Reuni tersebut merubah sudut pandang Sandra dalam sekejap, ia tahu bahwa masih ada sahabat dan teman-temannya yang mendukung dirinya.
Sandra akhirnya bangun dari keterpurukannya tersebut, wajahnya mulai terlihat rasa gembira dan sudah tiada rasa sedih yang menimpa dirinya tersebut.
Beberapa anak laki-laki yang dulu menyukai Sandra berusaha mendekatinya terutama Vincent, “Sand, kamu sudah punya cowok?” tanyanya dengan tiba-tiba.
“Ciee…ciee….” serbu anak-anak yang lainnya, “Wah, moment langka nih,” sahut Dewi tertawa.
Sandra menyenggol Dewi, “Dew, sudah deh, nggak perlu gimana-gimana amat,” jawabnya dengan menutupi kekonyolan Dewi.
“Tapi, ‘kan memang dari dulu Vincent suka sama kamu, Sand,” imbuhnya yang tak ingin kalah dari Sandra.
Sandra tersenyum kecut mendengarnya, “Sorry nih, cent, kayaknya nggak dulu deh,” jawabnya tepat sasaran.
Vincent sedikit kecewa mendengarnya, “Ya sudahlah tak masalah,” katanya dengan seloroh. “Kalau kau sudah siap, aku bisa menampung keluh kesahmu,” tuturnya.
Jawaban Vincent tersebut menimbulkan cuitan kepadanya, “Ciee…ciee yang di tolak. Huuhhh, ayolah coba lagi tahun depan,” timpal salah satu dari mereka.
Salah satu dari teman Vincent menepuk punggungnya seakan berusaha memberikan semangat. Namun tiba-tiba saja terdegar suara bunyi telepon yang terdengar
Kring, Kring…
Suara telepon membuyarkan Dewi. Sementara itu Dewi mengalihkan pandangannya dari teman-teman sekolahnya melihat ke arah teleponnya.
“Yaahh…laki gua malah nelepon,” sahutnya, “Alamak perang nih,” timpalnya. Dewi bangkit dari tempat duduknya, ia sedkit menjauh dari teman-temannya tersebut.
Nadia yang melihatnya menegurnya, “Bu, mau kemana?” tanyanya setelahnya ia melihat ke teman-temannya dan memainkan alisnya ke arah Tania, Bella dan Sandra.
Baik Tania, Bella dan Sandra tahu bahwa pastinya akan terjadi perang ketiga di antara Dewi dan suaminya. Dewi kembali dengan tampang muka lesu, “Pamit yee,” ucapnya.
Bella penasaran dengan percakapan yang terjadi antara Dewi dengan suaminya, Lucky, “Kenapa sih buru-buru?”
“Laki gua, bu,” ocehnya.
“Kenapa sama Lucky?” tanya Ferdy yang penasaran.
Dewi melihat ke arah Ferdi, “Bestfriend loe bener-bener yee, ajak perang melulu,” kesalnya. Ia mengambil tasnya dan meninggalkan mereka semua, “Pamit yaa, maaf, nggak bisa lama-lama,” tuturnya memberitahu.
Bella mencoba menggoda Dewi yang ingin tahu reaksinya, “Gini nih kalau nikah muda,” katanya yang di sambut dengan tawa gemuruh dari semua anak-anak yang tengah berkumpul.
Dewi yang mendengarnya sedikit tersinggung, “Daripada loe-loe orang yang belum nikah, gua donk sudah ngerasain ‘gituan’ sama sudah punya anak lagi,” ucapnya dengan sembari mengibaskan rambutnya sendiri.
“Tapi, emangnya enak nggak sih begituan?” tanya Vanda.
“Ya enaklah,” sahut Dewi. Dewi melihat ke arah jam tangannya, “Ya sudah, gua balik dulu deh, guys,” katanya dengan meninggalkan mereka yang pergi meninggalkan perkumpulan tersebut.
“Hati-hati, Dew,” sahut Bella.
Dewi hanya melambaikan tangannya kepada teman-temannya, sementara ia melenggang keluar dari restaurant tersebut. Di depan pintu, ia menyenggol seseorang. “Maaf,” tuturnya.
“Ya, tidak apa-apa,” sahut laki-laki berbadan bidang tersebut. Ia meninggalkan Dewi dan masuk ke dalam restaurant.
Seorang pramusaji melihat pemuda tersebut, “Kevin, ayahmu memanggil,” katanya memberitahukannya.
Laki-laki yang bernama Kevin tersebut pergi menemui ayahnya, ia mengenakan celemek dan meninggalkan lantai bawah.
