Mood Nayra begitu baik. Saat mengajar di sekolah pun begitu energik. Alhasil, setiap ilmu yang Nayra sampaikan pada murid, semuanya bisa diterima dengan baik. Tidak sebatas itu saja, sepanjang pagi hingga siang hari pikiran Nayra selalu positif, bahkan senyumnya begitu murah hingga senantiasa merekah. Akan tetapi, semua berubah ketika Nayra pulang ke rumah.
Nayra sedang mengecek akun media sosial milik Dhanu ketika sang ibu menghampiri untuk membicarakan sesuatu. Mimik wajah sang ibu tampak tenang, tapi menyiratkan keseriusan.
"Boleh ibu berbicara sesuatu, Nay?" Sang ibu duduk di tepi ranjang milik Nayra.
Lebih dulu meletakkan smartphone, setelahnya Nayra pun merespon. Nayra mengangguk, lantas memfokuskan perhatian pada sang ibu yang masih menampilkan mimik keseriusan.
"Begini, Nay. Usiamu sudah matang untuk berkeluarga. Jadi, ibu sama ayahmu berniat menjodohkanmu dengan si Dika, anaknya Ning Rum."
Deg!
Seketika
Keterkejutan Dhanu, juga Ron yang lesu. Mimik kedua lelaki itu mengubah atmosfir ruangan tempat kerja Dhanu. Di jeda sikap terkejut dan lesu yang ditunjukkan, heningnya sekitar mendadak begitu peka dirasakan. Hawa AC yang begitu dingin, detak jarum jam yang tak biasa-biasanya terdengar nyaring, sampai langkah kaki samar di luar ruangan pun tertangkap pendengaran. Hingga kemudian, suara ketukan pintu membuyarkan jeda antara Dhanu dan Ron yang masih terdiam.Tok-tok-tok!Dhanu dan Ron kompak menoleh ke arah pintu kaca. Didapatinya Pak Bos Besar sedang berdiri di sana, tersenyum sembari memasang mimik bahagia.Sebelum mempersilakan, Dhanu melihat ke arah Ron. Tampak jelas sekretaris sekaligus sahabatnya itu membalas tatapan, kemudian kembali tertunduk lesu. Dhanu bisa menebak bahwa Ron sedang terjebak dalam ingatan masa lalunya bersama Soraya. Paham dengan keadaan yang ada, Dhanu pun memutuskan untuk menemui Pak Bos Besar di luar ruangan saja."Maaf, Pak
Sebuah restoran bergaya kekinian, dengan lampu kerlap-kerlip dan booth swafoto menjadi pilihan tempat pertemuan. Seperti permintaan Pak Bos Besar sore tadi, Dhanu datang tepat waktu dengan berpenampilan casual. Jam yang melingkar di tangan menambah kesan tampan. Rambut rapi, kumis tipis di wajah, dan air muka ramah, semua itu memberi predikat wah di mata yang melihat sosoknya. Tak heran jika beberapa perempuan pengunjung restoran sempat curi-curi pandang.“Nayra!” seru seorang pengunjung.Mendengar nama yang tidak asing itu membuat Dhanu sontak menoleh ke sumber suara. Berharap sosok yang dicinta benar-benar ada di sana. Nyatanya, harapan Dhanu belum bersambut nyata. Nayra yang dilihatnya bukanlah Nayra sang pujaan hatinya. Itu adalah Nayra yang lain, yang kebetulan sama dalam hal nama.“Dhanu, sepertinya nama Nayra telah menjadi candu untukmu,” ujar Dhanu sembari tersenyum teringat sosok Nayra.Perhatian Dhanu teralihk
