“Pertanyaan Desy sontak membuat Miranti gelagapan. Ricard juga kaget dengan apa yang ditanyakan anaknya itu.Miranti dan Ricard tidak menyangka Desy akan memberikan pertanyaan yang sangat mengejutkan. “Sayang dari mana kau tahu itu semua. Nenek Desy itu omah Yuli,” jawab Miranti berusaha untuk menyembunyikan permasalahan yang sebenarnya. Belum waktunya anak sekecil Desy tahu kemelut rumah tangga orang tuanya. “Tapi Bun, beliau ngaku neneknya Desy bahkan nunjukin fotonya sama bunda dan dede bayi, kata nenek itu Desy waktu masih bayi. Apa bener Bun Desy yang merawat nenek Ismi,” cerocos Desy. Alih alih menjawab pertanyaan anaknya Miranti langsung muntah muntah lagi.Kepalanya pusing dan napasnya tersengal sengal.Melihat keadaan istrinya Ricard panik dan langsung menghubungi dokter. “Non Desy kita keluar dulu yuk, jalan jalan ke taman, kasihan bunda muntah muntah lagi,” suster Lina menggandeng tangan mungil Desy keluar dari ruangan. Melihat keadaan bundanya Desy diam dan
“Iya bi, memangnya ada apa kok bi Idah kaget,” tanya suster Lina heran. “Oh ngga, sudah sana di tidurkan dulu non Desy nya nanti kita ngobrol lagi,” kata bi Idah kemudian meneruskan menyapu halaman. Suster Lina bergegas membawa Desy ke kamarnya setelah memastikan keadaan anak majikannya aman suster Lina keluar lagi menemui bi Idah. “Ada apa bi Idah bikin penasaran saja,” tanya suster Lina sambil menepuk bahu bi Idah yang sedang menyapu. Bi Idah tidak menjawab melainkan meneruskan pekerjaannya setelah selesai baru menarik tangan suster Lina menuju bangku di taman samping rumah. “Sini ada yang ingin aku sampaikan,” Suster Lina menurut saja kemudian duduk di samping bi Idah. ‘Cepetan dong bi nanti keburu Desy bangun,” gerutu suster Lina tak sabar. Bi Idah menarik napas dalam dalam kemudian baru memulai ceritanya. “Kata bu Ismi, Desy itu bukan anak pak Ricard, tapi anak dari Radit anaknya bu Ismi. Entah gimana ceritanya saya kurang tahu tapi bu Ismi ingin sekali bi
Pagi pagi Miranti sudah bangun,dia melihat kesebelahnya yang biasa ditempati suaminya kini kosong kemudian dia turun dari ranjang pelan pelan, melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus mengambil air wudhu untuk sholat subuh.Walaupun keadaan perutnya yang semakin membuncit membuat geraknya sedikit kesulitan tapi tidak menyurutkan niat Miranti untuk tetap beribadah. Setelah selesai sholat dan melipat sajadahnya kemudian menaruhnya diatas nakas, dia bergegas ke dapur untuk membuat sarapan. “Kamu sudah bangun nak?” tanya ibu mertuanya yang sudah lebih dulu berada didapur. “Iya bu maaf miranti bangun kesiangan”, jawab Miranti lirih sambil meringis memegangi perutnya. “Ngga apa apa, kamu duduk saja biar ibu yang bikin sarapan”, jawab ibu mertunya dengan lemah lembut. Miranti merasa bersyukur mempunyai ibu mertua yang baik, tidak seperti yang selama ini dia lihat di sinetron sinetron. Walaupun kehidupan yang dia jalani selama berumah tangga dengan Radit ekonominya pas p
