air matanya dan berkata, “Seandainya dugaanmu benar, mungkin aku adalah orang yang akan paling berbahagia. Tapi, dugaan saja – sama sekali tak cukup!”Leon terdiam.Dia bukan tidak tahu bahwa dugaan semata memang sama sekali tidak cukup untuk menguak rahasia masa lalu. Tapi yang dia punya saat ini – hanya dugaan!Hanya dugaan itulah satu-satunya harapannya saat ini.Setidaknya, dugaan itu mampu memberi arah pada pencariannya saat ini – walaupun mungkin bukan arah yang benar sama sekali!Leon menatap sepasang Vic
Isabela mengerti maksud Victoria.Dia sangat memahami apa yang dirasakan oleh ibu kandung Adelia itu.Tak mungkin Victoria sanggup menghancurkan hati putrinya sendiri.Akan tetapi, lebih tidak mungkin lagi bagi Victoria untuk membiarkan Adelia terlibat dalam hubungan sedarah!“Duduklah. Kita sudah sampai di sini, tak mungkin untuk mundur lagi ke belakang!” ujar Isabela tegas penuh wibawa.Victoria menurut.Dia kembali ke kursinya lalu duduk diam sambil menundukkan kepala.Tetes-tetes air mata yang menetes deras dan langsung jatuh ke pangkuannya lewat ujung hidung, jelas menunjukkan bahwa ibu kandung Adelia itu sudah kembali tenggelam dalam kesedihan yang tak berkesudahan.“Baiklah. Adelia, Leon, kami tidak akan melarang kalian berhubungan. Tapi, seluruh dunia mungkin akan mengutuk kita seumur hidup – jika ternyata kalian sebenarnya adalah adik dan kakak. Bahkan, mungkin kita tidak akan bisa mati dengan tenang!” ujar Isabela menyampaikan apa yang sebenarnya tadi ingin dikatakan oleh Vi
Leon pulang ke Morenmor pada hari itu juga. Dia membawa sampel darah dan beberapa helai rambut Victoria. Victoria yang memintanya untuk melakukan tes DNA secepatnya. Dia bahkan menyuruh Adelia untuk mengantarkan Leon hingga ke rumah sakit Medicamento Hospital. Lebih dari itu, dia juga melarang Adelia pulang tanpa membawa hasil tes itu. Padahal, proses tes DNA dapat memakan waktu antara dua hingga lima hari. “Bagaimana ini? Hasil tesnya baru keluar tiga hari lagi,” tanya Leon, terdengar agak gundah. “Tidak apa-apa, aku bisa menginap di hotel. Kalau mau, kamu boleh menemani. Sebelum terbukti bahwa aku adalah adikmu, aku tetap milikmu seutuhnya!” jawab Adelia, nakal seperti biasa. Leon sedikit terperangah mendengar ucapan Adelia. Walaupun terdengar seperti bercanda, dia cukup tahu bahwa Adelia serius dengan ucapannya. “Jangan sembarangan bicara. Kamu akan menyesal jika ternyata aku memang benar-benar kakak kandungmu!” tukas Leon, tak ingin terjebak kenakalan Adelia. “Tapi masih ad
Adelia tidak pergi jauh.Gadis itu bahkan tidak meninggalkan hotel sama sekali. Dia tak tahu harus ke mana dan tak mungkin juga kembali ke Granda Peko.Adelia sebenarnya hanya berlari masuk ke sebuah toilet yang terdapat di ujung selasar dekat lobby, lalu menangis di dalam. Dia menangis sambil memandang marah ke arah bayangannya sendiri pada sebuah cermin besar yang terdapat di sana.Dia bahkan bertanya pada bayangangannya, “Kenapa? Kenapa aku hanya bisa menjadi temannya? Dia memang tidak harus mengakuiku sebagai kekasihnya, tapi tidak perlu juga dia mengatakan bahwa aku adalah temannya. Apakah memang orang-orang di sini biasa tidur dengan temannya?”Tangis Adelia makin menjadi.Dia bersandar ke dinding sambil sesekali membenturkan kepala ke belakang.Beberapa saat kemudian Adelia mulai kelelahan sendiri. Dia kemudian duduk di lantai sambil memeluk lutut lalu meneruskan tangisnya dengan membenamkan wajah di antara kedua lengannya yang terlipat di atas lutut.Adelia menangis entah bera
