Bram dan Hendra yang saling bertemu di luar ternyata mendengar seluruh percakapan Dodi bersama dengan Indy entah kebetulan yang di sengaja atau memang dewi fortuna sedang menaungi mereka untuk membongkar setiap kejahatan Indy.Bram yang melihat Dodi tersenyum puas, ia menyakukan tangannya ke dalam setelan jasnya. “Lama tak berjumpa hehehe,” kekeh Bram.Dodi yang terkejut juga tidak menyangka bahwa ia akan bertemu kembali dengan si Bramcrates yang menyebalkan tersebut. “Kau? Sialan. Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Dodi.Bram bergumam. “Hmm, mungkin lebih tepatnya kami hanya makan malam, namun bukan sekadar makan malam biasa saja hehehe,” kekeh Bram.“Jangan bilang kalian tepat berada ---.” Dodi tidak melanjutkanpembicaraan mereka“Kalau memang iya kenapa?” tanya Bram.Hendra yang sudah tidak tahan akhirnya mulai berdeham. “Pastinya kau juga tidak akan mengenal aku, bukan?” tanya Hendra.“Aku juga memang tidak mengenal dirimu,” seloroh Dodi.“Hmm.” Hendra bergumam. “Maaf tapi kami
Dodi akhirnya harus menghadapi dua pilihan di depannya, ia juga tidak mungkin membiarkan dua orang tersebut menunggu. Tanpa di sadarinya, ia juga menggerakkan kakinya tanpa henti beberapa kali mengusapkan tangannya ke wajahnya sendiriSementara itu kedua orang itu menunggunya Dodi masih belum berani mengutarakannya. “Bagaimana?” tanya Bram pada akhirnya.Dodi menelan salivanya dengan sangat berat. “Aku akan melakukannya, tapi tidak mungkin malam ini, jika aku melakukannya malam ini. Dia pasti akan mencurigainya,” timpal Dodi.“Akan aku beritahu kapan kita bisa melakukan perencanaan tersebut supaya Indy juga tidak curiga dengan tindakan kita,” sebut Hendra.Brak!Bram kesal dengan Hendra ia sendiri juga tidak memahami maksud dari perkataan Hendra yang diluar nalarnya sendiri. “Jangan berbuat gila,” kesal Bram.“Kenapa? Kau tidak tahu Indy dia bisa melakukan segala-galanya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, Bram,” jelas Hendra.“Memangnya kau bisa membuat sang kepala ular itu kelu
Mata Hendra menatap lawannya sendiri Maudy, ia tercengang dengan berita tersebut bukan hanya tercengang ia juga tidak percaya bahwa lawannya sendiri telah maju satu langkah. “Bagaimana mungkin?”“Aku juga tidak tahu, pak. Padahal semuanya kami sudah minta tolong untuk bisa memberikan laporan tentang Dr. Frederick,” sahut Maudy.“Kami juga sudah meminta bantuan tapi bagaimana bisa?” sahut temannya. “Memulihkan lisensi tidak semudah yang di bayangkan. Bagaimana bisa Indy melakukannya?” balas temannya yang menyahut.“Usaha kita hanya akan sia-sia saja kalau begini,” kata temannya sembari berdecak dan membuang dokumen.Hendra masih melihat kepada Maudy yang juga ikut panik. Wajah cantik Maudy jelas saja juga ikut panic dengan keadaan yang terjadi saat itu juga. “Maaf, Pak, aku juga tidak tahu kenapa bisa terjadi sekarang,” terangnya.Hendra akhirnya berusaha untuk tenang ia tidak ingin gegabah, ia mengambil handphonenya dan menghubungi Kevin. “Kevin,” sapa Hendra.“Aku sudah mendengarny
Mendengar berita itu jelas saja Heru ingat, ia bukan hanya mengingat nama dokter Frederick namun wajahnya saja ia juga masih mengingat dengan sangat jelas. Heru yang mengetahuinya terkejut bukan main. “Dokter ini,” kejut Heru.Kevin yang melihat wajah Heru berubah seakan sudah bisa menebak bahwa korban yang selama ini memang benar yang dikatakan oleh Ibunya, sehingga Ibunya sendiri menentang hubungan mereka berdua. “Kenapa?”Seakan seperti di hujam oleh petir Heru tidak menyangka bahwa ia akan bertemu kembali dengan dokter yang mengoperasi Thoni. “Dokter ini yang mengoperasi jantung ayah Sandra,” ucap Heru.Kaki Kevin melangkah mundur, ia bisa merasakan amarah yang berada di dalam dada Heru. “Si…siapa namanya?” Dia sudah tidak sanggup lagi harus menutupinya, ia juga sudah terlanjur malu dengan sikap keluarga besarnya.Heru sudah mulai curiga dengan pertanyaan Kevin yang selalu ingin mengetahui ayah Sandra. “Thoni.” Mata Heru memicingkan kepada Kevin. “Siapa kau? Apa hubungannya dengan
Maudy yang shock terdiam beberapa kali ia yang di panggil juga tidak menyahut dari ujung telepon tersebut. “Maudy!” teriak seseorang di panggilan tersebut. “Apa yang terjadi?”“Pak Hendra menelepon saya, apa yang harus saya lakukan?”“Jangan bongkar terlebih dahulu, ikuti alur saya,” titahnya.“Baik, Pak,” jawab Maudy dengan tenang.“Ingat kau juga sudah berusaha hingga sejauh ini. Aku tahu kau juga menginginkan balas dendam tapi bukan sekarang waktunya, akan ada waktunya untuk dirimu. Selamatkan keluarga itu dulu,” kata seseorang dengan suara bass tersebut.“Baik, Pak,” jawab Maudy sekali lagi.“Surat penggeledahan sudah di terbitkan dan jaksa akan turun tangan. Siapkan data-data yang sudah pernah aku kirim kepadamu,” cakap orang tersebut yang memberikan perintah.“Akan saya laksanakan,” balas Maudy dengan segera.Dugaan Hendra tepat Maudy ada di belakangnya selama ini, ia yang bekerja untuk membusukkan semua orang yang pernah bekerja dengan Indy. Maudy menutup panggilan tersebut ia
Hendra yang pada malam itu akhirnya kembali ke kantornya menginap satu malam untuk memikirkan bagaimana ia bisa menerobos masuk ke dalam lokasi shooting. “Maudy, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu,”“Ada apa, Pak?”“Bagaimana jika aku membawa kembali Kevin?”Maudy berusaha untuk tidak memberikan masukan kepada Hendra. “Saran saya lebih baik, Bapak, mengamankan Kevin terlebih dahulu,” usul Maudy.“Aku sebentar lagi akan jalan, aku akan meminta kejaksaan untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh,” tegas Hendra. “Dan, aku harap kau bisa mengangkat telepon dengan lebih cepat,” lanjut Hendra yang memperingatkan.Maudy terdiam ia hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan segera tanpa menunggu lebih lama lagi. Hendra bangkit dari tempat duduknya, menunjuk kepada sekretarisnya sendiri dan keluar dari kantornya.Hendra sendiri juga berusaha untuk tidak terpengaruh dengan setiap masalah yang ada, setelah ia pusing dengan masalah Kevin hingga akhirnya ia sendiri yang harus turun tangan d
= = Sidang Disiplin = =Bram terkejut bukan main para dewan direksi meminta mereka berdua untuk menyelidiki secara menyeluruh. “Jadi, Anda semua meminta kami orang untuk menyelesaikan kasus ini?” tanya Bram dengan penuh kewaspadaan.“Benar, Pak Bram. Kami meminta anda dengan team untuk bisa mengumpulkan para saksi yang berhubungan dengan kasus yang terjadi pada tahun 2009,” ungkap wanita berambut pendek tersebut.Wajah Erick seketika berubah ia tidak tahu apa yang tengah terjadi namun ada kemungkinan situasi sidang disiplin tengah berubah dari yang suasana tegang menjadi lebih tegang dari sebelumnya.Bram mendongak memandang wajah Erick yang raut wajahnya mempertanyakan kondisi mereka saat ini. “Sabar,” ujar Bram tanpa bersuara kepada Erick. Erick paham ia hanya bisa menganggukkan kepalanya.Bram berusaha tenang dalam melakukan tindak disiplin tersebut. ia juga tidak ingin melakukan dengan gegabah yang akhirnya hanya akan membuat semuanya menjadi sia-sia. Bram mengetuk-ngetuk jari-jar
Hendra yang segera pergi menyadari bahwa Johana sudah tidak mengendalikan dirinya lagi untuk membujuk orang. Pembawaannya penuh dengan percaya diri berbeda dengan dirinya yang terlebih dahulu.Sikap kedewasaan Johana entah darimana muncul. Di benak kepada Hendra segelintir ingatan tentang hubungannya dengan Johana sudah pasti membuatnya tidak bisa berpikir jernih, jelas Hendra harus membuat hubungan kerja dengan Johana.Hendra melangkahkan kakinya keluar dari dalam kantor jaksa untuk menemui Melisa yang ia terima kabarnya berada di rumah sakit jiwa Anugerah Baitani. Hendra juga tidak mungkin menyimpan berita tersebut begitu saja, ia pasti akan memberitahu Bram.Hendra membuka mobilnya sendiri, duduk di bangku kemudi, menghubungi Bram yang masih menunggu hasil keputusan sidang disiplin Erick. Dia berusaha untuk tenang dalam mengambil sikap dari sebuah problema.Belum lama ia menerima panggilan keluar, Bram sudah mengangkatnya. “Tunggu sebentar,” sahut Bram dari ujung teleponnya.“Janga