“Apa menyesal?, seharusnya aku yang menyesal, aku yang sedang bekerja dengan penghasilan yang lumayan harus menikahimu dan dikeluarkan dari kerjaan. Aku kira menikah dengan orang kaya hidupku akan enak, tapi ternyata malah sebaliknya.Harapan dan impianku hancur berantakan, semua ini gara gara kamu, kamu yang membuat hidupku jadi seperti ini”,kata suamiku . Aku menggigit bibirku untuk menahan sakit yang ku rasa saat ini. “ Aku harus kuat”, gumamku dalam hati. Aku tidak mengindahkan omongan suami ku yang semakin ngelantur kemana mana. Dan bergegas ke kamar. Aku berpikir sejenak untuk mengambil langkah selanjutnya. Kemudian bergegas mencuci muka dan memoles sedikit make up diwajahku agar bisa menutupi wajahku yang sembab kemudian berganti baju dan mengambil tas. Memasukkan semua perhiasan yang masih ku miliki untuk dijual. “Tapi dengan siapa aku ke toko perhiasan, sedangkan perutku semakin sering kontraksi”. Diluar terdengar suara deru motor yang menjauh.Ku tengok dari jendela
“Aauuw sakit”, jeritku saat perut terasa melilit. Ibu dan Laura langsung berlari ke kamar. “Kamu kenapa nak, sakit?” tanya ibu mertuaku melihat keadaanku. Aku mengangguk sambil meringis menahan sakit keringat sudah membasahi seluruh tubuh dan dahiku. “Ranti kita ke rumah sakit sekarang ya”, kata Laura meringis seolah ikut merasakan apa yang aku rasakan. Laura memegang tanganku dan memeluk pinggangku membantuku berjalan tapi tetap saja kesulian karena aku sulit untuk berdiri. Satrio yang berdiri diambang pintu langsung sikap meraih pingang dan mengangkat tubuhku. Aku tak kuasa menolak karean kondisi darurat.Laura berlari membukakan pintu mobil. Ibu menenteng tas berisi perlengkapan bayi mengikuti dari belakang. “Ibu masuk dulu biar miranti tidur dipangkuan ibu”, kata Laura merebut tas yang dibawa bu Ismi dan mempersilahkan perempuan itu masuk mobil lebih dulu. Kemudian Laura menutup pintu dan duduk disamping Satrio yang menyetir. Mobil melaju dengan kencang menembus kegel
“Alhamdulillah cucuku sudah lahir, di mana mereka sekarang?”, tanya bu Ismi dengan wajah sumringah. Satrio bingung menjawabnya karena dia sendiri belum tahu di ruangan VIP mana Miranti di rawat. “E nanti kita cari bersama sama di mana cucu ibu di rawat yang jelas diruang VIP”, jawab Satrio sambil tersenyum. Mereka berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit menuju bagian informasi untuk menanyakan di ruang mana Miranti dan anaknya di rawat. “Maaf suster untuk pasien bernama ibu Miranti berada di ruang apa ya?” tanya Satrio pada petugas yang ada. “Oh sebentar ya pak saya lihat dulu “, jawab suster itu kemudian membuka buku besar di hadapannya. “Ibu Miranti pasien paska melahirkan berada diruang VIP Flamboyan 2”. “Terima kasih sus”, ucap Satrio kemudian mengajak bu Ismi untuk segera menuju ruangan tadi. Sepanjang perjalanan menuju ruangan rawat Miranti bu Ismi tidak banyak bicara, beliau lebih banyak diam dan menunduk seakan ada beban berat yang dia tanggung
Satrio tidak melanjutkan ucapannya karena melihat bu Ismi keluar dan berjalan mendekati mereka berdua. ‘Sudah larut malam kalian pasti capek, istirahatlah”, kata bu Ismi. Kami masuk kembali dan duduk bersandar di sofa yang ada. Laura di sebelah utara sedangkan Satrio di sebelah selatan. Dalam hitungan detik mereka sudah mendengkur, mungkin capek setelah membantu mengurus Miranti lahiran. Miranti juga memejamkan mata sambil memeluk bayinya. Sementara hanya bu Ismi yang masih terjaga. Beliau sedang sholat.Esoknya Satrio bangun lebih dulu,karena mendengar bayi Miranti menangis. Dia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka, kemudian mendekati tempat bayi itu dan menggendongnya.Sambil menimang bayinya dia berjalan memutari ruangan sambil bersenandung lirih. Mata bayi mulai terpejam lagi, kemudian dia meletakkan bayi itu di dalam box. Jam menunjukkan pukul enam pagi, Satrio bergegas keluar untuk mencari makanan untuk sarapan pagi. Dia menyusuri jalanan di depan rumah sakit dan me
BAB 6 Salah paham “Oh bagus ya ternyata kalian diam diam berselingkuh di belakangku”, kata Radit yang tiba tiba muncul di hadapan mereka. “Atau jangan jangan anak ini hasil hubungan gelap kalian!”, ucap Radit lantang membuat bu Ismi dan Laura melongo. “Kamu ngomong apa sih mas, ini anakmu anak kita”, Miranti berusaha meyakinkan dengan suara bergetar. “Aku tidak percaya buktinya sekarang kalian bertemu diam diam tanpa sepengetahuan ku”, cerocos Radit. Satrio hanya diam membisu tanpa tahu apa yang harus dijelaskan. Dia menatap bu Ismi dan sahabatnya untuk meminta pembelaan. “Radit jaga ucapanmu mereka tidak seperti apa yang kamu pikirkan, kau salah paham”, kata Laura mendekati Radit dan menunjuk mukanya. “Akh kalian sama saja mengaku orang baik ternyata tak lebih dari orang orang bejat yang hanya berpura pura baik saja.dan kau mulai saat ini aku tidak percaya lagi ke padamu. Miranti tak bisa menjawab dia hanya menangis dalam diam. “Tapi Mas di antara kami tidak ada
“Iya bi, memangnya ada apa kok bi Idah kaget,” tanya suster Lina heran. “Oh ngga, sudah sana di tidurkan dulu non Desy nya nanti kita ngobrol lagi,” kata bi Idah kemudian meneruskan menyapu halaman. Suster Lina bergegas membawa Desy ke kamarnya setelah memastikan keadaan anak majikannya aman suster Lina keluar lagi menemui bi Idah. “Ada apa bi Idah bikin penasaran saja,” tanya suster Lina sambil menepuk bahu bi Idah yang sedang menyapu. Bi Idah tidak menjawab melainkan meneruskan pekerjaannya setelah selesai baru menarik tangan suster Lina menuju bangku di taman samping rumah. “Sini ada yang ingin aku sampaikan,” Suster Lina menurut saja kemudian duduk di samping bi Idah. ‘Cepetan dong bi nanti keburu Desy bangun,” gerutu suster Lina tak sabar. Bi Idah menarik napas dalam dalam kemudian baru memulai ceritanya. “Kata bu Ismi, Desy itu bukan anak pak Ricard, tapi anak dari Radit anaknya bu Ismi. Entah gimana ceritanya saya kurang tahu tapi bu Ismi ingin sekali bi
“Pertanyaan Desy sontak membuat Miranti gelagapan. Ricard juga kaget dengan apa yang ditanyakan anaknya itu.Miranti dan Ricard tidak menyangka Desy akan memberikan pertanyaan yang sangat mengejutkan. “Sayang dari mana kau tahu itu semua. Nenek Desy itu omah Yuli,” jawab Miranti berusaha untuk menyembunyikan permasalahan yang sebenarnya. Belum waktunya anak sekecil Desy tahu kemelut rumah tangga orang tuanya. “Tapi Bun, beliau ngaku neneknya Desy bahkan nunjukin fotonya sama bunda dan dede bayi, kata nenek itu Desy waktu masih bayi. Apa bener Bun Desy yang merawat nenek Ismi,” cerocos Desy. Alih alih menjawab pertanyaan anaknya Miranti langsung muntah muntah lagi.Kepalanya pusing dan napasnya tersengal sengal.Melihat keadaan istrinya Ricard panik dan langsung menghubungi dokter. “Non Desy kita keluar dulu yuk, jalan jalan ke taman, kasihan bunda muntah muntah lagi,” suster Lina menggandeng tangan mungil Desy keluar dari ruangan. Melihat keadaan bundanya Desy diam dan
“Tentang bapakmu?” tebak bu Ismi. “Ya salah satu di antaranya, ada lagi yang ngga kalah penting dari itu bu,” jelas Radit menatap ibunya. “Apa, jangan bikin teka teki Radit, ibu lagi pusing,” Tegas bu Ismi, dirinya kecewa atas sikap Radit yang tidak bisa merayu anaknya untuk bisa lebih dekat dengannya. “Bahrudin tertangkap, dan semua harta miliknya jatuh pada saya, Radit,” ucap Radit bangga sambil membusungkan dada. “Ibu ngga percaya, bukannya kamu selalu bikin kecewa ibu?, sudahlah jangan berhalu,” Ibu beranjak dari tempat duduknya , tapi Radit menarik tangan bu Ismi untuk duduk kembali. “Apalagi ibu memanggilmu ke sini agar bisa bertemu dengan anakmu dan kalian bisa lebih dekat tapi nyatanya apa?, kau hanya diam saja,dan tak berbuat apa apa. Sudah lah Radit ibu masih banyak pekerjaan,”ucap ibu kesal. “Bu dengerin Radit dulu. Aku mau mengajak ibu menemui bapak karena hari ini bapak bebas.” “Benarkah bapak bisa bebas?, alhamdulillah akhirnya kita bis
“Assalamualaikum,” salam yang diucapkan oleh bi Idah saat memasuki gerbang rumah bu Hilda. “Waalaikumsalam, eh Saidah, sama siapa?” tanya bu Ismi yang berjalan tergopoh gopoh membukakan pintu. Desy yang sedang asyik makan es cream cuek saja mendengar sapaan dari bu Ismi.Bu Ismi melihat keberadaan cucu yang di rindukannya di depan mata, beliau tidak menyangka akan di pertemukan kembali. “Desy!.. cucu nenek, apa kabar sayang?” tanya Bu Ismi berjongkok dihadapan cucunya itu. Namun Desy bukannya menyambut sapaan neneknya malah bersembunyi di belakang tubuh bi Idah. “Bi dia siapa,kenapa panggil Desy cucu?, Desy ngga kenal Desy takut bi,” rengek Desy sambil menarik tangan bi Idah minta pulang. “Sebentar kita kan baru sampai lagian Bunda juga ngga ada di rumah, nanti Desy sendirian”.Melihat tamunya ngambek bu Ismi yang tidak lain adalah nenek Desy mengajaknya duduk di sofa. “Dah ajak Desy duduk dulu,” kemudian Bu Ismi masuk ke dalam dan mengambilkan puding coklat dari
Waktu terus berjalan hari pun terus berganti kini sudah dua bulan sejak kepulangan Ricard dan Miranti dari bulan madu. Semua kembali ke aktivitas semula. Ricard pergi ke Mini market dan Miranti pergi ke butik setelah sekian lama di handle oleh orang kepercayaannya. Mami Yuliana juga sudah kembali ke rumahnya setelah lama menemani cucunya juga mendaftarkan cucunya sekolah.Saat ini Desy sudah sekolah di taman kanak kanan. Setiap pagi pergi ke sekolah di antar oleh pengasuhnya.Hari sudah menunjukkan pukul tujuh tapi Miranti belum juga bangun, dia masih meringkuk di bawah selimut. Ricard yang baru pulang olah raga pagi kaget karena ngga biasanya istrinya masih bermalas malasan. “Sayang, kok belum bangun, katanya mau ke butik sana mandi dulu nanti kita sarapan bareng, kasihan Desy sudah nungguin di meja makan,” kata Ricard sambil mengoyang goyangkan tubuh istrinya. “Aku lagi kurang enak badan, kelapa ku pusing dan perutku mual,” jawab Miranti kemudian menarik selimut menutupi s
Pardi menatap Radit tak berkedip, dengan pandangan menyelidik membuat Radit merasa risih. “Benar pak, saya menikah dengan Suharti anak satu satunya pak Bahrudin, karena dia sedang hamil jadi Suharti tidak ikit ke sini,” jawab Radit meyakinkan Pardi. “Begini pak, pak Bahrudin memberikan kunci cadangan pada saya karena setiap hari saya yang di tugaskan untuk merawat dan membersihkan villa ini. Apalagi pak Bahrudin jarang sekali ke sini. “Saat ini bapak ada masih ada di villa kan, bisa antar saya ke dalam villa menemui bapak?,”tanya Radit. Pardi geleng geleng kepala sabil kebingungan. “Lho bukannya bapak dari kemarin berada di villa itu?” tanya Radit dengan dahi mengernyit. “Bapak sudah pergi dengan dua orang anggota polisi yang menangkapnya kemarin,sebelum bapak pergi bapak menitipkan amplop coklat berukuran besar dan tebal.” “Isinya apa pak, dan mana amplop itu?,” berondong Radit penasaran. “Kalau isinya saya tidak tahu, tapi sebentar saya ambilkam amplopn
“Harti, ada apa dia menelpon?” gumam Radit sambil berjalan keluar dari ruang ATM, kemudian menggeser tombol hijau untuk menerima telpon. “Halo dek, ada apa ?” tanya Radit pura pura tidak tahu padahal dia sudah menduga kalau istrinya menanyakan keberadaannya. “Kamu di mana mas, udah sampai?” jawab Harti dengan nada cemas. “Aku belum sampai di kota Tegal, mobil yang ku pakai tiba tiba mogok padahal baru saja aku isi bahan bakar full,” ucap Radit mencari alasan. “Gawat mas, bapak ke tangkap polisi .” kata Harti panik. “Kok bisa lha wong saya saja belum ketemu bapak,ini saya sedang ke Tegal setelah memperbaiki mobil di bengkel,”ujar Radit lagi. “Terus gimana ini, apa mas Radit balik lagi aja lagian percuma kalau di teruskan ke Tegal bapak sudah di bawa ke Jakarta.” Kata Harti nada putus asa. “Ngga dek, mas lanjutkan ke Tegal ke villa, kamu jangan percaya berita itu dulu siapa tahu hoax,sebelum mas tahu kenyataannya di villa,” jawab Radit kemudian mematikan sam
Bapak… ,” Suharti tidak melanjutkan ucapannya dia ragu untuk menyebut di mana keberadaan bapaknya padahal dia tahu persis di mana bapaknya bersembunyi. “Dek, kenapa ragu dan bingung, kalau dek Harti mengatakan di mana keberadaan bapak siapa tahu mas bisa membantu melindungi bapak dari kejaran polisi,” ucap Radit sambil mengelus rambut panjang istrinya. Sejenak Harti menatap suaminya meminta kepastian. “Iya apa kamu ngga percaya sama suamimu sendiri?” ucap Radit untuk meyakinkan istrinya. Padahal dalam hati dia bersorak gembira karena tanpa bersusah payah mencari keberadaan Bahrudin mertuanya ,Suharti sudah menunjukkan persembunyiannya dan Radit tinggal lapor polisi. “Bapak ada di vila di Guci,” jawab Harti tanpa rasa curiga sedikitpun mengatakan yang sejujurnya dia berharap suaminya bisa menolong menyelamatkan bapaknya dari kejaran polisi. “Hah di villa, alamatnya?, biar aku kesana besok.,” Radit menyakinkan kembali pada istrinya. “Villa ASRI mas, itu Vila mili
“Halo apa?...” Radit panik dan langsung berganti baju kemudian mengambil kunci mobil kembali. “Mas mau kemana, katanya mau makan?” tanya Suharti bingung melihat suaminya panik setelah menerima telpon. “Mas makannya nanti saja ada hal urgent yang harus di tangani, Mas pergi dulu ya,” Radit bergegas keluar kemudian membuka mobil dan melajukan mobilnya dengan cepat. “Ada apa sebenarnya suamiku itu, telepon dari siapa ya?” gumam Suharti penasaran.Setelah menerima telepon dari kepolisian bahwa pak syukur keracunan makanan, Radit langsung meluncur menuju Rumah sakit . Sampai di sana banyak polisi yang berjaga jaga. “Selamat siang pak, bagaimana keadaan bapak saya?” tanya Radite pada polisi yang berjaga. “Bapak anda selamat dan sudah melewati masa kritisnya, sekarang sedang beristirahat dengan penjagaan yang ketat.” Kata polisi yang berjaga di depan pintu. “ Oh ya pak Radit, dari hasil penyelidikan ada orang yang sengaja menitipkan makanan pada pak Syukur dan set