"Hanya aku yang benar-benar tahu, perihal rasa yang bergejolak dalam kalbu. Karena ini adalah rasaku. Anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku. Mas Dhanu ... aku yakin bahagiaku bersamamu."Usai semalaman yang menguras emosi, pagi pun menjelang membawa keyakinan hati. Rasa tidak tenang itu telah berubah menjadi setitik keyakinan. Nayra begitu yakin, Dhanu adalah masa depan.Semesta tampak memberi dukungan dengan suguhan langit yang terang tanpa awan hujan. Dedaunan pun tampak hijau dibasahi oleh embun yang segar, sungguh menyejukkan pandangan. Turut hadir menyemangati, kicau merdu Burung Kenari, kokok ayam di pagi hari, juga sepasang burung merpati penanda cinta sejati."Semoga rasamu masih sama terhadapku, Mas. Aku yakin kamu mencintaiku. Ketahuilah bahwa aku di sini juga mencintaimu."Nayra terus bermonolog sembari bersiap menuju tempatnya mengajar. Pakaian sudah rapi, begitu pula dengan tas berisi perlengkapan pribadi, juga sebotol minum
Pandangan mata Soraya tepat tertuju pada Ron. Keterkejutan tampak nyata tergambar di wajahnya. Berbeda sekali dengan mimik wajah Ron yang tampak sedikit gugup sehabis menyapa Soraya.Sepasang kekasih yang kini telah berstatus mantan itu akhirnya bertemu. Ron dan Soraya, dalam pertemuan pertama setelah sekian tahun berlalu, yang teringat dalam benak masing-masing dari mereka justru momen saat putus cinta. Usai ingatan itu muncul, Soraya langsung memalingkan muka, sedangkan Ron menundukkan wajah."Ehem!" Dhanu berdehem, membuat Soraya dan Ron seketika melihat ke arahnya."Mas Dhanu kenal sama Ron? Kenapa dia bisa ada di sini?" Soraya tidak bisa memendam rasa ingin tahunya."Ron bekerja di sini juga," ungkap Dhanu."Apa? Kenapa aku bisa tidak tahu, sih?"Soraya melirik ke arah Ron sekilas, lantas kembali membuang pandang."Sepertinya banyak sekali yang harus kalian bicarakan berdua. Jadi ... silakan! Aku kel
Sungguh tidak mudah bertahan dalam keadaan yang banyak menyuguhkan rasa tidak nyaman. Nayra seperti sendirian, tetap bertahan dalam penolakan perjodohan. Keluarga yang diharapkan Nayra akan bisa mengerti kondisi hati, nyatanya tidak ada yang mau mencoba memahami.Lelah hati, itulah yang dirasakan Nayra saat ini. Berulang kali Nayra menyuarakan isi hati, tapi yang didapat justru perintah untuk berpikir lagi. Semakin Nayra bersuara, semakin gencar sang ibu memaksanya untuk menikah dengan si Dika. Tiap kali emosi itu membuncah, Nayra memilih pergi meninggalkan perdebatan kata. Meski pilihan Nayra dan sang ibu tidak sejalan, sebisa mungkin Nayra tetap menjaga diri agar tidak melontarkan kata kasar. Menjaga lisan, itulah yang Nayra usahakan agar pedang lidahnya tidak menyakiti perasaan.Seperti pagi ini, usai Nayra mandi tadi, pertanyaan yang sama kembali dilontarkan padanya. Tentang kesediaan Nayra untuk mau dijodohkan dengan si Dika, jawaban yang disuguhkan tetap sa
-- "Hai, Nayra. Aku Dhanu. Apa kamu mengingatku?" ---- "Iya. Aku ingat, Mas. (emoticon senyum)" --Sapaan dan pertanyaan Dhanu dijawab oleh Nayra seketika itu. Tidak hanya sekedar membalas pesan. Nayra pun mengimbuhi emoticon senyum di belakang kalimat balasan, sebagai tanda bahwa Nayra begitu senang saat Dhanu menghubunginya lewat media sosial.-- "Kamu apa kabar?" ---- "Kabar baik. Mas Dhanu sendiri apa kabar?" ---- "Sama baiknya denganmu, Nay. (emoticon senyum)" --Giliran Dhanu yang menggunakan emoticon senyum di akhir kalimat balasannya. Hal itu sungguh membuat senang hati Nayra. Debaran jantung tak dapat dihindarkan. Senyum pun terus mengembang mengiringi ketikan pesan balasan.Nayra dan Dhanu terus berbalas pesan. Awalnya hanya saling bertanya kabar. Setelahnya, obrolan mereka jauh lebih mengembang. Tentang kesibukan, kegiatan kegemaran, hal-hal yang disukai, hingga kalimat basa-basi pun turut menyertai.
Melenggang anggun sembari menebar senyum, itulah yang dilakukan Soraya ketika keluar dari ruang kerja Dhanu guna menemui Ron di ruang kerjanya. Soraya terlihat ramah di mata karyawan Pak Bos Besar. Sikap Soraya yang demikian hanya tampak mata, padahal sebenarnya Soraya begitu keras kepala. Langkah kaki Soraya tinggal beberapa meter lagi menuju ruang kerja Ron, tapi tetiba saja dia berhenti. Soraya tampak berpikir lagi. Mendadak saja rasa gengsi itu kembali menjulang tinggi. Ron yang telah menjadi status mantan kekasih, bagi Soraya terlalu menguras harga diri untuk kembali didekati. Mimik wajah Soraya seketika berubah. Yang tadinya penuh semangat berapi-api, kini justru terlalu gengsi. Pandangan mata Soraya setelahnya diedarkan ke sekitar. Tampak sepi. Sama sekali tidak ada karyawan yang berlalu lalang seperti tadi. Usai memastikan tidak ada siapa pun di
Debaran merdu jantung Nayra hanya sementara kala teringat bahwa si pengirim pesan singkat bukanlah orang dekat. Si pengirim ucapan selamat malam tak lain adalah teman seangkatan yang dulunya banyak diidolakan. Dialah Bintang, teman kuliah Nayra yang sudah sekian tahun lamanya tak pernah dijumpa.Dulunya Bintang adalah idola kampus yang banyak diidolakan teman-teman Nayra, adik angkatan, bahkan mahasiswi-mahasiswi di lain jurusan. Paras tampan dan pesona yang memikat pandangan menjadi alasan utama si Bintang mendapat banyak penggemar.Dulunya pun Nayra sempat mengidolakan, tapi hanya sebatas karena kepintaran si Bintang. Itulah yang menjadi alasan kenapa Nayra sempat berdebar saat membalas pesan singkat ucapan selamat malam dari Bintang.“Tumben banget si Bintang kirim pesan?” Nayra bertanya-tanya usai membalas ucapan selamat malam yang sama.Pesan singkat berlanjut. Nayra dan Bintang pada akhirnya saling berbalas pesan. Mulai dari bertanya kab
Tidak butuh waktu lama hingga kabar itu sampai di telinga Nayra. Rasa tidak percaya sempat melanda. Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri menjadi satu-satunya tanda yang meyakinkan Nayra bahwa sosok dalam peti adalah suaminya. “Jam tangan ini adalah hadiah yang kuberikan pada Mas Dhanu di hari bahagia kami. Mas … Dhanu ….” Air mata Nayra tumpah beriringan dengan sesak yang melanda dada. Semua kerabat sudah mengikhlaskan. Termasuk Nayra, dia pun mencoba ikhlash dengan takdir yang digariskan padanya. Meski sudah berminggu-minggu berlalu usai kejadian itu, kesedihan masih saja melanda dada. “Nayra, makanlah ini!” Itu suara lembut Soraya. Sejak menjadi istri Ron, Soraya sudah banyak berubah. Menjadi sosok yang lebih baik dan begitu ramah pada Nayra. Apalagi sejak Nayra kehilangan Dhanu, Soraya lebih sering mengunjungi Nayra. “Terima kasih, Sora. Apa Ron juga datang?” “Tuh! Baru aja selesai ngajak ngobrol si Bagas.”
Pulang kerja lebih awal membuat Nayra girang. Waktu bersama sang suami tentu saja lebih banyak dimanfaatkan. Hanya saja, Nayra terganggu dengan sikap Dhanu yang terkadang berubah sebal saat Nayra membahas tentang pekerjaan.“Kata orang, berbagi beban itu menguntungkan. Meski orang yang kita bagi itu tidak sepenuhnya paham, tapi cukup didengarkan saja membuat beban itu berkurang. Maukah Mas Dhanu berbagi cerita denganku?” tanya Nayra usai beberapa saat menimbang.Penuturan sang istri membuat Dhanu mengubah ego diri. Dhanu memutuskan untuk berterus terang. Tentang pekerjaan, Erika, dan rasa sebal yang masih saja tertanam meski Dhanu sudah memutuskan untuk mengabaikan Erika.“Seperti yang sudah pernah kubilang, Mas. Aku percaya pada Mas Dhanu. Aku tidak masalah jika Mas Dhanu harus berelasi dengan mantan kekasih Mas Dhanu di masa lalu itu. Jadi, Mas Dhanu yang tenang ya saat bekerja. Buang saja rasa sebalnya.”“Aku rasa, tidak a
Klontang! Beberapa peralatan dapur terjatuh. Lengan Nayra tak sengaja menyenggolnya. Dengan tergopoh Nayra mengambilnya, sambil melihat ke arah Dhanu yang tampak tenang-tenang saja. Ada perasaan tak biasa yang mulai dirasakan Nayra. Sikap Dhanulah penyebabnya. Biasanya Dhanu akan bersikap begitu peduli padanya. Akan tetapi, kali ini justru berbeda. Meskipun Dhanu ada di dekat Nayra, tapi Dhanu sama sekali tidak membantu Nayra. Sedari duduk di kursi meja makan, fokus Dhanu tertuju pada layar ponsel. Raut wajahnya tidak berhias senyuman. Sempat Nayra bertanya, tapi Dhanu menjawab seadanya. Lantaran tidak nyaman, Nayra mendekati Dhanu dan mempertanyakan. “Mas, apa aku melakukan sesuatu yang salah?” tanya Nayra dengan hati-hati. Dhanu yang semula fokus ke layar ponsel, langsung mendongak usai mendengar pertanyaan itu. Dengan cepat Dhanu menggelengkan kepala, kemudian memberikan senyuman termanisnya untuk sang istri tercinta. “Maafkan aku,
Tamu kecil yang berdiri di depan pintu sama sekali tidak Nayra kenal. Nayra sempat tengok kiri kanan, siapa tahu ada orang lain yang mengantar. Namun, tidak ada tanda orang lain di sekitaran. Si tamu yang tak lain adalah bocah laki-laki itu datang sendirian.“Tadi … kamu memanggilku apa?” tanya Nayra sambil memposisikan tubuhnya hingga sejajar dengan tinggi si bocah.“Hehe. Iya, maaf. Kak Nayra.”Dengan lugunya bocah laki-laki itu tersenyum sambil menyodorkan wadah makanan berwarna biru dominan. Sambil tersenyum, Nayra menerima wadah makanan tersebut, dan tak lupa mengusap kepala si bocah dengan ramah.“Anak ganteng, siapa namamu?”“Bagas.”“Hai, Bagas. Berapa usiamu?”Si bocah lekaki bernama Bagas itu tidak menjawab, melainkan berhitung dari satu sampai tujuh sambil membuka satu per satu jemari tangannya. Selesai berhitung di angka tujuh, Bagas menyebutkan usianya den
Jalan tak melulu lurus. Ada kalanya belokan dan jalan bercabang tersuguh mengiringi perjalanan. Sesekali kerikil memberi kesan kasar. Bahkan, bebatuan besar nan tajam juga turut membayang di tepian.Ini bukan tentang kiasan hidup, melainkan perjalanan nyata yang ditempuh oleh Dhanu dan sahabat baiknya, Ron. Mereka berdua baru saja melewati jalan yang kurang nyaman untuk dilewati. Banyak belokan, jalan bercabang, kerikil, bahkan bebatuan besar di tepian cukup sering mereka jumpai.Ada perasaan gusar bercampur protes yang mengiringi perjalanan. Dhanu dan Ron bergantian saling menyalahkan atas kondisi yang saat ini harus bisa segera diselesaikan.“Belok kanan, Dhan! Aku yakin itu jalan yang benar!” seru Ron dari boncengan motor.“Kau yakin kali ini, Ron? Jika tidak, kita akan tersesat semakin jauh!”“Yakin sekali. Pasti ada warga di ujung jalan sana. Satu petunjuk saja, kita bisa pulang dengan segera.” Ron menggebu-
Rumah minimalis dua lantai, dengan garasi mobil dan teras depan yang tidak terlalu lebar. Di sinilah Nayra dan Dhanu tinggal. Kado pernikahan dari orangtua Dhanu memang menakjubkan. Sebuah rumah yang menjadi awal kehidupan baru setelah pernikahan.Hanya saja, rumah Nayra dan Dhanu terletak cukup jauh dari rumah orantua Dhanu. Letak rumah baru itu dipilih karena orangtua Dhanu juga memikirkan pekerjaan putranya. Sehingga, Dhanu tidak perlu lagi mengontrak rumah di dekat perusahaan tempatnya bekerja.Nayra, setelah menikah dengan Dhanu dia masih belum memikirkan untuk kembali bekerja. Lagipula, Dhanu meminta Nayra untuk terus menemaninya. Paham posisi dan status sebagai istri, membuat Nayra dengan ringan hati menuruti keinginan sang suami.“Mas, ayah ibu Mas Dhanu barusan telepon.”“Ada apa katanya?”“Ada yang kirim kado pernikahan buat kita di rumah sana, Mas.”“Akan kutelpon adik-adikku dulu. Biar ka
Cafe yang terletak di depan pusat perbelanjaan besar menjadi tempat pertemuan Erika dan Soraya. Baru saja keduanya tiba dan belum memesan makanan ataupun minuman. Baru duduk, mereka berdua sudah menjadi pusat perhatian. Seperti biasa, dua wanita modis ini tampak segar dengan style berpakaian mereka. Tidak heran jika beberapa pengunjung curi-curi pandang.Tidak hanya penampilan modis Erika dan Soraya yang menjadi perhatian. Kotak kado berukuran sedang beserta buket bunga mawar segar tak luput dari perhatian. Erika yang membawanya. Sebelum memberikan pada si penerima, Erika berniat meminta pendapat Soraya.“Yakin mau ketemu Mas Dhanu sama Nayra?” tanya Soraya dengan ekspresi tegasnya.“Iya, yakin. Lagipula, kesalahpahaman waktu itu harus diluruskan. Aku tidak ingin dicap buruk oleh Dhanu gara-g
Pernikahan Nayra dan Dhanu berlangsung hari ini. Tamu undangan berdatangan menyaksikan momen istimewa yang begitu sakral. Janji suci Nayra-Dhanu telah dilaksanakan. Kini, Nayra dan Dhanu resmi menjadi pasangan halal.Dua keluarga besar turut menyaksikan. Ada pula Ron yang ikut serta hadir menyaksikan momen bahagia sahabatnya. Pak Bos Besar juga sempat hadir menyaksikan, tapi langsung bergegas pulang karena ada kepentingan. Soraya, jangan tanyakan dia. Tentu saja Soraya tidak hadir dalam momen sah Dhanu dan Nayra. Apalagi Erika, dia pun tidak hadir di sana.Ada lagi yang tidak hadir dalam momen bahagia itu, yakni Bintang. Ya, Bintang benar-benar menepati ucapannya. Dia tidak hadir di acara pernikahan Nayra. Akan tetapi, ada yang aneh. Usai momen sah Dhanu dan Nayra, sang ibu justru berulang kali menengok ke depan rumah. Katanya ada yang sedang ditunggunya.
Tawa renyah memenuhi ruang keluarga. Dua adik perempuan Dhanulah yang tertawa renyah. Mereka berdua asyik menyantap nasi goreng buatan Nayra, sambil mengusap-usap lembaran mata uang berwarna merah. Baru saja Dhanu berhasil menyogok dua adik perempuannya agar tidak mengadu pada ayah dan ibunya. Dan, usaha itu berhasil. Dhanu dapat bernafas lega tanpa ancaman aduan perihal tindakan spontan yang gagal dilakukan saat di dapur barusan. Meski aduan itu berhasil digagalkan, tapi Dhanu tidak lepas dari nasihat yang Nayra lontarkan. “Lain kali jangan gitu lagi, Mas. Nyogok itu nggak baik,” nasihat Nayra dengan suara lirih yang tentunya bisa didengar oleh Dhanu seorang. “Iya-iya. Siap. Cuma sekali ini saja kok, Nay. Hehe.” Nayra geleng-geleng kepala. Namun, Nayra berusah