Sandra, jika kau sudah bangun, cepatlah untuk menemui reuni SMA Saint Pitersburgh. Sebuah note di tulis oleh Bibi Anita dan di taruh di kulkas sementara Sandra berusaha untuk menghindari reuni tersebut.
Sandra akhirnya masuk ke dalam kamarnya, ia mengambil handphone dan melihat jamnya, “Pukul 11:00,” ucapnya kepada diri sendiri.
Kring…sebuah telepon masuk ke handphonenya, Sandra mengangkatnya, “Halo,” ucapnya.
“Kau ikut reuni?” tanya Tania.
“Tidak mau.” Sandra mematikan handphone dan membiarkan tubuhnya berada di atas kasur yang aman.
Sekali lagi handphonenya berbunyi, Tania masih mencoba mengajak sahabatnya itu. Sekali lagi Sandra mematikan handphonenya dan berusaha untuk tidak menghadiri pertemuan tersebut.
Heru sang paman, mendengar dari arah kamar bunyi telepon yang tidak di angkat oleh keponakannya tersebut. Ia keluar dengan berkacak pinggang dan membuka pintu kamar putrinya.
Brak….
“Angkat teleponmu! Berisik sekali! Paman, mau kerja saja juga tidak bisa,” ocehnya.
Sandra melihat ke arah pamannya sendiri, “Paman, bagaimana ini?”
“Bagaimana apanya?” tanyanya dengan kesal.
“Aku tidak ingin ke reuni!” teriaknya dengan mengacak rambutnya sendiri.
“Kalau kau tidak mau ke reuni, kapan kau akan menikah?” tanyanya dengan sekali lagi.
Sandra kesal dengan perkataan perkataannya itu, ia ingin mencibir pamannya sendiri, “Bukan itu masalahnya, paman,” katanya dengan memperbaiki posisi duduknya.
Ia melihat ke arah pamannya dengan harapan supaya pamannya bisa membantu keluar dari reuni tersebut, “Memangnya kenapa lagi?” tanyanya yang masih dengan berkacak pinggang.
“Aku menyukai seseorang tapi bukan dari sekolah sendiri,” sahutnya yang memberitahu kepada pamannya.
Heru terdiam mendengar perkataan keponakannya itu, “Kau tidak demam ‘kan?” tanyanya dengan mendekat ke arah Sandra dan memegang jidatnya.
Sandra menepis tangan pamannya tersebut, “Aku masih waras,” sahutnya dengan jengkel.
“Pergi saja ke reuni, apa salahnya, toh siapa tahu salah satu dari mereka menyukaimu,” ledeknya sekali lagi.
Sandra yang mendengarnya seakan tak percaya, ia menangkap signal aneh dari pamannya sendiri, “Paman, tidak ingin aku ada di sini?” tanyanya yang berusaha mencari tahu.
Heru terkejut mendengarnya, “Bukan begitu,” katanya yang berusaha menjelaskan kepada keponakannya.
“Maksud paman adalah bukan paman tidak mengizinkan, sudah tugas paman dan bibimu untuk menjagamu setelah kau sudah tidak memiliki orang tua,” jelasnya kepada Sandra.
“Lalu, kenapa jika aku tidak boleh berada di sini?” tanyanya dengan berusaha sabar dengan pamannya sendiri.
“Sudah jangan kau bahas. Paman, hanya ingin supaya kau juga bisa menemukan pasanganmu,” ucapnya supaya Sandra tidak merasa bersalah dengan perkataannya barusan.
“Entahlah.” Sandra menjawab dengan pendek, ia tahu dan ingat akan kejadian yang menimpa kepada kedua mama kandungnya sendiri beberapa tahun yang silam.
Musim Panas Tahun 2003
Sandra dan kedua orang tuanya, Thoni dan Indra, hendak melakukan perjalanan panjang untuk berliburan. Selama di perjalanan mereka bersenda gurau.
“Mama, nanti di sana beliin aku mainan yaa,” sahut Sandra yang kala itu masih duduk di kelas lima SD.
“Hahahaha…pasti sayang. Mama, bakalan beliin apa saja buat kamu,” ucapnya dengan membelai sayang kepada putrinya tersebut.
“Asyik,” katanya dengan gembira.
Sedangkan ayahnya Thoni berusaha untuk tetap awas dalam menyetir. Mereka bahkan beberapa kali berhenti untuk beristirahat. Hingga akhirnya mereka sampai di lokasi tersebut.
Sandra yang saking asyiknya turun dari mobil dan berlarian ke sana kemari, bahkan sampai-sampai ia tidak mendengar perkataan ayah dan ibunya sendiri.
Indra berlari menghampiri putrinya, “Sayang, ayo, makan dulu,” ucapnya dengan memberitahu kepada Sandra kecil.
“Tapi, Sandra, masih mau main, ma,” sahutnya dengan jengkel.
Thony yang melihat kelakuan Sandra menghampirinya, ia menyenggol putrinya tersebut, “Kalau mau makan nanti papa beliin kamu es krim,” timpalnya.
Sandra yang senang akan di belikan es krim, akhirnya menyetujui untuk makan siang, “Ayo, ma, aku mau makan,” jawabnya kepada mamanya.
Baik Sandra, Thony dan Indra kembali ke rumah makan, mereka bertiga makan dengan senangnya. Sekembalinya mereka menuju hotel di salah satu tempat yang sudah mereka pesan.
Di hotel tersebut Sandra yang senang jalan-jalan akhirnya lupa waktu bermain hingga Indra harus mencari anak tersebut.
Indra menemukan Sandra yang bermain di pantai, “Sandra, kamu jangan buat mama khawatir donk,” sahutnya ketika menemukan putri semata wayangnya itu.
Sandra berlari ke arah mamanya, “Mama, ayo, main,” ajaknya yang ikut bermain pasir.
“Ini sudah petang, ayo, balik ke hotel,” katanya yang mengelus rambut hitam Sandra.
“Sandra masih mau main. Ayolah, ma,” rajuknya meminta supaya di berikan waktu ekstra lagi.
“Ya sudah, asal jangan lama-lama. Mama tunggu di sini ya,” tuturnya. Ia sekali lagi membelai putri kecilnya tersebut.
Jam berlalu tepat pukul 18:30 Indra menemui kembali Sandra, saking kesalnya mau tidak mau Indra harus menyeret putrinya tersebut. Walaupun Sandra merengek terus menerus.
Thoni yang melihatnya akhirnya membantu Indra supaya tidak emosi terhadap putri semata wayangnya tersebut, “Thony, bantulah, aku capek harus ingatkan dia,” gusarnya kepada Thony.
“Kamu jangan bikin mama marah donk,” tegurnya kepada putrinya tersebut.
“Tapi, Sandra, masih mau main, pa,” kilahnya kepada kedua orang tuanya tersebut.
“Boleh main asal ingat waktu, sayang,” potong Indra. Indra menghela nafas melihat putri semata wayangnya tersebut, “Mama, minta maaf, kalau mama marah sama kamu,” akunya kepada anaknya sendiri.
Sandra merasa bersalah karena telah membuat mamanya kesal, “Ma, maafin Sandra ya,” lanjutnya kepada mamanya.
Indra yang penuh dengan kasih membelai putrinya, “Kalau nanti mama nggak ada, kamu sendirian mau,” ucapnya dengan halus.
“Mama, jangan ngomong gitu. Sandra nggak mau hidup sendiri kalau nggak ada mama,” ujarnya.
“Makanya kalau mama kasih tahu dengerin, sayang,” katanya dengan mengecup kening putrinya.
“Iya, iya,” katanya dengan kesal.
Hari itu adalah hari terakhir Sandra bisa melihat mamanya sendiri. Setelah pulang dari liburan satu minggu setelah omongan tersebut. Indra menghembuskan nafas terakhirnya.
Dokter memberitahu kepada Thony bahwa Indra mengidap Cancer. Diam-diam liburan tersebut menjadi liburan termanis yang pernah Thony rasakan.
Thony menyembunyikan penyakit Indra dari Sandra supaya Sandra tidak memikirkannya. Ia tahu bahwa waktu Indra sudah tidak banyak lagi.
Dengan segala hormat, Thony melepas kepergian Indra. Ia berharap Indra bisa tenang di alam baka.
Musim Panas Tahun 2021
“Aku ingat kejadian itu, paman,” imbuhnya. Sandra mengambil bantal dan menutup wajahnya dengan bantal tersebut.
“Kau ingatkan sekarang, bagaimana perasaan mamamu waktu itu? Paman mengajukan diri kepada mamamu supaya kau bisa tinggal denganku jika ayahmu sudah tiada. Dan, benar saja,” kesalnya.
“Ya aku ingat,” sahutnya dengan suara yang teredam bantal.
“Jangan nakal jadi anak,” ledeknya. “Paman, mau bekerja lagi, angkat saja teleponmu,” imbuhnya.
“Iya, paman,” jawabnya.
Heru keluar dari kamar gadis tersebut dan kembali ke ruang kerjanya. Selama pandemic covid-19 ia menjadi dekat dengan keponakannya, ia tahu bahwa kenakalan keponakannya tersebut akibat kekurangan kasih sayang dari Ibunya.