Sandra yang mendengar nama Kevin, menoleh ke kanan dan kiri, “Kau…kau menyebut nama Kevin?” tanya Sandra kepada pramusaji tersebut.
Pramusaji tersebut bingung, “Anda berbicara dengan saya?” tanyanya.
“Ya, kau tadi bilang Kevin. Dimana dia?” tanya Sandra. Nafasnya berburu seakan dirinya akan menemui sang cinta pertama.
Tania bingung dengan sikap Sandra, “San, kenapa sih?” tanyanya yang penasaran. Tania memegang tangan Sandra berusaha Sandra tidak melarikan dirinya.
Sandra menepis tangan Tania, ia mengambil tasnya dan bergegas menemui Kevin. Ia menemui sang pramusaji tersebut, “Katakan dimana dia?” tanyanya kepada pramusaji tersebut.
“Anda siapanya Kevin?” tanyanya sekali lagi.
Sandra terdiam mendengar pertanyaan tersebut, ia juga tak bisa berbicara apapun, “Tapi, tadi kau bilang Kevin,” ujarnya.
“Ya, saya memang bilang Kevin tapi dia anak pemilik restaurant di sini,” tuturnya, “Dan, Anda hanya tamu,” ucapnya.
“Jadi, saya tidak boleh bertemu dengan Kevin?” tanyanya yang masih berusaha untuk bisa menemui Kevin.
Tania menghampiri Sandra, ia tidak ingin sahabatnya itu kenapa-kenapa, “Permisi, maaf ya,” sahutnya. Tania membawa kembali Sandra menemui teman-temannya.
Sandra beberapa kali mencoba untuk adu pendapat dengan pramusaji tersebut, ia tahu benar dan ia juga tidak salah mendengar.
Tania berusaha menenangkan sahabatnya tersebut, “Kau kenapa?” tanyanya yang penasaran dengan kejadian tadi.
“Aku mendengar bahwa ia menyebut nama Kevin,” ujarnya dengan kesal. “Kau tahu sudah berapa lama aku mencari Kevin?” tanya balik Sandra kepada Tania.
Tania menelan salivanya, ia memegang tangan Sandra, “Sand, lupain Kevin. Kalau memang kau berjodoh dengannya pasti ketemu,” ucapnya dengan perhatian.
“Aku tahu tapi aku juga nggak salah dengar,” keukehnya kepada Tania.
Tania menghela nafasnya, ia kenal betul Sandra. Jika Sandra sudah bilang ia tidak salah pasti ia tidak pernah akan menyerah.
Tak berapa lama, Kevin turun dan melihat ke arah mereka berdua, “Ada yang bisa saya bantu?”
Kevin mencari masker, ia mengambil masker berjenis carbon dan memasangkannya. Ia mengaitkan masker ke cuping hidungnya dan menarik masker tersebut ke arah dagu dan hidungnya.
Sandra menoleh ke arahnya, “Tidak apa-apa,” ucapnya memberitahu.
“Kalau ada yang perlu, bisa panggil saya,” tuturnya yang memberitahu kepada mereka berdua.
“Ya, terima kasih atas perhatiannya,” jawab Tania.
Kevin pergi meninggalkan Sandra dan Tania, ia benar-benar tidak mengenali Sandra sama sekali. Kevin menuju dapur restaurant dan membiarkan dirinya hanyut begitu saja dalam pekerjaannya.
Bunyi gemerincing terdengar, pintu restaurant terbuka seseorang masuk di belakang. Wanita cantik berparas menawan. Ia masuk menemui pramusaji, “Kevin dimana?” tanya wanita tersebut.
“Dia di belakang, bu,” jawabnya memberitahu.
“Oke, biarkan saya yang menemui anak saya sendiri,” tuturnya dengan perkataan yang halus.
Kevin keluar dengan membawa beberapa makanan di tangannya. Ia membawa pesanan makanan yang di pesan oleh Tania dan teman-temannya.
“Ini,” jawabnya dengan menaruh pesanan makanan tersebut. Ia meletakkan sesuai dengan pesanan yang mereka pesan.
Setelahnya ia meninggalkan tempat tersebut dan pergi ke belakang, “Mama,” sahut Kevin yang melihat mamanya itu.
Indy sang mama Kevin tersenyum melihatnya, “Kevin, ada teman mama yang mau jodohin kamu nih,” ujarnya memberitahu.
“Ma, sudah berapa kali Kevin bilang. Kevin belum mau pacaran,” sahutnya dengan sedikit kesal.
“Memangnya kamu mau sampai kapan tungguin wanita itu?” tanyanya yang sedikit emosi.
“Sampai aku bisa ketemuin Sandra!” sergahnya dengan kasar. Kevin melempar serbet yang ia bawa ke meja terdekat.
“Sandra terus pikiran kamu. Lupain dia, Kev, masih banyak wanita lain yang mau sama kamu,” ujarnya dengan sedikit menaikkan intonasi suaranya.
“Kevin tidak akan menikah sebelum aku menemui Sandra,” katanya yang keras kepala.
Sandra sedikit terkejut mendengar ucapan Ibu dan anak tersebut, feeling Sandra benar bahwa Kevin yang ia cari ada di depan matanya.
Indy mengejar anaknya yang naik ke lantai atas, “Memangnya kamu sendiri saja tahu apa tidak kalau dia masih hidup?” tanyanya dengan marah.
“Bukan urusan mama, itu urusan aku.” Kevin berpura-pura untuk bekerja namun pikirannya tidak ada di tempat kerjanya tersebut.
Indy hanya bisa memegang kepalanya, ia bingung dengan anaknya sendiri yang menolak perjodohan tersebut. Ia tahu bahwa kesannya ia sendiri yang mengatur rencana perjodohan tersebut.
Sandra yang ingin menikmati makanannya malah menangis tiba-tiba, ia meninggalkan makanannya dan menuju kamar mandi. Tania pamit untuk menemui Sandra di kamar mandi.
Bunyi air di wastafel terdengar Tania masuk, “Hei, itu Kevin yang kau cari?” tanyanya yang penasaran.
“Pastinya,” ucapnya memberitahu kepada Tania.
Tania mengigit bibir bawahnya, ia merengkuh tubuh Sandra yang merusaha menahan tangis. Sekali lagi pintu terbuka, Bella dan Vanda masuk, “Sandra, jadi dia yang kamu cari?” tanyanya yang penasaran.
Sandra melihat teman-temannya dan ia menganggukan kepalanya. Mereka semua juga ikut bingung bagaimana menjelaskan kondisi ini kepada teman laki-laki mereka semuanya.
Vanda memeluk temannya tersebut, “Sand, kamu kenapa nggak bicara sama kita orang, kalau tahu gitu kita pasti bakalan bantu cari cara,” katanya dengan mengelus punggung Sandra.
Tania dan Bella ikut menenangkan kondisi yang sudah sedikit runyam tersebut, mereka akhirnya percaya bahwa Kevin yang mereka cari ada di depan mata mereka semuanya.
Mereka akhirnya kembali ke meja. Mereka meminta untuk tidak membicarakan hal itu terlebih dahulu kepada anak laki-laki.
Namun ternyata Rio yang sudah membaca situasi tersebut melakukan tindakan aneh bersama dengan Vincent, “Cent, loe masih kenal dengan Kevin?” tanyanya yang memulai kebanyolannya.
“Kevin siapa?” tanyanya balik. Ia sembari mengernyitkan alisnya dan menyuapi mulutnya dengan potongan daging besar.
“Itu loh Kevin yang pernah dulu ikut olah raga bareng di lapangan,” sahutnya memberitahu kepada Vincent.
Vincent berusaha untuk mengingatnya, “Kayaknya gua tahu,” celetuknya. Tania yang melihat kekonyolan dua orang itu memelototi mereka berdua.
“Kevin yang ini bukan sih?” tanyanya sekali lagi.
“Kurang tahu. Soalnya dia pernah bilang, kalau dulu papanya itu yang mengelola sebuah restaurant,” sahutnya yang membuka percakapan tentang masa lalu Kevin.
“Setahu gua dulu dia sekolah di SMA Junior Simpson,” katanya.
Sandra ingat bahwa dulu Kevin memang memberitahunya bahwa ia bersekolah di Junior Simpson, “Loh kok tahu,” ucap Sandra yang mulai ingat nama sekolahnya Kevin.
“Loe kenal Kevin juga?” tanya Vincent.
“Gua ketemu dia waktu les bahasa inggris di English First,” ucapnya memberitahu masa lalunya itu.
“Gile…jadi sudah selama itu loe menjomblo demi si Kevin?” tanya Rio yang penasaran dengan kisah cintanya Sandra.
Wajah Sandra sedikit memerah namun di dalam hatinya senang bahwa akhirnya ia bisa menemukan Kevin dengan bantuan teman-temannya itu. Tania juga akhirnya paham maksud dari kekonyolan Rio dan Vincent.
“Ya gitu deh,” jawabnya dengan malu-malu.
“Ya sudah mending sekarang kita sudahin dulu nanti oomnya Sandra ngoceh kalau dia belum pulang,” kata Tania yang memberitahu.
Diam-diam Tania menuliskan nomor handphonenya di sebuah tissue, berharap yang menemukannya adalah si Kevin.
Pembicaraan ketiga anak itu terdengar hingga ke telinga Kevin dan Indy. Indy sedikit ketakutan bahwa wanita yang ia sebutkan masih hidup dan ada di depan mata mereka berdua.
“Nia, gua duluan ya,” ujar Sandra. Ia sengaja tidak ingin menghabiskan waktunya dengan Tania, suasana hatinya sedang tidak enak.“Gara-gara tadi yaa,” katanya yang berusaha memahami perasaan Sandra.“Ya,” jawabnya dengan singkat. “Aku harap dia benar-benar Kevin yang aku cari,” katanya dengan memaksakan senyumnya itu.Tania sedikit mengerti akan perasaan sahabatnya itu, ia juga tidak ingin melibatkan perasaan sahabatnya tersebut dengan kejadian tadi. “Padahal gua lagi kepengen sama loe, Sand,” ejeknya.“Lain kali deh,” sahutnya dengan acuh. Sandra menghambil handphonenya dan memesan kendaraan by aplikasi. Ia menekan alamat yang ia tuju.“Loe pulang naik apa? Sudah ada kerjaan belum?” cerocosnya dengan mengingatkan kepada Sandra.“Gua urus belakangan deh,” sahutnya dengan bete.Tania yang mendengarnya sedikit tahu, ia juga tidak ingin
Sandra akhirnya hanya bisa pasrah mendengar perkataan sahabatnya tersebut, ia sudah tidak paham lagi dengan kondisi sekarang, “Aku tak tahu lagi apa yang harus aku katakan dengannya,” katanya yang menyeruput habis minumannya.Tania juga bertingkah sama ia menyeruput habis minuman yang ada di depan wajahnya tersebut, bahkan ia juga sudah mulai enggan untuk membicarakan Kevin, “Maaf, aku tak tahu bahwa akan terjadi seperti saat ini,” katanya kepada sahabatnya tersebut.Wajah Sandra terlihat sangat meringis ketakutan ketika akhirnya sang cinta pertama menghubunginya, “Aku tak tahu lah, mengapa dia harus muncul sekarang. Hatiku belum siap,” ungkapnya yang memberitahu kepada Tania.“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” Tanya Tania.Sandra terdiam, ia juga bingung dengan kondisinya sekarang ini Kevin yang sudah lama menghilang tiba-tiba sekarang muncul lagi. Bahkan bisa saja ia menghubungi Sandra setiap saat, &l
Kevin yang pasrah juga tidak tahu dimana keberadaan Sandra. Di otaknya hanya terbersit satu orang yang sudah lama mengenal Sandra, Tania. Dia dengan segera menghubungi Tania, ia meneleponnya.Tania yang baru pulang dari kantornya, melihat handphonenya. Ia ragu untuk mengangkatnya namun akhirnya, ia mau tidak mau harus mengangkatnya, “Halo,” sapanya.“Tania,” sapanya Kevin dengan lega.Tania yang mendengarnya juga kaget dengan nada suara Kevin yang seakan sedang panic, “Kenapa kau menghubungiku?” tanyanya.“Sandra menghilang,” ucapnya.Tania seakan sudah tahu bahwa ia akan menjadi seperti itu lagi, “Temui dia di tepi pantai, dia pasti ke sana,” timpalnya.“Bagaimana mungkin dia ke sana dengan berjalan kaki?” tanyanya yang tidak percaya.“Dia akan melakukan hal itu jika sudah mengusik hatinya. Kau baru bertemu dengannya dan membuatnya seperti itu? Bagaimana ak
Malam itu Kevin tidak bisa tidur sama sekali, ia memikirkan apa yang akan di katakan oleh paman Sandra, ia ingin tahu lebih jauh apa yang terjadi dengan Sandra, Kevin sendiri merasa bahwa semua yang akan dia lakukan hanya akan sia-sia saja.Dengan niat baik, ia akhirnya berusaha untuk menghubungi Tania. Kevin mengambil handphone, dengan segera dia menghubungi Tania untuk mengetahuinya. “Halo,” sapanya.Tania sudah bosan berurusan dengan Kevin. “Apa lagi?” terkanya.“Beritahu aku sedikit informasi tentang apa yang terjadi dengan Sandra,” katanya yang seraya mengorek masa lalu Sandra.“Aku tidak tahu banyak, tapi hanya itu saja yang aku tahu,” akuinya.Kevin menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang empuk, saking kesalnya dengan kejadian yang menimpa Sandra malam itu membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi. “Kau benar-benar tidak tahu?” tanya yang mencari tahu.Tania mengernyitkan dah
Kevin terbangun pada jam 05.30 kepalanya masih pusing, ia merasakan bahwa ia akan buang air kecil. Lia juga sama ia keluar dari kamarnya sembari mengucek matanya sendiri. “Kakak, aku duluan, aku sakit perut,” selanya.“Aahh kau ini,” katanya yang berusaha untuk mengalah. Perlahan Kevin turun dari lantai dua, ia menuju kamar mandi bawah. Sementara Indy melihat anak laki-lakinya tersebut, ia masih melanjutkan untuk membuat sarapan.Tepat pukul 07:00 Indy mulai memanggil Kevin dan Natalia untuk menyarap. Kevin yang sudah siap sedia turun ke meja makan. “Apa ini?” tanyanya.“Makan saja,” balasnya.Kevin berusaha menebak makanan apa yang hendak di sajikan Ibunya, melihat dari beberapa lapis Kevin menebak bahwa ibunya sedang berusaha membuat roti lapis. “Mudah-mudahan saja enak,” sindirnya.Mendengar sindiran Kevin, ekor matanya melirik ke arah putra kesayangannya tersebut. Natalia turun d
Bunyi lonceng restaurant berbunyi salah satu staffnya bingung, ia masuk ke dalam tempat kerjanya itu. “Permisi, Pak, maaf terlambat,” sapanya yang kebingungan bahwa toko sudah di buka.Kevin yang kala itu ada di dalam dapur tak tahu bahwa salah satu staffnya sudah hadir, keluar dengan membuat nasi goring kesukaannya. Kevin terkejut ketika melihat staffnya sudah datang. "Kau kapan datang?” tanyanya.“Belum lama, pak. Maaf jika saya terlambat,” katanya yang masih kebingungan.Kevin yang duduk sembari makan nasi gorengnya. “Bukan salahmu, aku habis mengantar Lia,” ujarnya yang memberitahu kepada karyawannya tersebut. “Jadi, otomatis aku langsung buka. Bukan salahmu, kau mungkin tidak tahu tapi tak masalah,” ujarnya yang memberitahu.“Aah begitu, Pak,” katanya dengan perasaan lega. “Saya pikir, saya yang kesiangan,” tawanya.“Bukan masalah,” katanya yang menelan s
Jam terus bergulir Kevin kembali melakukan pekerjaannya sebagai koki, ia juga menyapa dan menegur staff yang dia berikan penjelasan. Tiba akhirnya pukul 18.00 seperti biasa Kevin memerintahkan anak buahnya untuk seperti biasa melayani pelanggan. Sementara Kevin bersiap-siap untuk pergi meninggalkan restaurant tersebut. “Kalau ada apa-apa kalian bisa panggil aku,” seru Kevin kepada salah satu anak buahnya itu. “Baik, Pak,” jawab staff Kevin. Suara pintu terbuka Kevin keluar dari restaurant miliknya sendiri, ia menstarter motor kesayangannya tersebut. Dia pergi meninggalkan restaurant tersebut menuju tempat pertemuan yang telah di tentukan. Anita yang baru saja pulang melihat banyak sekali makanan di atas mejanya. “Kau membeli ini semuanya?” tanyanya yang berusaha mencari tahu. “Ya, kenapa memangnya?” telisiknya, “Tak perlu memasak, tadi siang aku bertemu dengan teman-temanku lalu aku membelinya karena enak,” ucapnya yang memberitahu.
Kevin akhirnya sadar bahwa bukan saja psikis dan psikologi Sandra yang terluka namun dia juga sudah hampir kehilangan kepercayaan dirinya sendiri. Kevin akhirnya bertekat untuk mencoba masuk ke dalam kehidupan Sandra.Malam itu setidaknya membuat Kevin mengetahui satu hal bahwa Sandra di butuh untuk di sayangi bukan untuk membencinya. Kevin keluar dari cafe tersebut, ia menstarter motornya dan mengendarari di jalanan malam yang sudah hampir lenggang.Sesampainya di rumah Kevin buru-buru masuk ke dalam kamarnya, ia membersihkan tubuhnya yang bidang dan merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk, ia mengambil handphonenya dan memilih untuk berbincang dengan Tania.Kevin mengirim pesan singkat kepada Tania. [Aku sudah tahu mengapa Sandra menjadi seperti itu. Kau punya saran, aku haru berbuat apa?]Kevin menunggu Tania untuk membalasnya dengan segera mungkin, ia berharap bahwa nantinya Sandra bisa menerimanya kembali. Kevin sudah lelah dengan aktivitasnya hari ini, ia berharap bahwa set
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya