Leon membuka pintu kantor panti asuhan dengan hati-hati.Perlahan, kakinya melangkah memasuki ruangan. Aroma kematian yang cukup kental langsung menyergapnya saat tubuhnya sudah sepenuhnya berada di dalam.Leon tak peduli.Dia terus berjalan menuju lemari arsip di yang menempel di dinding belakang ruangan.Lemari tinggi itu tampak berantakan seperti habis digeledah dengan terburu-buru. Sementara di lantai tepat di bawahnya, beberapa box file terlihat berserakan dengan sebagian besar isinya berhamburan keluar.Leon mulai memeriksa dokumen-dokumen yang berserakan di lantai terlebih dahulu. Tidak ada yang penting, hanya catatan keuangan dan berkas kegiatan panti asuhan.Dia kemudian mulai merambah ke barisan ordner yang masih tersusun dalam lemari.Dia tidak memeriksa deretan ordner di rak bagian atas yang susunannya masih terlihat rapih. Dia hanya memeriksa rak baris kedua dan ketiga, yaitu rak yang keadaanya paling berantakan.Leon tahu bahwa ada orang lain yang sudah lebih dahulu meng
Wisma Adulterium adalah sebuah rumah besar berlantai dua dengan gaya arsitektur kuno yang terletak di pusat Granda Peko. Melihat dari banyaknya jendela yang berderet di dinding depan lantai atas rumah itu, maka hampir bisa dipastikan bahwa setidaknya ada lebih dari 16 kamar di rumah besar itu. Pekarangan Wisma Adulterium amat luas, cukup untuk menampung 10 hingga 12 mobil sekaligus. Ray dapat dengan mudah melakukan manuver di sana, walaupun ada enam buah mobil yang parkir tanpa aturan di sekitarnya.“Ini tempatnya, Tuan. Apakah Tuan benar-benar akan masuk?” tanya Ray setengah mencegah.Leon menjawab singkat, “Ya!”“Baiklah. Saya akan menunggu di sini hingga Tuan selesai,” kata Ray, tidak melarang lagi.Leon langsung melarang, “Tidak perlu, kamu pulang saja. Saya bisa pulang naik taksi nanti.”Ray terlihat ragu.Dia tahu tempat seperti apa Wisma Adulterium itu. Tak bijak sama sekali meninggalkan Leon sendirian tanpa pengawalan di tempat seperti itu. Apalagi, Leon adalah pemilik rumah
Menurut catatan rumah sakit, Gloria Desplazado meninggal 23 tahun yang lalu. Jika Adelia mengaku bahwa Gloria sudah meninggal sebelum dia dilahirkan, maka usia Adelia tidak mungkin lebih dari 23 tahun. Artinya, besar kemunginan Adelia tidak tahu apa-apa tentang peristiwa yang terjadi pada 23 tahun silam. Leon menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan gundah. Ternyata, menguak tabir rahasia masa lalu memang bukanlah pekerjaan mudah. Namun, Leon tak berniat menyerah – apalagi setelah ia melangkah hingga sejauh ini. Jika Adelia tak tahu, bukan berarti orang lain juga tak tahu. “Selain kamu, masih adakah anggota Keluarga Desplazado yang lain? Semakin tua akan semakin baik,” tanya Leon, mencoba menguji peruntungannya. Bingo …!!! Keberuntungan ternyata masih menyertai Leon. Adelia mengangguk dan menjawab, “Masih! Selain aku, masih ada Ibu dan Nenek.” Leon bertanya lagi, “Bagus! Kalau boleh saya tahu, apa hubungan ibu dan nenekmu dengan Gloria?” Adelia menjawab, “Bibi Glori
Pagi menjelang. Matahari mulai menyunggingkan senyum hangat di ufuk timur. Cahayanya lembut menembus kaca jendela sebuah kamar di lantai atas Wisma Adulterium, mengiringi semilir embusan angin pagi yang sejuk, menyapa ramah seorang pemuda tampan bertubuh tinggi besar – yang tengah terpekur menyesali diri. Leon duduk menjuntai di tepi ranjang tanpa pakaian, selain selembar selimut tebal yang ujungnya ditarik sedemikian rupa untuk menutupi setengah bagian bawah tubuhnya. Sementara di belakangnya, Adelia tampak masih terlelap di bawah hamparan selimut yang sama. Tanpa terasa, pagi makin meninggi. Beberapa menit berlalu tanpa suara, kecuali dengkuran lembut Adelia yang bercampur dengan embusan napas berat Leon yang terdengar semakin putus asa. “Adelia … Adelia!” “Hhmmm …” “Bangun,” pinta Leon sambil mengguncang bahu Adelia. Adelia membuka matanya sekilas sambil menggeliatkan tubuhnya dengan gerakan malas yang mengundang. Dia melirik jam besar yang tergantung di dinding lalu kemb
