Share

BAB 9

Penulis: Olin huy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tinggal aku dan dirinya saja dalam kamar ini.

"Apa kamu masih sayang padaku, Mas?" Aku memberanikan diri bersuara setelah beberapa minggu saling diam.

"Bagaimana aku bisa membencimu, sedangkan kamu adalah separuh jiwaku. Tapi bentuk tubuhmu membuatku tak bisa berlama-lama melihatmu. Aku ingin bertahan dalam pernikahan ini, tapi rasanya menyakitkan. Jika pergi, ternyata tak semudah yang kubayangkan."

Ingin rasanya aku berteriak, kalau aku juga tidak mau berpisah darinya. Tapi, aku tak mampu karena aku merasa tak pantas lagi untuknya.

"Jika bertahan membuatmu tersiksa, aku ikhlas jika harus berpisah darimu, Mas." Air kembali melesat dari dari sudut mata.

"Sudah kukatakan, aku tak akan menalakmu."

***

Beberapa minggu kemudian, ketika aku sedang menyapu, air keluar dari miss-vi-ku. Seperti ombak yang menyambar dengan tekanan yang sangat besar. Aku terkejut saat melihat sekeliling.

"Apa ini?" gumamku. Perutku tidak terasa sakit sedikit pun. Air itu terus keluar seperti sedang datang bulan.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    Bab 10

    Hari ini Isma melahirkan. Aku tidak tahu harus bahagia atau sedih ketika bayi itu lahir. Apa aku sanggup melihat wajahnya? Dokter memanggilku untuk mengazani bayi yang masih merah itu. Jantungku berdegup kencang. Tangan ini gemetar membayangkan menyentuh kulitnya."Silahkan, Pak. Diazani dulu!" seru wanita berseragam putih itu. Dia meletakkan di tanganku tanpa bisa kutolak. Dengan terpaksa aku melantunkan azan di salah satu telinganya. Dia sangat imut dan lucu. Wajahnya teduh sekali. Sejenak kuperhatikan Isma yang masih terbaring lemah di ranjang. Dia tak berkata apa-apa dan memalingkan wajahnya dari pandanganku.Setelah kuazani, kuletakkan bayi itu di samping Isma. Dia terlelap dan terlihat tenang."Apa kamu tidak mau melihat bayimu?" "Sudah," jawabnya lirih."Lalu apa keputusanmu? Mengasuhnya dengan penuh kasih sayang, memberikan pada Mas Romi, atau membuangnya?" tanyaku dengan berat berucap."Aku dilema." Tatapannya lurus ke depan. "Ingin sekali kubuang dia jauh dari pandangan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    BAB 11

    Aku tidak mau melakukan kekerasan di rumah sakit ini. Tapi tangan ini sudah tak tahan ingin menutup mulutnya. Mataku melotot dan itu mewakili isi hatiku."Kenapa denganmu, Bas? Mau marah dan memukulku? Coba saja kalau berani. Aku akan memanggil petugas keamanan dan kamulah yang akan diusir. Sedang aku bisa bercanda dengan bayiku dan ibunya yang cantik."BEG.Satu pukulan melayang dipipinya. Aku puas bisa menutup mulutnya. Dia mendongak dan hendak membalasku. Tapi Emak keburu mencegahnya."Stop, Rom. Jangan membuat ribut di sini. Yang ada kita akan diusir dari sini. Tujuan kita cuma untuk melihat bayi Isma." Emak menepuk lengan Mas Romi.Tanpa aku mengizinkan, Emak menyerobot celah pintu dan disusul Mas Romi di belakangnya. Badanku terhuyung tapi tak sampai jatuh ke lantai. Tanpa menyapa Isma, Emak mengambil bayinya dari tangannya."Wah, lucu sekali. Emak jadi pengen gendong terus." Emak menimangnya dan menyanyikan lagu yang aku tak tahu artinya. Jika yang ada dalam gendongannya dara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    BAB 12

    "Ternyata kalian sudah pulang. Eh, Ibas, dengar-dengar bayimu beneran darah daging Romi. Terus, apa kamu masih mau merawatnya? Kalau aku sih ogah, Bas." Budi--suami Mbak diah menanyaiku ketika aku pulang. Ucapannya memang pelan dan terbilang lembut. Hanya saja cukup menusuk ke dadaku.Aku memicingkan mata, kemudian bertanya, "Mas Budi tahu dari siapa kok dengar-dengar?"Mas Budi tertawa. "Bas, Emakmu yang menyebarkan berita itu. Dengan bangga dia berjalan dan memberi tahu pada orang-orang yang ia temui di jalan."Emak? Aku tidak menyangka kalau dia setega itu padaku. "Bas, apa berita itu benar dan sudah terbukti?" Mas Budi memelankan suaranya. Aku mengangguk. Dari sudut mata, kulihat Isma tidak nyaman dengan perbincangan ini."Oalah, Bas. Punya musuh kok ya saudara sendiri. Aku ikut prihatin." Mas Budi penepuk pundakku beberapa kali."Maaf, Mas. Aku harus masuk. Kasihan Isma dan bayinya. Pemisi." Aku sedikit menunduk dan disambut anggukan oleh lelaki yang umurnya di atasku.Aku memba

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    BAB 13

    "Kamu lagi. Ngapain kamu ke sini? Apa omonganku waktu itu kurang jelas? Kamu bukan kakakku lagi. Kita sudah tak ada hubungan keluarga," hardikku. Kuanggat alisku yang rambutnya berwarna hitam pekat.Emak pasang badan dan membela putra kesayangannya itu. "Sadar, Rom. Memutus tali silaturahmi itu tidak baik. Kamu tahu itu kan?"Emak salah. Seharusnya Emak yang sadar. Emak sudah memelihara penjahat di dalam rumah. Aku heran, jangan-jangan Mas Romi sudah mencuci otak Emak.""Jaga bicaramu, Bas!" Emak cuma ingin kalian tidak bermusuhan. Itu saja. Ini cuma masalah sepele, Bas. Jangan terlalu dibesar-besarkan. Kalau memang kamu enggak mau meninggalkan istrimu, jangan salahkan Romi jika dia akan sering ke sini menemui istrimu. Eh, menemui anaknya maksud Emak. Emak tidak akan membiarkan hubungan persaudaraan kalian putus begitu saja. Kalau ada yang harus pergi, dia adalah Isma.""Kalian enggak punya hati.""Enggak punya hati katamu? Aku ke sini baik-baik, Bas. Aku mau meminta maaf pada Isma. S

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    Bab 14

    Aku mencoba ikhlas dengan takdir hidup yang Tuhan berikan. Tapi ternyata ikhlas tak semudah mengucapkan. Tiap kali aku memberi saran pada teman yang curhat denganku, selalu aku berkata agar dia bisa ikhlas. Kenyataannya, memanglah berat. Aku jadi lebih banyak diam dan melamun. Bukan karena mengingat kejadian di malam gelap itu. Tapi, ketika Mas Ibas mendekatiku dan menyentuhku, aku merasa sangat kotor dan tak pantas ia jamah. Aku selalu diliputi rasa bersalah karena hamil dengan pria lain ketika suami berjuang mencari nafkah. Yang biasanya banyak lelaki selingkuh dan beristri baru ketika di luar kota, dia justru rela menerimaku dengan segala kekuranganku saat ini. Masih pantaskah aku menyalahkan Tuhan?Jika pria lain yang berada di posisi Mas Ibas, mungkin dia akan memilih pergi dan mencari pengganti. Karena aku yakin. Bukan hal yang mudah menerima barang yang sudah ternoda orang lain. Apa lagi menerima anak yang kulahirkan dan jelas hasil kajahatan saudara sendiri. Mas Ibas terlal

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    Bab 15

    Tanpa berpamitan pada Emak, aku dan Mas Ibas meninggalkan kampung halaman. Dengan harapan hidup kami tak akan diganggu oleh kehadiran Mas Romi. Rencana awal suamiku, kita akan pergi setelah anak ini agak besar. Tapi, melihat keadaan yang semakin memberi celah pada Emak dan Mas Romi, mempercepat akan lebih baik.Kebetulan melalui teman-teman Mas Ibas, kami bisa mendapatkan kontrakan dengan harga yang relatif murah dan jauh dari harga pasaran.***Ketika sampai di kontrakan yang akan kami tempati, aku syok. Apa lagi ketika masuk ke dalamnya. Luasnya tiga kali lipat dari rumahku. Hanya saja ini bangunan tua. Terlihat dari temboknya banyak yang retak. Kemudian ternit ada beberapa yang sudah roboh. "Mas, apa kita akan tinggal di sini?" tanyaku sembari mengedarkan ke setiap sudut ruangan."Iya, Dek. Untuk sementara waktu. Kalau rumah kita sudah terjual, kita pindah. Ini satu-satunya kontrakan yang paling murah, Dek. Kebetulan si empunya rumah, sedang butuh uang untuk membayar hutang. Lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    Bab 16

    "Itu enggak mungkin, Mak. Lagi pula, aku memang sengaja enggak berpamitan pada Emak. Percuma. Emak pasti melarang dengan berbagai alasan. Kalau Emak datang ke sini hanya untuk memaksa, lebih baik Emak pulang. Aku bukan anak kecil lagi. Aku berhak menentukan hidupku sendiri.""Keterlaluan kamu, Bas! Tega sama Emak. Ingat, Bas. Kamu itu enggak ujug-ujug gede. Kamu Emak susui, Emak rawat sampai dewasa. Disekolahkan supaya jadi anak yang pinter. Sekarang ini balasanmu?" Emak menangis. Tapi aku paham. Itu hanya air mata buaya."Tolong, Mak. Jangan seperti ini. Malu didengar tetangga." Aku mengelus pundak Emak."Minggir tanganmu! Enggak perlu sok peduli pada Emak. Apa kamu memang sengaja mau membuat Emak dan Romi malu?! Hah! Kamu tiba-tiba pergi ketika video itu tersebar di grup RT. Romi dicecar oleh teman-temannya. Pun dengan Emak. Ibu-ibu jadi tidak mau berkawan.""Video? Kalau itu benar, seharusnya Emak dan Mas Romi sadar kalau perbuatan kalian itu tidak memalukan. Kenapa Emak malah meny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    Bab 17

    Aku sedikit kesal karena istriku hanya diam ketika direndahkan orang. Meski aku salut pada kesabarannya dalam menjalani hidup. Dulu Isma adalah tetanggaku sendiri. Aku mengenalnya sejak kecil. Aku menyukai sederhanaannya, keluguannya, dan kesabarannya. Aku sadar, memang tak mudah untuk merubah sifat dan karakter seseorang. Bahkan aku sering mendengar, kalau batuk bisa diobati. Tapi, belum tentu dengan watak. Setidaknya, aku tidak merubahnya, hanya memberi semangat pada dirinya."Lain kali jika kamu mendengar lagi tetangga sebelah membicarakanmu dan kamu melihat langsung, jawab saja. Jangan takut. Sabar atau mengalah memang bagus, Dek. Tapi, jika terlalu sabar pada orang-orang seperti mereka, yang ada kamu akan diinjak-injak. Terkecuali kamu sabar menghadapi suami yang suka menaruh handuk basah di kasur atau menikmati irama mendengkurku ketika sedang tidur." Kuangkat sebelah alisku dan melirik Isma. Di tersenyum mendengar ulasan terakhirku."Akan kucoba, Mas. Tapi, aku enggak yakin bis

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    39

    Hari ini aku memutuskan untuk bermalam di rumah lama supaya bisa tahu siapa yang sering masuk tanpa sepengetahuanku. Miko dan teman-temannya siaga di rumah Mbak Diah agar jika ada apa-apa cepat teratasi.Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi belum juga ada tanda-tanda seseorang yang mengacau. Isma sudah tidur di kamar. Sementara aku duduk di ruang tamu. ***"He, siapa kamu?!" Suara itu berhasil mengagetkanku. Kulihat jam di ponsel menunjukkan pukul dua dini hari. "Buka penutup wajahmu! Jangan jadi pecundang. Aku tahu, kamu pasti sekongkol dengan Romi. Kalau tidak, kamu tak akan mengendap-endap di sini." "Hajar saja. Kelamaan. Kita buka paksa penutup wajahnya."Para pemuda kampung saling bersahutan."Mas, ada apa? Kok rami-ramai?" Isma keluar dari kamar dengan menggendong Tegar."Tenang, Dek. Kamu tetap di dalam. Aku akan keluar untuk mencari tahu.""Aku ikut, Mas. Aku takut jika nanti ada yang menerobos masuk.""Ya sudah, ayo! Kamu sama Mbak Diah saja."Aku membuka p

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    38

    Tegar terus saja menangis ketika kami ajak ke tempat pengejaran Mas Romi. Mungkin karena dia sedang capek dan ngantuk atau karena ikatan batin antara anak dan ayah biologisnya.Apa lagi ketika suara tembakan diluncurkan, uaranya kian melengking dan memekikkan telinga. Di samping itu, gendang pendengarannya pasti juga belum cukup kuat untuk menangkap gema yang menggelegar itu. Kami yang sebagai orang tua saja merasakan ketakutan di lokasi. Apa lagi Tegar yang masih sangat kecil.Aku dan istriku memutuskan untuk pulang dan pasrah dengan apapun yang akan terjadi. Yang terpenting, Tegar tidak kecapekaan dan bisa segera istirahat.***Dari infomasi polisi, Mas Romi dinyatakan tiada setelah masuk ke jurang yang cukup curam. Pasukannya sudah mencoba mencari dan menyisir sekitar, tapi keberadaan Mas Romi tidak ditemukan. Mereka berasumsi kalau masuk ke dalam jurang itu, tidak akan ada yang selamat. Kemungkinan Mas Romi dimakan atau dibawa hewan liar. Mengingat di bawang tebing adalah hutan

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    37

    "Aku enggak mau masuk penjara. Aku harus kabur," gumamku dalam hati.Mataku menyisir kesegala arah untuk menentukan ke mana aku harus berlari. Ini daerahku. Aku paham betul rintangan apa yang akan kudapatkan setelahnya. Ke arah barat jelas tidak mungkin. Karena di sana polisi menjagaku. Utara juga tidak mungkin. Ke sana jalan tembus ke kampong. Sama saja aku cari mati bila tertangkap warga. Selatan sungai yang luas. Aku tidak bisa berenang, jika polisi mengejarku. Sedangkan timur tebing. Lebih baik aku ke timur saja. Kuyakin aku akan selamat dan dikira mati karena medannya yang cukup dalam dan curam."Woi! Sudah atau belum? Jangan mencoba untuk kabur ya!" hardik pria berseragam yang berdiri di belakangku dengan jarak sekitar dua meter tersebut. Aku memintanya membalik badan dengan alasan kalau buang air kecil dilihatin enggak bisa keluar. Untung saja dia mengikuti keinginanku. "Tunggu sebentarlah, Pak. Aku sedang membuka celana. Bapak mau lihat?" selorohku dengan sengaja."Buruan!"

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    36

    Tak berapa lama kemudian aku dipanggil lagi. Kali ini aku semakin dibuat terkejut oleh dokter terkait perkembangan kondisi Emak."Begini bapak, mengingat kondisi ibunya yang tidak stabil dan cenderung menurun, kami mau meminta persetujuan lagi. Seandainya, kondisi jantung ibunya nanti melemah atau ..., maaf sebelumnya, berhenti. Kami akan melakukan pijat jantung. Apakah Bapak dan keluarga setuju? Karena terkadang ada keluarga yang tidak menyetujui sebab tidak tega.""Setuju, Dok. Bagaimanapun, semua itu bagian dari ikhtiar.""Baik, Pak. Tapi semua juga ada resikonya, karena umur Ibu yang sudah lebih dari empat puluh tahun, rawan sekali tulang rusuk didadanya akan patah. Jika diumur tiga puluhan masih okelah. Tulang masih kuat jika alat itu memompa seperti yang ada di TV."Seketika badanku lemas. Ya Allah, rasanya aku ingin sekali menggantikan posisi Emak. Aku membayangkan Emak menjerit kesakitan ketika tulangnya harus patah. Tanganku rasanya gemetar ketika memegang pulpen. Aku dilem

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    35

    Emak terus memutar roda itu sampai ke tepi jalan. Halaman yang belum terpasang pagar dan pintu gerbang dan sedikit menurun membuat kursi roda tersebut melesat dengan cepat. Aku dan Miko berusaha mengejarnya. Kami berteriak sekuat tenaga. Tapi, Emak terus saja melajukannya tanpa peduli dan menoleh padaku."Mak, tunggu, Mak! Awas, Mak!Bahaya." Rasanya otakku berhenti dalam sekejap. Aku tak bisa lagi berpikir positif. "Emak enggak mau orang-orang memasukkan Romi ke penjara. Emak enggak mau Romi menderita. Emak harus mencegahnya." Emak terus menyerukan kata itu. Bahkan sampai saat ini aku belum tahu kenapa Emak terus saja membela anak lelaki yang sering membuatnya malu."Mak ...! Awas ...!" Aku berteriak dengan begitu kencang. Tapi, laju truk dengan muatan berat tersebut sangat cepat menghantam tubuh Emak bersama kursi rodanya sampai terpental. Darah segar mengucur dari kepala, hidung, dan telinganya. Pun dengan kakinya banyak luka menganga di sana.Aku dan Miko tak lagi mengeluarkan

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    34

    Suara Isma membuat aku dan Dani berlari ke lantai dua. Di ruangan itu Isma mendekap Tegar yang sedang menangis sampai matanya merah."Kenapa dengan Tegar?" Aku tak sabar ingin mendengar penjelasan istriku."Ini tadi Tegar jatuh dari ranjang ketika aku ingin mencopot dan membersihkan kotoran Emak, Mas." Suara isma bergetar dan tergugu."Tapi, dia tidak apa-apa kan?" Aku mengambil alih gendongannya. "Lain kali hati-hati dong. Jangan sampai ini terulang lagi. Kasihan kamu, Nak." Kuelus rambutnya yang basah oleh keringat."Sekali lagi maafkan aku, Mas. Aku bingung. Soalnya Emak ngomel terus kalau tidak segera dibersihkan. Sedangkan Tegar ingin segera minum susu. Aku enggak sanggup merawat Tegar dan Emak sendirian, Mas." Lagi-lagi Isma menjerit dan meremas kepalanya yang tertutup hijab."Oh, jadi kamu menyalahkan aku? Kamu enggak ikhlas merawat aku? Ngomong dong dari awal. Kalau begitu, lebih baik aku tinggal di panti jompo saja. Di sana ada yang merawatku. Sekalian kalian menjadi anak dan

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    33

    "Maksut Bapak apa bicara seperti itu?! Ini namanya pelecehan, Pak. Aku tidak suka Bapak mengatai Emak sebagia wanita jalang." Aku naik pitam. Yang tadinya begitu sungkan untuk bersikap, kini aku bahkan mengeraskan suara.Mana ada anak yang rela ibunya direndahkan oleh orang lain yang bahkan tidak mengenalnya."Ahahaha ..., Ibas, santai. Lalu apa yang lebih pantas?" Lelaki tua itu tertawa. Aku muak mendengar suaranya yang terus bergema."Bagaimana Bapak tahu kalau aku Ibas? Padahal kita baru pertama bertemu." "Bagaimana aku tidak tahu, Bas? Aku tahu dirimu sejak lahir. Gufron--bapakmu adalah teman baikku." Dia menatap ke arah lain meski masih bicara denganku."Aku heran, kenapa dulu Gufron mau menikahi ibumu. Padahal dia jelas-jelas tahu kalau dia hamil bukan karena kesalahannya.""Apa maksud anda bicara seperti itu?""Apakah ibumu tidak pernah bercerita? Oh, iya. Mungkin dia mengirimmu ke sini salah satunya kamu harus mendengar kisah ini." Dia diam sejenak. Menghela napas dan kembali

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    32

    Mas Romi menarik krah kemejaku. Isma dan Emak menjerit diikuti pekikan tangisan Tegar.Mata Mas Romi membelalak seperti hendak menelanku. Pun denganku, aku siap bertarung dengannya. Jika kebaikan yang dia tunjukkan semu, tak ada alasan bagiku untuk memukulnya."Isma, kamu keluar bawa Tegar. Jangan biarkan dia menonton orang tuanya berantem." Emak menyerukan pada istriku.Isma pun keluar meski dari sudut mata ini kulihat dia terpaksa. Emak memegang tangan Mas Romi untuk melepasnya. Hingga wanita dengan rambut dua warna hitam dan putih itu jatuh ke lantai dan kepalanya terbentur ujung meja akibat sentakan dan dorongan tangan Mas Romi."Mak!" Aku berteriak sekencang mungkin.Entah kekuatan dari mana, aku yang tadinya terkunci oleh cengkraman tangan kakakku, kini bisa melepas dan mendorongnya. Aku segera melihat keadaan Emak. Kusentuh bagian leher dan nadi di lengannya. Emak masih bernapas. Aku menoleh pada Mas Romi. Seperti tak ada penyesalan sedikit pun di wajahnya. Kemudian beralih p

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    31

    Perkataan Mas Romi membuatku tak bisa tidur dengan nyenyak. Balik kanan, balik kiti, terlentang, masih sama saja tak bisa lelap. "Kenapa enggak tidur,Mas? Ini sudah jam berapa?" Isma duduk setelah membuka mata dan menyadari mataku masih terbuka."Aku belum ngantuk." "Ada yang kamu pikirkan? Ceritalah, aku siap menjadi pendengar." Mata Isma masih sembab dan sesekali mulutnya menguap."Aku cuma kepikiran dengan omongan Mas Romi. Ucapannya begitu menusuk sampai ke dada.""Omongan yang mana?""Dia berkata seolah umur Emak tidak panjang lagi. Saat ini mungkin aku cuek dan memilih tak menemui Emak. Tapi, aku tak akan sanggup jika kehilangan selamanya." Aku diam dan memejamkan mata sejenak. Kutunggu respon istriku, tapi tak juga ada sahutan."Dek!" Aku membuka mata dan menolehnya. Ternyata wanita yang masih membersamaiku saat ini sudah tertidur pulas.Aku kembali larut dalam lamunan. Membayangkan bagaimana Emak menyuapiku makan ketika masih kecil. Merawat ketika aku terbaring lemah saat s

DMCA.com Protection Status