“Apakah mereka mati?”Adelia bertanya dalam hati ketika Martin menariknya keluar dari Toilet.Awalnya dia berjalan mengikuti Martin sambil memejamkan mata. Akan tetapi ketika langkah kakinya tersandung sesuatu yang berat, dia terpaksa membuka mata.Dia langsung bergidik ngeri saat melihat bahwa kakinya ternyata telah tersandung pada sesosok tubuh lelaki tanpa celana. Selain itu, tiga sosok tak bercelana yang lain juga terlihat bergelimpangan tak beraturan di lantai toilet – tak jauh dari sosok yang pertama.Adelia langsung membuang muka.Setengah berlari, dia kemudian menyusul Martin yang sudah lebih dulu berada di luar Toilet.Beberapa saat kemudian, Martin dan Adelia sudah tampak duduk di dalam sebuah mobil sedan berbadan lebar warna hitam mengkilap. Bukan mobil mewah, tapi cukup mahal – sehingga tak harus selalu mengalah di jalan.Martin mengemudikan mobilnya perlahan meninggalkan kawasan hotel murahan di pinggiran Morenmor itu, sementara Adelia duduk di sebelahnya dengan air muka
Adelia sudah pingsan selama dua hari.Selama dia pingsan, setengah Morenmor tenggelam dalam kekacauan.Kekacauan itu berawal dari sosok Martin yang marah dan kemudian kembali ke hotel murahan tempat Adelia dilecehkan. Sendirian, lelaki tua dengan kemampuan beladiri di luar nalar itu mengamuk dan mengahancurkan benda apa saja yang dilihatnya di hotel itu.Tak peduli apakah itu tamu atau karyawan hotel, semua orang yang berada di hotel itu – terkena imbas dari kemarahannya. Bahkan, orang-orang bodoh yang karena kebodohannya sengaja datang untuk menonton, juga tak luput dari kemarahan Martin.Yang paling ringan adalah ditempeleng sambil dicaci maki, sedangkan yang terparah adalah terpaksa harus mengalami patah tulang atau muntah darah. Tidak ada seorangpun yang dibunuh, walaupun sebagian besar dari orang-orang itu meratap dan memohon – agar diberi kematian yang cepat!Martin sepertinya benar-benar kalap.Dia tak pernah begini sebelumnya.Terakhir dia menggila seperti ini adalah 25 tahun
Hari ini, Adelia sudah pulih sepenuhnya.Dia juga sudah tahu bahwa Leon bukan kakak kandungnya.Saat ini, dia sedang bersiap-siap berangkat, hendak kembali ke Wisma Adultrium di Granda Peko.Leon ingin mengantar, tapi Adelia menolak keras.Gadis berparas bidadari itu berkata dengan nada pahit, “Semua sudah jelas sekarang. Kamu sudah terbukti bukan kakak kandungku, artinya kita bukan siapa-siapa. Aku hanya temanmu, jadi kamu tidak perlu mengantarku. Aku tidak mau jika nanti Ibu dan Nenek menyangka bahwa ada sesuatu yang lain di antara kita. Lebih baik kamu lanjutkan usahamu untuk menemukan keluargamu yang asli!”Leon tercenung mendengar ucapan Adelia.Dia ingat, pertemuannya dengan gadis berparas bidadari itu memang berawal dari kedatangannya ke Granda Peko.Saat itu, dia memang sengaja mengunjungi Wisma Adulterium untuk melacak jejak kematian Gloria Deplazado yang dia kira adalah ibu kandungnya.Namun segalanya justru berkembang ke arah yang berbeda dan sama sekali tidak sesuai dengan