Strategi Indy97Kehadiran Indy di rumah sakit jelas membuat Kevin dan Sandra tak bisa berkutik sama sekali. “Melihat wajah kalian pastinya membuat kalian terkejut bukan main,” ejek Indy.“Apa yang, Ibu, inginkan?” tanya Kevin kepada Ibunya sendiri.Indy tertawa mendengar perkataan putra kesayangannya tersebut. “Apa yang ingin Ibu lakukan? Sudah jelas, Kevin, akhiri hubungan kalian. Memangnya kau pikir, Ibu tidak mengawasi dirimu,” sebut IndyKevin yang mendengarnya geram bukan main tanpa sengaj ia mengepalkN kedua tangannya dengan sangat erat. “Sejak kapan?” ucap Kevin dengan marah.Mata Indy bergantian menatap kepada Kevin dan Sandra. “Ibu, tak bisa bilang kepadamu, nak.” Indy ngotot tidak ingin memberitahunya namun tiba-tiba saja ia melemparkan beberapa foto kepada Kevin dan Sandra.Jelas saja membuat muka mereka menjadi seperti udang rebus yang baru keluar dari panci. Mereka sendiri tidak menyangka bahwa perbuatan mereka berdua di mata-matai oleh Indy seorang diri.Kevin mengambilny
Bram dan Hendra yang saling bertemu di luar ternyata mendengar seluruh percakapan Dodi bersama dengan Indy entah kebetulan yang di sengaja atau memang dewi fortuna sedang menaungi mereka untuk membongkar setiap kejahatan Indy.Bram yang melihat Dodi tersenyum puas, ia menyakukan tangannya ke dalam setelan jasnya. “Lama tak berjumpa hehehe,” kekeh Bram.Dodi yang terkejut juga tidak menyangka bahwa ia akan bertemu kembali dengan si Bramcrates yang menyebalkan tersebut. “Kau? Sialan. Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Dodi.Bram bergumam. “Hmm, mungkin lebih tepatnya kami hanya makan malam, namun bukan sekadar makan malam biasa saja hehehe,” kekeh Bram.“Jangan bilang kalian tepat berada ---.” Dodi tidak melanjutkanpembicaraan mereka“Kalau memang iya kenapa?” tanya Bram.Hendra yang sudah tidak tahan akhirnya mulai berdeham. “Pastinya kau juga tidak akan mengenal aku, bukan?” tanya Hendra.“Aku juga memang tidak mengenal dirimu,” seloroh Dodi.“Hmm.” Hendra bergumam. “Maaf tapi kami
Dodi akhirnya harus menghadapi dua pilihan di depannya, ia juga tidak mungkin membiarkan dua orang tersebut menunggu. Tanpa di sadarinya, ia juga menggerakkan kakinya tanpa henti beberapa kali mengusapkan tangannya ke wajahnya sendiriSementara itu kedua orang itu menunggunya Dodi masih belum berani mengutarakannya. “Bagaimana?” tanya Bram pada akhirnya.Dodi menelan salivanya dengan sangat berat. “Aku akan melakukannya, tapi tidak mungkin malam ini, jika aku melakukannya malam ini. Dia pasti akan mencurigainya,” timpal Dodi.“Akan aku beritahu kapan kita bisa melakukan perencanaan tersebut supaya Indy juga tidak curiga dengan tindakan kita,” sebut Hendra.Brak!Bram kesal dengan Hendra ia sendiri juga tidak memahami maksud dari perkataan Hendra yang diluar nalarnya sendiri. “Jangan berbuat gila,” kesal Bram.“Kenapa? Kau tidak tahu Indy dia bisa melakukan segala-galanya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, Bram,” jelas Hendra.“Memangnya kau bisa membuat sang kepala ular itu kelu
Mata Hendra menatap lawannya sendiri Maudy, ia tercengang dengan berita tersebut bukan hanya tercengang ia juga tidak percaya bahwa lawannya sendiri telah maju satu langkah. “Bagaimana mungkin?”“Aku juga tidak tahu, pak. Padahal semuanya kami sudah minta tolong untuk bisa memberikan laporan tentang Dr. Frederick,” sahut Maudy.“Kami juga sudah meminta bantuan tapi bagaimana bisa?” sahut temannya. “Memulihkan lisensi tidak semudah yang di bayangkan. Bagaimana bisa Indy melakukannya?” balas temannya yang menyahut.“Usaha kita hanya akan sia-sia saja kalau begini,” kata temannya sembari berdecak dan membuang dokumen.Hendra masih melihat kepada Maudy yang juga ikut panik. Wajah cantik Maudy jelas saja juga ikut panic dengan keadaan yang terjadi saat itu juga. “Maaf, Pak, aku juga tidak tahu kenapa bisa terjadi sekarang,” terangnya.Hendra akhirnya berusaha untuk tenang ia tidak ingin gegabah, ia mengambil handphonenya dan menghubungi Kevin. “Kevin,” sapa Hendra.“Aku sudah mendengarny
Mendengar berita itu jelas saja Heru ingat, ia bukan hanya mengingat nama dokter Frederick namun wajahnya saja ia juga masih mengingat dengan sangat jelas. Heru yang mengetahuinya terkejut bukan main. “Dokter ini,” kejut Heru.Kevin yang melihat wajah Heru berubah seakan sudah bisa menebak bahwa korban yang selama ini memang benar yang dikatakan oleh Ibunya, sehingga Ibunya sendiri menentang hubungan mereka berdua. “Kenapa?”Seakan seperti di hujam oleh petir Heru tidak menyangka bahwa ia akan bertemu kembali dengan dokter yang mengoperasi Thoni. “Dokter ini yang mengoperasi jantung ayah Sandra,” ucap Heru.Kaki Kevin melangkah mundur, ia bisa merasakan amarah yang berada di dalam dada Heru. “Si…siapa namanya?” Dia sudah tidak sanggup lagi harus menutupinya, ia juga sudah terlanjur malu dengan sikap keluarga besarnya.Heru sudah mulai curiga dengan pertanyaan Kevin yang selalu ingin mengetahui ayah Sandra. “Thoni.” Mata Heru memicingkan kepada Kevin. “Siapa kau? Apa hubungannya dengan
Maudy yang shock terdiam beberapa kali ia yang di panggil juga tidak menyahut dari ujung telepon tersebut. “Maudy!” teriak seseorang di panggilan tersebut. “Apa yang terjadi?”“Pak Hendra menelepon saya, apa yang harus saya lakukan?”“Jangan bongkar terlebih dahulu, ikuti alur saya,” titahnya.“Baik, Pak,” jawab Maudy dengan tenang.“Ingat kau juga sudah berusaha hingga sejauh ini. Aku tahu kau juga menginginkan balas dendam tapi bukan sekarang waktunya, akan ada waktunya untuk dirimu. Selamatkan keluarga itu dulu,” kata seseorang dengan suara bass tersebut.“Baik, Pak,” jawab Maudy sekali lagi.“Surat penggeledahan sudah di terbitkan dan jaksa akan turun tangan. Siapkan data-data yang sudah pernah aku kirim kepadamu,” cakap orang tersebut yang memberikan perintah.“Akan saya laksanakan,” balas Maudy dengan segera.Dugaan Hendra tepat Maudy ada di belakangnya selama ini, ia yang bekerja untuk membusukkan semua orang yang pernah bekerja dengan Indy. Maudy menutup panggilan tersebut ia
Hendra yang pada malam itu akhirnya kembali ke kantornya menginap satu malam untuk memikirkan bagaimana ia bisa menerobos masuk ke dalam lokasi shooting. “Maudy, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu,”“Ada apa, Pak?”“Bagaimana jika aku membawa kembali Kevin?”Maudy berusaha untuk tidak memberikan masukan kepada Hendra. “Saran saya lebih baik, Bapak, mengamankan Kevin terlebih dahulu,” usul Maudy.“Aku sebentar lagi akan jalan, aku akan meminta kejaksaan untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh,” tegas Hendra. “Dan, aku harap kau bisa mengangkat telepon dengan lebih cepat,” lanjut Hendra yang memperingatkan.Maudy terdiam ia hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan segera tanpa menunggu lebih lama lagi. Hendra bangkit dari tempat duduknya, menunjuk kepada sekretarisnya sendiri dan keluar dari kantornya.Hendra sendiri juga berusaha untuk tidak terpengaruh dengan setiap masalah yang ada, setelah ia pusing dengan masalah Kevin hingga akhirnya ia sendiri yang harus turun tangan d
= = Sidang Disiplin = =Bram terkejut bukan main para dewan direksi meminta mereka berdua untuk menyelidiki secara menyeluruh. “Jadi, Anda semua meminta kami orang untuk menyelesaikan kasus ini?” tanya Bram dengan penuh kewaspadaan.“Benar, Pak Bram. Kami meminta anda dengan team untuk bisa mengumpulkan para saksi yang berhubungan dengan kasus yang terjadi pada tahun 2009,” ungkap wanita berambut pendek tersebut.Wajah Erick seketika berubah ia tidak tahu apa yang tengah terjadi namun ada kemungkinan situasi sidang disiplin tengah berubah dari yang suasana tegang menjadi lebih tegang dari sebelumnya.Bram mendongak memandang wajah Erick yang raut wajahnya mempertanyakan kondisi mereka saat ini. “Sabar,” ujar Bram tanpa bersuara kepada Erick. Erick paham ia hanya bisa menganggukkan kepalanya.Bram berusaha tenang dalam melakukan tindak disiplin tersebut. ia juga tidak ingin melakukan dengan gegabah yang akhirnya hanya akan membuat semuanya menjadi sia-sia. Bram mengetuk-ngetuk jari-jar
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya