Mendengar berita itu jelas saja Heru ingat, ia bukan hanya mengingat nama dokter Frederick namun wajahnya saja ia juga masih mengingat dengan sangat jelas. Heru yang mengetahuinya terkejut bukan main. “Dokter ini,” kejut Heru.Kevin yang melihat wajah Heru berubah seakan sudah bisa menebak bahwa korban yang selama ini memang benar yang dikatakan oleh Ibunya, sehingga Ibunya sendiri menentang hubungan mereka berdua. “Kenapa?”Seakan seperti di hujam oleh petir Heru tidak menyangka bahwa ia akan bertemu kembali dengan dokter yang mengoperasi Thoni. “Dokter ini yang mengoperasi jantung ayah Sandra,” ucap Heru.Kaki Kevin melangkah mundur, ia bisa merasakan amarah yang berada di dalam dada Heru. “Si…siapa namanya?” Dia sudah tidak sanggup lagi harus menutupinya, ia juga sudah terlanjur malu dengan sikap keluarga besarnya.Heru sudah mulai curiga dengan pertanyaan Kevin yang selalu ingin mengetahui ayah Sandra. “Thoni.” Mata Heru memicingkan kepada Kevin. “Siapa kau? Apa hubungannya dengan
Maudy yang shock terdiam beberapa kali ia yang di panggil juga tidak menyahut dari ujung telepon tersebut. “Maudy!” teriak seseorang di panggilan tersebut. “Apa yang terjadi?”“Pak Hendra menelepon saya, apa yang harus saya lakukan?”“Jangan bongkar terlebih dahulu, ikuti alur saya,” titahnya.“Baik, Pak,” jawab Maudy dengan tenang.“Ingat kau juga sudah berusaha hingga sejauh ini. Aku tahu kau juga menginginkan balas dendam tapi bukan sekarang waktunya, akan ada waktunya untuk dirimu. Selamatkan keluarga itu dulu,” kata seseorang dengan suara bass tersebut.“Baik, Pak,” jawab Maudy sekali lagi.“Surat penggeledahan sudah di terbitkan dan jaksa akan turun tangan. Siapkan data-data yang sudah pernah aku kirim kepadamu,” cakap orang tersebut yang memberikan perintah.“Akan saya laksanakan,” balas Maudy dengan segera.Dugaan Hendra tepat Maudy ada di belakangnya selama ini, ia yang bekerja untuk membusukkan semua orang yang pernah bekerja dengan Indy. Maudy menutup panggilan tersebut ia
Hendra yang pada malam itu akhirnya kembali ke kantornya menginap satu malam untuk memikirkan bagaimana ia bisa menerobos masuk ke dalam lokasi shooting. “Maudy, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu,”“Ada apa, Pak?”“Bagaimana jika aku membawa kembali Kevin?”Maudy berusaha untuk tidak memberikan masukan kepada Hendra. “Saran saya lebih baik, Bapak, mengamankan Kevin terlebih dahulu,” usul Maudy.“Aku sebentar lagi akan jalan, aku akan meminta kejaksaan untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh,” tegas Hendra. “Dan, aku harap kau bisa mengangkat telepon dengan lebih cepat,” lanjut Hendra yang memperingatkan.Maudy terdiam ia hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan segera tanpa menunggu lebih lama lagi. Hendra bangkit dari tempat duduknya, menunjuk kepada sekretarisnya sendiri dan keluar dari kantornya.Hendra sendiri juga berusaha untuk tidak terpengaruh dengan setiap masalah yang ada, setelah ia pusing dengan masalah Kevin hingga akhirnya ia sendiri yang harus turun tangan d
= = Sidang Disiplin = =Bram terkejut bukan main para dewan direksi meminta mereka berdua untuk menyelidiki secara menyeluruh. “Jadi, Anda semua meminta kami orang untuk menyelesaikan kasus ini?” tanya Bram dengan penuh kewaspadaan.“Benar, Pak Bram. Kami meminta anda dengan team untuk bisa mengumpulkan para saksi yang berhubungan dengan kasus yang terjadi pada tahun 2009,” ungkap wanita berambut pendek tersebut.Wajah Erick seketika berubah ia tidak tahu apa yang tengah terjadi namun ada kemungkinan situasi sidang disiplin tengah berubah dari yang suasana tegang menjadi lebih tegang dari sebelumnya.Bram mendongak memandang wajah Erick yang raut wajahnya mempertanyakan kondisi mereka saat ini. “Sabar,” ujar Bram tanpa bersuara kepada Erick. Erick paham ia hanya bisa menganggukkan kepalanya.Bram berusaha tenang dalam melakukan tindak disiplin tersebut. ia juga tidak ingin melakukan dengan gegabah yang akhirnya hanya akan membuat semuanya menjadi sia-sia. Bram mengetuk-ngetuk jari-jar
Hendra yang segera pergi menyadari bahwa Johana sudah tidak mengendalikan dirinya lagi untuk membujuk orang. Pembawaannya penuh dengan percaya diri berbeda dengan dirinya yang terlebih dahulu.Sikap kedewasaan Johana entah darimana muncul. Di benak kepada Hendra segelintir ingatan tentang hubungannya dengan Johana sudah pasti membuatnya tidak bisa berpikir jernih, jelas Hendra harus membuat hubungan kerja dengan Johana.Hendra melangkahkan kakinya keluar dari dalam kantor jaksa untuk menemui Melisa yang ia terima kabarnya berada di rumah sakit jiwa Anugerah Baitani. Hendra juga tidak mungkin menyimpan berita tersebut begitu saja, ia pasti akan memberitahu Bram.Hendra membuka mobilnya sendiri, duduk di bangku kemudi, menghubungi Bram yang masih menunggu hasil keputusan sidang disiplin Erick. Dia berusaha untuk tenang dalam mengambil sikap dari sebuah problema.Belum lama ia menerima panggilan keluar, Bram sudah mengangkatnya. “Tunggu sebentar,” sahut Bram dari ujung teleponnya.“Janga
Grace melepaskan tangannya dari laki-laki yang berada di depannya sendiri, ia menyeringai lebar, memamerkan gigi-gigi putihnya yang indah. “Betul! Jadilah polisi yang teladan dan lakukan tugasmu. Kalau tidak akan aku pastikan bahwa semua yang membantumu akan masuk penjara satu per satu .” Grace berbisik di telinga Bram.Bram terdiam mendengar kata-kata terakhir dari Grace tubuhnya limbung, kepalanya berdenyut kencang seakan ia baru saja mendapatkan hantaman yang tak terelakkan dari musuhnya sendiri.“Darimana kau tahu bahwa aku di bantu?” tanya Bram.Grace sendiri hanya bisa tersenyum sinis kepada Bram. “Bukan urusanmu aku tahu dari mana tapi pastikan saja jika para saksi bisa melakukan tugasnya.” Grace meninggalkan Bram yang tengah memikirkan rencana selanjutnya.Bram yang mendengarnya seakan sedang berada di ladang yang tengah penuh ranjau, ia sendiri berusaha untuk bertahan dengan segala keterbatasan yang ia punyai. Dia sendiri juga tidak ingin mengacau.Bibir Bram berkedut marah i
= = Dua Jam yang Lalu = =Hendra dengan keyakinan kuat akhirnya berusaha untuk memberitahukan kepada Kevin, ia awalnya tidak ingin memberitahu mau tidak mau memberitahukannya. Hendra mengambil teleponnya namun ternyata malah telepon dari Dodi yang ia lihat.Hendra hanya bisa bergumam kesal dengan telepon yang masuk dari Dodi. “Kenapa kau meneleponku?” tanya Hendra dengan ketus.“Kau kapan akan melakukan tindakannya, ia pasti sekarang sudah mencurigaiku,” sebut Dodi dengan kesal tanpa akhir yang pasti.Mendengar ucapan yang di beritahukan oleh Dodi membuat setidaknya Hendra teringat akan rencana yang akan di lakukan mereka suatu saat nanti. “Akan aku beritahukan dengan segera kepadamu, untuk saat ini kau bisa mengawasi wanita yang bernama Linda,” sergahnya.“Kau sudah mendapatkan data wanita itu?” tanya Dodi.“Aku sudah mendapatkannya jadi kau tenang saja. Ikuti saja kemana ia pergi dan kabari wanita tersebut secara berkala,” kata Hendra yang memberikan perintah.“Baiklah,”“Akan aku b
Hendra dan Bram yang tergesa-gesa keluar dari rumah sakit, berusaha untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hendra sendiri juga tidak percaya bahwa para korban yang awalnya tertutup akhirnya membuka dirinya.Sekali lagi Hendra yang berusaha untuk mencari tahunya menelepon Maudy. “Apa yang terjadi?”“Saya tidak tahu, Pak. Namun, saya sedang melihat berita bahwa ternyata pihak komisi perempuan bersama dengan komnas HAM akhirnya turun tangan,” celetuk Maudy yang memberitahu Hendra.Hendra mengenggam erat kemudi mobilnya, ia tidak percaya bahwa dugaan Kevin ada benarnya bahwa ada seseorang yang mengendalikan mereka. “Baiklah kita bertemu di kantor,” cakap Hendra.“Baik, Pak, tapi ada yang perlu saya beritahukan kepada Bapak,” balas Maudy.Hati Hendra entah kenapa berdegup dengan kencang, apakah ia akan mengakuinya sekarang? Itu tidak mungkin. “Katakan,” desak Hendra.Maudy bergumam. “Saya ingin minta izin beberapa hari ke depan. Ada kemungkinan saya tidak masuk kantor,” cakap Maud