Ruang makan Wisma Adulterium terbilang cukup luas. Sebuah meja panjang terbuat dari kayu kuno berwarna cokelat kehitaman tampak angker di tengah ruangan. Dua belas buah kursi yang sama bentuk dan ukurannya terdapat pada masing-masing sisi kanan dan kiri meja panjang itu. Sedangkan di kepala meja, ada sebuah kursi utama yang ukurannya lebih besar dan lebih tinggi. Adelia duduk di kursi pertama deretan sebelah kanan, bersebelahan dengan Leon. Di hadapan mereka, duduk seorang perempuan setengah baya yang wajahnya mirip dengan Adelia. Dia adalah Victoria Desplazado, ibu kandung Adelia. Di samping kiri Victoria, tepatnya di kursi utama yang terletak di kepala meja, tampak seorang perempuan tua berambut putih keperakan yang disanggul tinggi di atas kepala. Perempuan tua yang duduk dengan sikap anggun yang penuh intimidasi itu adalah Isabela Desplazado, neneknya Adelia. Dia adalah pemimpin Keluarga Desplazado. Keluarga Desplazado sendiri sebenarnya berasal dari Kota Gauri. Ratusan tahu
Victoria memandangi Leon dengan tatapan rumit.Senyum getir di bibirnya masih terlihat, bahkan tampak jauh lebih getir lagi. Sepasang matanya yang sejak tadi memang sudah mulai menitikkan air mata, kini mengalirkan lebih banyak lagi butiran-butiran bening penyayat hati itu.“Kenapa kamu ingin tahu?” tanya Victoria pada Leon.Leon menjawab gugup, “Karena … saya menduga, bahwa saya – adalah dia!”Victoria tersenyum lagi.Masih getir, walaupun sudah tak segetir tadi.Dia mengusap air matanya dan berkata, “Seandainya dugaanmu benar, mungkin aku adalah orang yang akan paling berbahagia. Tapi, dugaan saja – sama sekali tak cukup!”Leon terdiam.Dia bukan tidak tahu bahwa dugaan semata memang sama sekali tidak cukup untuk menguak rahasia masa lalu. Tapi yang dia punya saat ini – hanya dugaan!Hanya dugaan itulah satu-satunya harapannya saat ini.Setidaknya, dugaan itu mampu memberi arah pada pencariannya saat ini – walaupun mungkin bukan arah yang benar sama sekali!Leon menatap sepasang Vic
Isabela mengerti maksud Victoria.Dia sangat memahami apa yang dirasakan oleh ibu kandung Adelia itu.Tak mungkin Victoria sanggup menghancurkan hati putrinya sendiri.Akan tetapi, lebih tidak mungkin lagi bagi Victoria untuk membiarkan Adelia terlibat dalam hubungan sedarah!“Duduklah. Kita sudah sampai di sini, tak mungkin untuk mundur lagi ke belakang!” ujar Isabela tegas penuh wibawa.Victoria menurut.Dia kembali ke kursinya lalu duduk diam sambil menundukkan kepala.Tetes-tetes air mata yang menetes deras dan langsung jatuh ke pangkuannya lewat ujung hidung, jelas menunjukkan bahwa ibu kandung Adelia itu sudah kembali tenggelam dalam kesedihan yang tak berkesudahan.“Baiklah. Adelia, Leon, kami tidak akan melarang kalian berhubungan. Tapi, seluruh dunia mungkin akan mengutuk kita seumur hidup – jika ternyata kalian sebenarnya adalah adik dan kakak. Bahkan, mungkin kita tidak akan bisa mati dengan tenang!” ujar Isabela menyampaikan apa yang sebenarnya tadi ingin dikatakan oleh Vi
Leon pulang ke Morenmor pada hari itu juga. Dia membawa sampel darah dan beberapa helai rambut Victoria. Victoria yang memintanya untuk melakukan tes DNA secepatnya. Dia bahkan menyuruh Adelia untuk mengantarkan Leon hingga ke rumah sakit Medicamento Hospital. Lebih dari itu, dia juga melarang Adelia pulang tanpa membawa hasil tes itu. Padahal, proses tes DNA dapat memakan waktu antara dua hingga lima hari. “Bagaimana ini? Hasil tesnya baru keluar tiga hari lagi,” tanya Leon, terdengar agak gundah. “Tidak apa-apa, aku bisa menginap di hotel. Kalau mau, kamu boleh menemani. Sebelum terbukti bahwa aku adalah adikmu, aku tetap milikmu seutuhnya!” jawab Adelia, nakal seperti biasa. Leon sedikit terperangah mendengar ucapan Adelia. Walaupun terdengar seperti bercanda, dia cukup tahu bahwa Adelia serius dengan ucapannya. “Jangan sembarangan bicara. Kamu akan menyesal jika ternyata aku memang benar-benar kakak kandungmu!” tukas Leon, tak ingin terjebak kenakalan Adelia. “Tapi masih ad