Heru yang awalnya seorang pekerja staff di salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta terpaksa harus bekerja dari rumah semenjak kenaikan Covid-19.
Tak berapa lama, ia mendengar suara dari arah kamar mandi, “Sandra, kau mandi?” tanyanya.
“Iya, aku sedang mandi,” ucapnya.
Heru kembali ke hadapan laptopnya dan melakukan pekerjaannya. Ia juga menunggu untuk meeting dengan media zoom.
Pintu terbuka Sandra masuk ke kamarnya dan mencari pakaiannya. Ia sedikit merias wajahnya, “Paman, aku pergi dulu,” sahutnya memberitahu.
“Kau mau kemana? Makan dulu sebelum pergi,” ajaknya yang untuk makan siang.
“Aku akan ke reuni,” imbuhnya dengan cepat, “Aku makan di sana saja,” jawabnya dengan tersenyum lebar.
Heru yang hanya mengenakan celana pendek dan kemeja membuat Sandra menahan tawanya, “Kau kenapa?” tanyanya dengan menyuapi mulutny dengan makanan.
“Tidak apa-apa, paman, aku pergi dulu ya,” jawabnya dengan lugas. Sandra keluar dari rumahnya tersebut, ia yang masih di depan pintu melepas tawannya yang ia tahan sedari tadi.
Sandra akhirnya bergegas menuju restaurant di mana mereka akan mengadakan reuni. Ia tidak lupa mengenakan masker dan bahkan menerapkan prosedur kesehatan yang terbaru, ia membawa handsanitizer dan masker pengganti.
Dengan perlahan ia melihat bus yang akan membawanya, ia mempercepat kakinya dan naik ke bus tersebut.
Selama perjalanan, ia tidak bisa mengangkat teleponnya sementara Tania membombardirnya dengan telepon yang tidak berhenti.
Ia melihat restaurant yang mereka tuju. Dengan celana demin dan kaus seadanya, ia masuk dengan tas di punggungnya, “Sandra,” sapa Dewi.
“Hi,” jawabnya. Sandra mendekat ke arah Dewi. Mereka saling mengecup pipi mereka.
“Kita pikir kau tidak akan ikut. Tapi, aku turut berduka,” sahutnya yang mengucapkan bela sungkawa.
“Ya, tak apa-apa,” jawab Sandra.
“Sandra, ayahmu meninggal karena apa?” tanya Bella.
“Jantung, Bella,” jawabnya.
Beberapa pria yang mendengarnya ikut nimbrung untuk mendengarkan para wanita yang membicarakan ayah Sandra yang baru saja meninggal, “Sandra,” sahut Dennise.
“Hi, Dennise,” sapanya dengan riang namun ia tahu bahwa ia juga sedang bersedih.
Dennise mengulurkan tangannya, “Aku turut berbela sungkawa, jangan sedih. Kau punya kami,” tuturnya.
Sandra menahan tangisnya, ia tahu pasti Tania yang merencanakan reuni tersebut, “Mana Tania?” tanyanya yang ingin segera memeluk sahabatnya itu.
“Tania belum sampai,” jawab Dewi.
“Tapi, kami kaget loh, bagaimana bisa ayahmu berpulang seperti itu?” tanyanya yang mulai mencurigai.
“Aku juga tak tahu semua terjadi begitu cepat,” katanya membenarkan perkataan teman-temannya itu.
“Memangnya kalian tahu dari siapa?” tanya Bella yang mulai penasaran.
“Kami tahu dari Rebecca,” jawab Danny.
“Oh dari Rebecca,” timpal Agnes.
“Setidaknya kau punya kami, Sand, jadi kalau kau kenapa-kenapa kami bisa membantumu,” sahut Vania.
Sandra sedikit lega setelah banyak yang mengetahui bahwa ayahnya sudah tiada tak berapa lama orang yang di tunggu datang. Tania. Sandra menghambur ke arahnya.
Tania terpengarah melihat Sandra yang memeluknya, “Sudahlah,” ucapnya dengan datar. Ia mendorong tubuh Sandra yang tengah bersedih dan melihat wajahnya.
“Kau ingin menertawakan diriku ya?” tanyanya dengan gusar.
Tania sedikit tertawa melihat sahabatnya yang mulai bertingkah seperti tersebut, “Ini baru dirimu,” sahutnya yang di sambut dengan tawa lebar menghiasi wajahnya.
Tania dan Sandra kembali menemui teman-temannya, Tania tahu bahwa Sandra membutuhkan mereka untuk membangkitkan semangatnya.
Tak ayal jika Sandra akhirnya tahu bahwa Tania lah yang membantunya untuk bangkit, ia sengaja mengadakan reuni tersebut untuk membuat Sandra bangun dari masalah yang menimpanya tersebut.
Reuni tersebut merubah sudut pandang Sandra dalam sekejap, ia tahu bahwa masih ada sahabat dan teman-temannya yang mendukung dirinya.Sandra akhirnya bangun dari keterpurukannya tersebut, wajahnya mulai terlihat rasa gembira dan sudah tiada rasa sedih yang menimpa dirinya tersebut.Beberapa anak laki-laki yang dulu menyukai Sandra berusaha mendekatinya terutama Vincent, “Sand, kamu sudah punya cowok?” tanyanya dengan tiba-tiba.“Ciee…ciee….” serbu anak-anak yang lainnya, “Wah, moment langka nih,” sahut Dewi tertawa.Sandra menyenggol Dewi, “Dew, sudah deh, nggak perlu gimana-gimana amat,” jawabnya dengan menutupi kekonyolan Dewi.“Tapi, ‘kan memang dari dulu Vincent suka sama kamu, Sand,” imbuhnya yang tak ingin kalah dari Sandra.Sandra tersenyum kecut mendengarnya, “Sorry nih, cent, kayaknya nggak dulu deh,” jawabnya tepat sasaran.Vinc
“Nia, gua duluan ya,” ujar Sandra. Ia sengaja tidak ingin menghabiskan waktunya dengan Tania, suasana hatinya sedang tidak enak.“Gara-gara tadi yaa,” katanya yang berusaha memahami perasaan Sandra.“Ya,” jawabnya dengan singkat. “Aku harap dia benar-benar Kevin yang aku cari,” katanya dengan memaksakan senyumnya itu.Tania sedikit mengerti akan perasaan sahabatnya itu, ia juga tidak ingin melibatkan perasaan sahabatnya tersebut dengan kejadian tadi. “Padahal gua lagi kepengen sama loe, Sand,” ejeknya.“Lain kali deh,” sahutnya dengan acuh. Sandra menghambil handphonenya dan memesan kendaraan by aplikasi. Ia menekan alamat yang ia tuju.“Loe pulang naik apa? Sudah ada kerjaan belum?” cerocosnya dengan mengingatkan kepada Sandra.“Gua urus belakangan deh,” sahutnya dengan bete.Tania yang mendengarnya sedikit tahu, ia juga tidak ingin
Sandra akhirnya hanya bisa pasrah mendengar perkataan sahabatnya tersebut, ia sudah tidak paham lagi dengan kondisi sekarang, “Aku tak tahu lagi apa yang harus aku katakan dengannya,” katanya yang menyeruput habis minumannya.Tania juga bertingkah sama ia menyeruput habis minuman yang ada di depan wajahnya tersebut, bahkan ia juga sudah mulai enggan untuk membicarakan Kevin, “Maaf, aku tak tahu bahwa akan terjadi seperti saat ini,” katanya kepada sahabatnya tersebut.Wajah Sandra terlihat sangat meringis ketakutan ketika akhirnya sang cinta pertama menghubunginya, “Aku tak tahu lah, mengapa dia harus muncul sekarang. Hatiku belum siap,” ungkapnya yang memberitahu kepada Tania.“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” Tanya Tania.Sandra terdiam, ia juga bingung dengan kondisinya sekarang ini Kevin yang sudah lama menghilang tiba-tiba sekarang muncul lagi. Bahkan bisa saja ia menghubungi Sandra setiap saat, &l
Kevin yang pasrah juga tidak tahu dimana keberadaan Sandra. Di otaknya hanya terbersit satu orang yang sudah lama mengenal Sandra, Tania. Dia dengan segera menghubungi Tania, ia meneleponnya.Tania yang baru pulang dari kantornya, melihat handphonenya. Ia ragu untuk mengangkatnya namun akhirnya, ia mau tidak mau harus mengangkatnya, “Halo,” sapanya.“Tania,” sapanya Kevin dengan lega.Tania yang mendengarnya juga kaget dengan nada suara Kevin yang seakan sedang panic, “Kenapa kau menghubungiku?” tanyanya.“Sandra menghilang,” ucapnya.Tania seakan sudah tahu bahwa ia akan menjadi seperti itu lagi, “Temui dia di tepi pantai, dia pasti ke sana,” timpalnya.“Bagaimana mungkin dia ke sana dengan berjalan kaki?” tanyanya yang tidak percaya.“Dia akan melakukan hal itu jika sudah mengusik hatinya. Kau baru bertemu dengannya dan membuatnya seperti itu? Bagaimana ak
Malam itu Kevin tidak bisa tidur sama sekali, ia memikirkan apa yang akan di katakan oleh paman Sandra, ia ingin tahu lebih jauh apa yang terjadi dengan Sandra, Kevin sendiri merasa bahwa semua yang akan dia lakukan hanya akan sia-sia saja.Dengan niat baik, ia akhirnya berusaha untuk menghubungi Tania. Kevin mengambil handphone, dengan segera dia menghubungi Tania untuk mengetahuinya. “Halo,” sapanya.Tania sudah bosan berurusan dengan Kevin. “Apa lagi?” terkanya.“Beritahu aku sedikit informasi tentang apa yang terjadi dengan Sandra,” katanya yang seraya mengorek masa lalu Sandra.“Aku tidak tahu banyak, tapi hanya itu saja yang aku tahu,” akuinya.Kevin menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang empuk, saking kesalnya dengan kejadian yang menimpa Sandra malam itu membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi. “Kau benar-benar tidak tahu?” tanya yang mencari tahu.Tania mengernyitkan dah
Kevin terbangun pada jam 05.30 kepalanya masih pusing, ia merasakan bahwa ia akan buang air kecil. Lia juga sama ia keluar dari kamarnya sembari mengucek matanya sendiri. “Kakak, aku duluan, aku sakit perut,” selanya.“Aahh kau ini,” katanya yang berusaha untuk mengalah. Perlahan Kevin turun dari lantai dua, ia menuju kamar mandi bawah. Sementara Indy melihat anak laki-lakinya tersebut, ia masih melanjutkan untuk membuat sarapan.Tepat pukul 07:00 Indy mulai memanggil Kevin dan Natalia untuk menyarap. Kevin yang sudah siap sedia turun ke meja makan. “Apa ini?” tanyanya.“Makan saja,” balasnya.Kevin berusaha menebak makanan apa yang hendak di sajikan Ibunya, melihat dari beberapa lapis Kevin menebak bahwa ibunya sedang berusaha membuat roti lapis. “Mudah-mudahan saja enak,” sindirnya.Mendengar sindiran Kevin, ekor matanya melirik ke arah putra kesayangannya tersebut. Natalia turun d
Bunyi lonceng restaurant berbunyi salah satu staffnya bingung, ia masuk ke dalam tempat kerjanya itu. “Permisi, Pak, maaf terlambat,” sapanya yang kebingungan bahwa toko sudah di buka.Kevin yang kala itu ada di dalam dapur tak tahu bahwa salah satu staffnya sudah hadir, keluar dengan membuat nasi goring kesukaannya. Kevin terkejut ketika melihat staffnya sudah datang. "Kau kapan datang?” tanyanya.“Belum lama, pak. Maaf jika saya terlambat,” katanya yang masih kebingungan.Kevin yang duduk sembari makan nasi gorengnya. “Bukan salahmu, aku habis mengantar Lia,” ujarnya yang memberitahu kepada karyawannya tersebut. “Jadi, otomatis aku langsung buka. Bukan salahmu, kau mungkin tidak tahu tapi tak masalah,” ujarnya yang memberitahu.“Aah begitu, Pak,” katanya dengan perasaan lega. “Saya pikir, saya yang kesiangan,” tawanya.“Bukan masalah,” katanya yang menelan s
Jam terus bergulir Kevin kembali melakukan pekerjaannya sebagai koki, ia juga menyapa dan menegur staff yang dia berikan penjelasan. Tiba akhirnya pukul 18.00 seperti biasa Kevin memerintahkan anak buahnya untuk seperti biasa melayani pelanggan. Sementara Kevin bersiap-siap untuk pergi meninggalkan restaurant tersebut. “Kalau ada apa-apa kalian bisa panggil aku,” seru Kevin kepada salah satu anak buahnya itu. “Baik, Pak,” jawab staff Kevin. Suara pintu terbuka Kevin keluar dari restaurant miliknya sendiri, ia menstarter motor kesayangannya tersebut. Dia pergi meninggalkan restaurant tersebut menuju tempat pertemuan yang telah di tentukan. Anita yang baru saja pulang melihat banyak sekali makanan di atas mejanya. “Kau membeli ini semuanya?” tanyanya yang berusaha mencari tahu. “Ya, kenapa memangnya?” telisiknya, “Tak perlu memasak, tadi siang aku bertemu dengan teman-temanku lalu aku membelinya karena enak,” ucapnya yang memberitahu.
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya