Detik demi detik berlalu mengukir kepingan kejadian pada hari ini. Hujan sudah mereda sedari tadi. Tepatnya pukul lima sore. Seorang gadis yang bernama lengkap Shinta Ex Chipto, biasa dipanggil Tata oleh teman-teman dekatnya. Dia bisa duduk di bangku mahasiswa karena adanya peningkatan kualitas pendidikannya yang terlalu jenius, sehingga dia langsung lulus padahal belum waktunya dia lulus sekolah. Dia langsung diangkat dan duduk di bangku SMA tanpa duduk di bangku SMP dulu. Itulah karena kepintaran yang dimilikinya, sudah melebihi orang-orang pintar yang ada di DUNIA.
Shinta yang masih duduk di bangku mahasiswa tingkat dua, dengan jurusan kedokteran, mengharuskan dirinya untuk belajar lebih giat lagi, supaya jurusan yang dia ambil tidak melenceng pekerjaannya saat dia melamar pekerjaan nanti.Termasuk kedua orangtuanya yang sangat mencintai gadis unik tersebut. Dengan sikap ramah dan tamah kepada semua orang dan juga kecerdasan yang dimilikinya, membuat gadis kecil nan imut itu disukai banyak orang.Shinta tetap berdiam di dalam mobilnya. Hanya memandangi sebuah rumah yang berpagar putih. Pikirannya kosong ntah kemana. Tidak ada yang ingin dia lakukan, atau apa saja yang akan menjadi kesibukannya hari ini.Bosan. Dia sangat bosan untuk hari ini. Semua sangat buruk untuk dipandang oleh matanya sendiri.Tadi siang sepulang kuliah, baru saja dia berhenti di sini, sekarang dia berhenti di sini lagi. Kepalanya masih pusing, ajaibnya saat Shinta mengendarai mobilnya, dia dalam keadaan selamat hingga sampai kemari.Sudah dua jam Shinta hanya menunggu gadis itu. Menunggu kepulangannya yang ntah sampai kapan harus dia tunggu. Sahabatnya paling terbodoh di muka bumi yaitu Sifa. Sahabat lama Shinta mulai dari kecil. Berkat Shinta, mereka bisa kuliah bersama di universitas ternama di Indonesia. Padahal, dirinya sangat bodoh.Lagian, Shinta juga tidak mengerti kenapa harus menunggunya? Dan kenapa dia harus berteman dengan gadis seperti Sifa. Tentu bukan hal yang sepadan untuk berteman dengannya, ditambah dia yang terkenal kepintarannya di Indonesia dan di luar negeri pun dia layak terpakai. Dia adalah salah satu mahasiswa yang dijadikan bahan tanding oleh dosen-dosennya, yang ajaibnya, gadis itu selalu menang dalam lomba.Walaupun dia selalu berhasil dalam lomba, masih banyak teman-temannya yang iri akan kepintarannya. Tidak tahu kenapa, tapi dia tidak ambil pusing sama sekali.Trisno. Kenapa Shinta masih mengingat pria itu? Kenapa Shinta masih mengejarnya setelah sukses dia toreh luka di hati pria itu? Menyesalkah?Melihat sahabatnya tidak muncul juga, dia tidak mau menunggu lama lagi. Dia melajukan mobilnya untuk menjemput Trisno. Tidak peduli Trisno ada di mana, yang penting cari saja. Shinta memutar balik mobilnya keluar komplek. Dia menyusuri jalanan yang sepi, temaram, nan suram.Trisno yang tiba-tiba menampakkan wajah pertama kali pada hari ini, di mal yang tadi pagi harus dia kunjungi karena sedang ada presentasi di kelas. Besok dia akan berbalik lagi ke Bali. Sebenarnya bukan hanya urusan persentasi saja dia mau ke sana. Dia hanya butuh ketenangan hati setelah melakukan perjalanan jauh. Shinta sengaja ke Bali untuk menemui seorang pria yang bernama Trisno. Sebelum pria itu kembali ke London, tempat asalnya. Maksud dan tujuannya masih rahasia.Ingatan Shinta yang buram menyulitkannya. Tapi semakin Shinta memperjelas ingatan itu, kepalanya malah berdenyut. Ada satu cara agar Shinta ingat semuanya. Cara orang pesakitan yang depresi. Tentu saja orang tua Shinta melarang itu.Sinta menyetir mobil sambil membuka ponselnya. Menekan tombol dial pada satu nama yang tertera di kontaknya."Mama. Aku sudah bertemu pria yang bernama Trisno. Aku sedikit ingat dia. Iya, aku tahu. Aku akan mengingatnya, Ma. Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Aku sudah ke makam adik kok."Shinta terdiam sebentar. "Iya, Ma. Semua urusannya sudah beres. Shinta besok pulang. Tapi Shinta harus urus yang ini dulu. Iya. Iya. Makasih Ma..."Panggilan tertutup. Shinta memantapkan batinnya. Dia harus menemui adiknya satu kali lagi, setelah itu dia akan ke Bali. Tidak ada alasan untuknya melupakan. Kalaupun dia terus bertahan dalam kehancuran, berarti Shinta adalah seorang gadis yang tidak mudah melupakan seseorang di masa lalunya.Shinta melihat sebuah mobil yang dia tahu kalau mobil itu adalah mobil pria bernama Trisno. Pria yang dia bela-belain untuk mencarinya. Shinta sempat melihatnya dari kejauhan saat keluar dari kampus, memperhatikan Trisno yang masuk ke mobil itu.Ini adalah kesempatan untuknya. Berarti dia tidak harus ke Bali. Pria itu sudah ada di depan matanya, tidak perlu lagi jauh-jauh ke tempat dimana pria itu tinggal. Tadinya mau mengikuti Trisno dari belakang, tapi Shinta mengurungkan niatnya lantas beralih pergi ke makam.Dia sudah tahu kalau pria itu masih berada di Bandung, tempat yang sama mereka tinggal. Dia sekarang perlu memikirkan untuk yang selanjutnya. Perintah mamanya yang menyuruhnya untuk ke makam adiknya. Dia sudah sangat rindu dengan adiknya yang sudah dua tahun pergi selamanya dari sisi mereka.Shinta memacu kecepatannya agar bisa menyalip mobil itu. Untunglah suasana jalanan sepi dan tidak macet. Shinta menginjak pedal gas, menyalip dari arah kanan lantas mengehentikan mobilnya beberapa meter di depan mobil Trisno.Trisno yang melihat ada mobil yang mencegatnya, hanya bisa menginjak rem kuat-kuat agar mobil mereka tidak bertabrakan. Persetan, orang gila mana yang berhenti tiba-tiba di depan mobil yang sedang berjalan! Geram Trisno.Shinta menatap mobil yang berhenti mendadak di depannya. Dia kenal mobil itu. Trisno keluar setelah mobil berhenti, Shinta ikut keluar. Shinta sudah keluar menunggu dua orang itu. Trisno berhadapan dengan Shinta, sedangkan Shinta tidak mengerti apa yang terjadi."Nyari mati Lo?" Sengit Trisno.Meskipun dia tahu gadis itu siapa, tapi dia tidak bisa tenang-tenang saja setelah gadis itu telah mengganggu perjalanannya.Shinta hanya menatapnya datar, matanya beralih menatap gadis yang berdiri di samping Trisno.Ada rasa cemburu yang berdebar dalam hatinya. Bagaimana dia bisa menahan rasa cemburunya di saat hatinya terbakar karena gadis yang sekarang berdiri di sampingnya.Apa gadis ini pacar barunya? Apa dia sudah melupakan aku? Secepat itukah masa-masa indah yang telah kami jalani dia lupakan tanpa rasa bersalah? Mengapa hanya aku yang terluka dan merasa kehilangan saat kami putus?"Ayok pulang, Tris." Tanpa berpikir panjang, gadis itu memegang tangan Trisno. Dia tahu kalau Shinta adalah mantan kekasih pacarnya.Shinta cukup tersentak dengan perlakuan gadis tersebut. Setelah sekian lama mereka putus, akhirnya mereka bertemu kembali, tapi tidak kembali seperti dulu lagi. Tangan yang dia genggam dulunya, kini telah digenggam oleh gadis lain."He apa-apaan lo! Jangan sentuh gue!" Trisno melepas paksa. Menyembunyikan tubuh gadis itu dari balik tubuh jangkung miliknya. Meskipun mereka sudah putus, tapi tidak menutup kemungkinan, pria itu sudah menghapus semua kenangan terindah yang pernah mereka lalui bersama.Gadis itu mendengus kesal. Halangan besar satu ini benar-benar merepotkannya. Apa yang menjadi kesalahannya, sehingga dia harus disingkirkan dari hadapan mantan kekasih pacarnya itu?"Gue hanya tidak suka jika di antara kalian berdua masih ada perasaan! Apa lo sudah lupa bahwasannya gue adalah kekasih lo sendiri karena gadis ini ada di hadapan lo, Tris?" Sosornya."Gue tidak ada perasaan lagi padanya. Gue hanya ingin marah padanya. Pada gadis tolol seperti dirinya yang sudah berani menghalangi jalan kita. Apa dia pikir ini jalan hanya miliknya seorang?" tukas Trisno tenang.Shinta mengusap wajahnya sebentar, dia tertawa, "Marah? Marah saja! Gue sama sekali tidak tertarik untuk mendengar semua omong kosongmu!""Gadis tolol!" Umpat pria itu lagi.Shinta diam. Mencari kata balasan yang pantas untuk membungkam Trisno. "Maaf, gue emang tolol, tolol karena sudah pernah mencintai pria brengsek seperti lo. Gue permisi!" Pamit gadis itu setelah mengeluarkan kata-kata pedas dari mulutnya. Dia berharap kata-katanya bisa membuat pria itu sadar dan tahu apa kesalahannya."Dasar gadis tolol!" Pekik pria itu. Dia terus menatap mobil yang dibawa oleh Shinta yang melaju cepat meninggalkan mereka berdua di tengah jalan itu. Hatinya memanas saat gadis itu kini berani lancang bicara di hadapannya. Atas dasar apa dan kekuatan dari mana, dia tidak tahu. Tapi, itu sangat menusuk perasaannya, hingga kata-kata pedas itu selalu berdengung lama di telinganya."Hei! Lo yang tolol! Lo kira gue takut sama lo? Kita lihat saja seberapa kuat lo melawan gue.! Gue diam tadi bukan berarti seenak jidat lo injak-injak harga diri gue. Dasar tolol!" Umpat gadis itu berbalik.Soal melawan musuh dia tidak pernah kalah. Jika pun dia sedang mengalami sakit di kepala, tidak menutup kemungkinan bahwa gadis itu akan lemah di hadapan pria itu. Apalagi, mengenai hal bahwa pria itu adalah mantan kekasihnya yang baru saja mereka putus sudah memiliki pacar yang lain.Dia tidak akan terima begitu saja. Selama hidupnya, tidak pernah ada penolakan. Selagi dia mampu melakukannya, apapun yang dia kerjakan akan berhasil."Dasar tolol! Tolol! Tolol! Tolol!" Umpat gadis itu sangat keras. Dia sangat marah dengan sikap Trisno. Bisa saja dia menerima kalau pria itu sudah memiliki seorang pacar. Tapi tidak berarti dia bisa mengatakan Siintha tolol di depan pacarnya. Ibaratnya, sama saja dia telah membangkitkan harimau yang melekat di tubuh gadis itu.Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di gedung kampus yang mulai sepi. Beberapa mahasiswa lainnya terlihat meninggalkan gedung kampus. Semua serba anak sultan. Sebagian kecil saja yang merupakan anak orang miskin, lainnya, ya, begitulah. Semuanya serba ada dan permintaannya tidak pernah tidak terpenuhi."Gedung ini terasa gak asing," gumam Shinta menatap gedung kampusnya yang banyak berubah, tapi bentuknya tetap sama."Yuk keluar." Sintha melepas sabuk pengaman, lalu membuka pintu mobil. Shinta menghela napas berat, lagi-lagi dia harus mengikuti kata hatinya. Sifa ikut keluar dan berjalan di belakang Shinta yang mulai memasuki gerbang.Shinta tampak berbicara dengan seorang penjaga kampus. Beberapa menit kemudian, dia melangkah memasuki area kampus. Sifa berjalan mengikutinya dari belakang."Jalannya jangan jauh-jauh. Nanti kamu nyasar." Shinta menarik tangan Sifa. Lagian, jalannya Sifa lama, kayak orang linglung pula. Bikin Shinta gregetan.Sifa melepas genggaman tangan S
1 TAHUN KEMUDIAN...Matahari menyengat dunia dengan sinarnya. Musim kemarau sedang melanda Indonesia. Orang berlalu lalang di sisi kemacetan jalan. Di sana, di teras kafe pinggir trotoar. Seorang gadis sedang menatap sekitar, memperhatikan setiap sisi kehidupan kota yang dia tempati. Secangkir kopi di depannya mengepulkan asap ke udara, kopi hitam hasil racikan barista kafe yang ternama di sudut kota.Pakaiannya masih rapi dengan kemeja putih dibalut jas warna krem yang sangat pas di tubuh langsingnya. Celana panjang warna serupa juga terasa pas menutupi kakinya yang beralaskan flat shoes warna hitam. Dari style-nya saja, jelas terlihat bahwa dia adalah wanita karier.Dia menyeruput kopi panas itu, merasakan setiap inci kepahitan yang mengigit lidahnya. Rambutnya yang curly memanjang hingga batas pertengahan punggung sesekali melambai-lambai tertiup angin.."Mbak, Tata!" Sahutan dari arah belakang mengganggu ketenagannya. Dia menengok, mendapati seorang gadis tengah berlari-lari mengha
"Trisno. Ayo kita pulang!" Ajak Pak Sugeng marah setelah Trisno dan Sintha datang.Trisno dan Sintha yang mulai bingung dengan suara keras Pak Sugeng. Ntah apa yang membuat pria yang berumur 50 tahun itu mengeraskan suaranya di depan banyak orang. Sintha melangkah pelan-pelan menuju kedua orangtuanya. Ingin menanyakan langsung kepada kedua orangtuanya mengapa rumahnya dipenuhi dengan keramaian."Pa, ini kenapa banyak orang yang datang ke rumah kita?" tanya gadis itu dengan polos."Ini bukan urusanmu! Cepat masuk ke kamar!" Perintah Tuan Anugrah Ex Chipto.Sintha menunduk. Baru kali ini dia dibentak oleh Papanya sendiri. Kenapa bisa Papanya semarah itu. Dia tidak bisa menolak perintah Papanya, tanpa berbalik, dia terus melanjutkan langkahnya dengan menapaki anak tangga menuju kamarnya.Atas apa yang membuat kedua orangtua Trisno marah-marah setelah mereka datang. Dan begitu anehnya, di saat Trisno dan Sintha datang, Ayahnya langsung mengajak pria itu pulang."Ayah. Ada apa? Kenapa kita
Setelah pernikahan antara Sintha Ex Chipto dan juga Alex Chandra Syailendra sudah selesai, Shinta lebih dulu masuk ke dalam kamar. Ini kali pertama Sintha menginjakkan kakinya di rumah orang. Apalagi perannya bukan sebagai tamu tetapi sebagai istri.Sintha disuruh naik ke atas ranjang kamar yang sudah dihiasi dengan taburan bunga mawar yang disusun rapi dan dekorasi lainnya yang dihiasi serba merah putih. Semua terlihat indah. Bahkan, tidak ada satupun yang boleh tertinggal hiasannya, karena ini adalah pernikahan seorang CEO, CEO terkenal di seluruh pelosok-pelosok dunia sekalipun.Sintha mulai gemetaran saat pintu terbuka. Itu pasti Alex Chandra Syailendra. Pria yang sudah menjadi suaminya sekarang. Dia sangat kebingungan dicampur aduk dengan perasaan gelisah dan takut.Dia menutup mata saat pria itu mulai mendekat. Pria itu langsung naik ke atas ranjang. Dan mulai menindih tubuh gadis itu. Sintha merasa keenakan di saat pria itu mulai membuka mulutnya dan mulai mencium bibirnya yang
"Lepaskan gue! Lepaskan gue!" ucap Sintha. Dia menangis pilu saat sang suami tidak mau melepaskan tangannya dari rambutnya. Terasa sakit apabila ditarik kuat. Ntah mengapa hanya dengan pertanyaan itu sang suami langsung memberinya hukuman sebesar itu."Apa? Kamu ingin dilepaskan? Tidak. Aku tidak akan melepaskankanmu sebelum aku puas menyiksamu!" tukas Alex sembari tersenyum miring.Sang suami yang tega menyakiti perasaan dan melakukan kekerasan terhadap Sintha sungguh itu jauh di luar nalar pikiran Sintha. Meskipun sebenarnya sang suami terkenal kejam sebelum menikah dengannya, tapi dia tidak pernah mengira kalau sikap pria itu memang sangat kejam. Tidak melihat rupa ataupun status, jika pria itu tidak menyukainya, maka dia akan memberinya hukuman selayaknya."Lepaskan gue... Hiks... Hiks..." Sintha yang menangis sesenggukan pun pria itu tidak hiraukan. Benar-benar tidak ada pengertian sama sekali dengannya. Sudah banyak rambut Sintha yang berhasil rontok karena jambakannya yang terla
Pulang kerja dari kantor, Alex langsung pulang ke rumah, tidak mampir dulu ke Apartemen milik kekasih simpanannya itu. Sesampainya dia di rumah dengan langkah cepat namun masih menampilkan tubuhnya yang kekar dan tegap sungguh membuat naluri setiap insan ingin memilikinya. Tepat pukul 19:00, malam. "Buka pintu ya!" perintah Alex dari luar. Tidak ada sahutan dari dalam membuat emosi pria itu semakin memuncak. Sudah 5 menit dia menunggu pintu agar segera dibuka ternyata masih tetap tertutup seperti awalnya dia datangAlex berdesis tidak karuan. Sambil menghela napasnya dia mengibaskan kerah bajunya sedikit melonggarkan agar udara bisa masuk berhembus di lehernya. "Shinta!" Dia mengeraskan suaranya. Tidak sabar menunggu gadis itu membuka pintu, Alex pun mendobrak pintu dengan sekali percobaan. "Dimana kau?" tanyanya sambil matanya mencari keberadaan sosok gadis itu. Dimana gadis itu? Kenapa dia tidak ada di kamar jam segini..., apa jangan-jangan dia melakukan hal yang tidak-tidak
Brakk!Suara dobrakan pintu, membuat semua orang yang sedang bersantai di ruang tamu merasa terkejut.“Siapa kalian!” geram Alex terkejut, saat melihat 5 orang pria bertopeng menyerang rumah mereka dengan membawa senjata tajam.“Siapa kalian sebenarnya!” teriak Sintha, istri Alex yang terbangun dari tidurnya.Mereka menangkap Alex dan menahan kedua tangannya agar tidak bergerak untuk melepaskan diri. Mereka membawa keluar Alex dan Shinta ke ruang tamu begitu juga dengan Sena, Ricardo dan Nyonya Anita. Mereka diikat dengan erat sehingga tak bisa melawan. “Pah, siapa mereka?” tanya Sena, putri bungsu Tuan Ricardo.“Entahlah, Papa juga tidak tahu,” jawab Tuan Ricardo yang memang tidak mengetahui kelompok berbaju pria bertopeng tersebut.Dorr! Dorr! Dorr!Tiga tembakan dari arah luar, melesat mengenai dada kiri sang putri, Sena. Shinta histeris saat melihat adik iparnya ditembak hingga jatuh tak sadarkan diri. Darah mengalir deras keluar dari dadanya yang tertembak.“Sena! Bangun Nak! B
Alex menatap Shinta yang masih saja berdiri dengan mata yang terus menyisir setiap sudut ruangan apartemen miliknya.Alex menautkan kedua alisnya. "Apa di rumahmu tidak ada yang seperti ini?" tanya Alex sambil menatap wajah Shinta.Shinta hanya menoleh sekilas ke arah Alex, tanpa menjawab pertanyaan dari sang suami."Ya sudah aku mau istirahat, kamu boleh sepuasnya memandangi semua barang yang ada di sini," imbuh Alex seraya beranjak dari duduknya dan mulai berjalan menuju kamarnya.Shinta mendelik kesal karena secara tidak langsung Alex telah menghina tempat tinggalnya yang tidak sebagus seperti miliknya.Dia banyak berubah, batinnya.Saat menyadari banyak perubahan yang terjadi pada pria itu setelah kejadian beberapa waktu yang lalu, membuat Shinta kagum dengan sendirinya. Meskipun tidak sedekat pasangan lain, tapi setidaknya dirinya sudah bisa dekat dengan suaminya tanpa larangan dari pria itu. Shinta mulai melihat-lihat ke arah dapur apartemen itu. Lagi-lagi matanya di buat segar
Terdengar suara yang biasa di lakukan oleh pasangan suami istri dibalik ruangan kamar pasangan muda bernama Shinta dan Alex.Karena keduanya merasa kelelahan, mereka pun terbaring dan saling menatap."Aku mencintaimu ..." ujar Shinta pada Alex."Aku juga mencintaimu." jawab Alex sembari mendekatkan bibirnya pada Shinta dan menciumnya hingga membuat keduanya saling tertidur.Mereka berdua adalah pasangan suami istri muda yang berlatar belakang dari keluarga miskin, dan hanya tinggal di tempat yang kumuh di tengah-tengah perkotaan.Shinta dan Alex adalah pasangan yang sangat berambisius untuk menjadi orang kaya, dan mereka rela melakukan apapun demi mewujudkanya.Keesokan paginya, terlihat Alex sedang berolahraga di salah satu ruangan rumahnya untuk membentuk tubuhnya agar menjadi lebih sispack namun tiba-tiba Shinta memangilnya."Sayang ..." teriak Shinta."Iyah, kenapa," jawab Alex menghampiri Shinta."Yang, hari ini kita makan apa?" tanya Shinta."Memangya uang yang aku kasih kemarin
Brakk!Suara dobrakan pintu, membuat semua orang yang sedang bersantai di ruang tamu merasa terkejut.“Siapa kalian!” geram Mikhail terkejut, saat melihat banyak pria bertubuh kekar menyerang rumah mereka dengan membawa senjata tajam.“Siapa kalian sebenarnya!” teriak Bryan, sekretaris pribadinya yang terbangun dari tidurnya.Mereka menangkap Mikhail dan menahan kedua tangannya agar tidak bergerak untuk melepaskan diri. Mereka membawa keluar Mikhail dan Shinta ke ruang tamu depan. Mereka diikat dengan erat sehingga tak bisa melawan. "Siapa kalian?" tanya Mikhail ketakutan. Dia melihat seluruh ruangan sudah tergeletak para pasukannya di lantai berlumuran darah."Siapa yang menyuruh kalian ke sini?!" pekiknya. Emosinya bertambah saat salah satu dari mereka tak menjawab. Tiba-tiba ada yang menyalakan tv, dan Mikhail dipertontonkan dengan filmnya sendiri saat bersama Kayla. Dia kembali mengingat masa itu. Hatinya teriris bagaikan buah yang siap dimakan. Dia tak menyangka orang itu ma
"Sayang?" ~ Astuti. Wanita yang selalu mengganggu hubungan Alex dan Shinta itu terus saja melanjutkan keinginannya. Dia bahkan selalu menghubungi Alex di saat-saat tertentu. "Iya, ada apa Sayang?" jawab Alex dengan senyum kecil. "Kamu sekarang ada dimana? Aku sangat merindukanmu,""Aku juga sangat merindukanmu. Tapi, aku masih punya banyak pekerjaan, aku sibuk. Jangan dulu ganggu aku di saat-saat seperti ini.""Oke, Sayang. Aku mengerti. Jangan pernah berpaling dariku. Ingat itu. Kau hanyalah milikku seorang.""Iya, Sayang. Aku akan selalu ingat dirimu, kapanpun itu. Kau adalah bunga yang selalu mekar di hatiku, tak ada yang lain yang bisa mengisi atau menggantikanmu di sisiku," janji Alex. Dia menutup telepon saat menyadari kedatangan Petir. Merasa tidak dihormati, Alex marah. Seharusnya pria yang menjadi sekretaris pribadinya tahu sisi disaat bekerja. Itu bukanlah tata krama, kesopanan pun di dalam tidak ada, sehingga pria yang berdiri tegak itu memandang lurus ke arah Petir. T
Mereka masuk ke suatu rumah yang mewah dihiasi dengan lampu kelap-kelip seperti di club-club yang mampu membuat orang mengakui bahwa rumah itu memang sangat indah dipandang mata.Shinta menatap rumah itu dengan kedua bola matanya terus mengelilingi setiap sudut rumah. Dia tak menyangka ini kalinya dia harus berpisah dengan suami yang belum pernah menyentuhnya. "Apa ini rumahnya?" tanya Shinta dengan mata sembab. Dia beranikan diri untuk menatap bola mata tajam pria itu. Dia harus mengakui bahwa pria itu memang kejam. Dari sorot matanya yang tajam menggambarkan ekspresi wajahnya yang datar tanpa garis lekukan seraya tersenyum. "Anda tak menjawab pertanyaan saya?" tanya Shinta kedua kalinya. Biar gimanapun dia harus tahu apa maksud dari perbuatan suaminya, yang merelakan dirinya sebagai tumbal untuk diberikan kepada pria yang bukan suaminya. "Apa saya harus menjawab pertanyaan bodohmu?" Alex menatap bola mata Shinta semakin tajam. Dia terganggu dengan kebisingan Shinta yang berjala
"Nona, sudah seharusnya Anda pulang. Tuan Alex pasti sudah menunggu kepulangan Nona," beritahu Petir sembari menatap kedua bola mata Shinta yang sayu. Dia tahu persis bagaimana sikap Shinta mengatasi masalah yang terjadi akhir-akhir ini. Ditambah pikirannya yang masih kacau karena derita yang dia tanggung sendiri oleh karena suaminya mau menjualnya ke orang yang sama sekali dia tidak suka."Apa Tuanmu yang menyuruhmu ke sini? Menyuruh untuk memata-matai aku?" tanya Shinta dengan menghembuskan napas dalam-dalam seraya itu dilakukan untuk menstabilkan pikirannya yang kacau. "Iya, Nona. Nona harus cepat pulang. Karena sejak tadi Tuan Alex sudah menunggu di markas tempat biasa Tuan Alex memecahkan masalahnya," jawab Petir. Dia melakukan semua tugasnya sesuai perintah dari Bosnya, tanpa pikir ulang. "Apa dia pernah memikirkan perasaanku sehingga tega menyakiti jiwa ragaku sepenuhnya? Dia tega menjual ku, dia tega... hiks...," Dia menangis terisak-isak. Dia merasa kalau dirinya tidak be
“Saya nggak main-main ya, Pak … sekarang juga saya telpon suami saya, Alex nih,” ancam Shinta menepis jemari Mikhail yang begitu lancang menyentuh bibirnya, Alex saja tidak berani berulah dan sembarangan padanya. Jelas saja Shinta naik darah kala dihadapkan dengan pria gila macam Mikhail.Teman rekan kerjanya di Rumah Sakit Medika Sehat terkenal di Indonesia. Sesama dokter yang bekerja di Rumah Sakit itu tentunya sudah tahu etika dokter yang profesional dalam bekerja. Tidak boleh bersentuhan, tidak boleh berpasangan saat bekerja, tidak boleh pencemaran nama baik sesama sejawat, tidak boleh menyudutkan dan berbagai macam peraturan yang harus ditaati. Meskipun Mikhail adalah anak dari pemilik Rumah Sakit Medika Sehat tidak menutup kemungkinan dia bisa bertindak semena-mena pada staf/pegawai yang bekerja di tempat itu. Bukannya panik, Mikhail hanya menarik sudut bibir kala mata tajam Shinta tertuju padanya. Jika ditanya bagaimana perasaannya, jelas saja saat ini Shinta merasa takut bahk
Alex menatap Shinta yang masih saja berdiri dengan mata yang terus menyisir setiap sudut ruangan apartemen miliknya.Alex menautkan kedua alisnya. "Apa di rumahmu tidak ada yang seperti ini?" tanya Alex sambil menatap wajah Shinta.Shinta hanya menoleh sekilas ke arah Alex, tanpa menjawab pertanyaan dari sang suami."Ya sudah aku mau istirahat, kamu boleh sepuasnya memandangi semua barang yang ada di sini," imbuh Alex seraya beranjak dari duduknya dan mulai berjalan menuju kamarnya.Shinta mendelik kesal karena secara tidak langsung Alex telah menghina tempat tinggalnya yang tidak sebagus seperti miliknya.Dia banyak berubah, batinnya.Saat menyadari banyak perubahan yang terjadi pada pria itu setelah kejadian beberapa waktu yang lalu, membuat Shinta kagum dengan sendirinya. Meskipun tidak sedekat pasangan lain, tapi setidaknya dirinya sudah bisa dekat dengan suaminya tanpa larangan dari pria itu. Shinta mulai melihat-lihat ke arah dapur apartemen itu. Lagi-lagi matanya di buat segar
Brakk!Suara dobrakan pintu, membuat semua orang yang sedang bersantai di ruang tamu merasa terkejut.“Siapa kalian!” geram Alex terkejut, saat melihat 5 orang pria bertopeng menyerang rumah mereka dengan membawa senjata tajam.“Siapa kalian sebenarnya!” teriak Sintha, istri Alex yang terbangun dari tidurnya.Mereka menangkap Alex dan menahan kedua tangannya agar tidak bergerak untuk melepaskan diri. Mereka membawa keluar Alex dan Shinta ke ruang tamu begitu juga dengan Sena, Ricardo dan Nyonya Anita. Mereka diikat dengan erat sehingga tak bisa melawan. “Pah, siapa mereka?” tanya Sena, putri bungsu Tuan Ricardo.“Entahlah, Papa juga tidak tahu,” jawab Tuan Ricardo yang memang tidak mengetahui kelompok berbaju pria bertopeng tersebut.Dorr! Dorr! Dorr!Tiga tembakan dari arah luar, melesat mengenai dada kiri sang putri, Sena. Shinta histeris saat melihat adik iparnya ditembak hingga jatuh tak sadarkan diri. Darah mengalir deras keluar dari dadanya yang tertembak.“Sena! Bangun Nak! B
Pulang kerja dari kantor, Alex langsung pulang ke rumah, tidak mampir dulu ke Apartemen milik kekasih simpanannya itu. Sesampainya dia di rumah dengan langkah cepat namun masih menampilkan tubuhnya yang kekar dan tegap sungguh membuat naluri setiap insan ingin memilikinya. Tepat pukul 19:00, malam. "Buka pintu ya!" perintah Alex dari luar. Tidak ada sahutan dari dalam membuat emosi pria itu semakin memuncak. Sudah 5 menit dia menunggu pintu agar segera dibuka ternyata masih tetap tertutup seperti awalnya dia datangAlex berdesis tidak karuan. Sambil menghela napasnya dia mengibaskan kerah bajunya sedikit melonggarkan agar udara bisa masuk berhembus di lehernya. "Shinta!" Dia mengeraskan suaranya. Tidak sabar menunggu gadis itu membuka pintu, Alex pun mendobrak pintu dengan sekali percobaan. "Dimana kau?" tanyanya sambil matanya mencari keberadaan sosok gadis itu. Dimana gadis itu? Kenapa dia tidak ada di kamar jam segini..., apa jangan-jangan dia melakukan hal yang tidak-tidak