Vanda yang mendengarnya berusaha tegar dengan pertemuan yang ia barusan dengan tersebut, ia sendiri juga tidak mengetahui siapa orang tersebut yang mengata-ngatai temannya sendiri. Dia sendiri hanya ingin berfokus kepada masalah utama Sandra.Dengan langkah gontai, ia berjalan menghindari cafe tersebut, alam bawah sadarnya seakan berusaha untuk memperingatkannya supaya tidak kembali ke dalam cafe itu. Sekitar kurang lebih dua puluh menit dirinya berjalan menghindari cafe tersebut ia mengambil handphonenya.Tangannya mencari nomor kontak pilihan yang ia tuju untuk memberitahukan kepada Tania. Vanda menekan nomor kontak Tania, dari ujung telepon di sana ia menunggu untuk Tania mengangkatnya.Tania yang mendengar bahwa teleponnya berbunyi melihat kepada teleponnya untuk menjawab panggilan tersebut. “Vanda?” ucap Tania. Tania dengan segera mengangkat panggilan itu. “Halo, Vanda, kenapa?”“Kau ada dimana?” tanya Vanda.“Memang kenapa?”“Jawab saja kau ada dimana? Aku harus memberitahukan d
Mata Vanda memandang ke laki-laki tersebut. “Kau mengikutiku?” ucap Vanda. Pemuda tersebut menaikkan pundaknya dan tersenyum kepada Vanda. “Berikan aku dua senjata, aku perlu pelurunya juga,” sambung Vanda yang menginginkan pistol.Pemilik toko tersebut masih tidak ingin memberikan senjata api tersebut kepada Vanda, ia bersikekeh dengan pendiriannya. “Aku tidak bisa memberikannya kepadamu. Perlihatkan KTPmu kepadaku, aku ingin melihatnya,” ajak pemilik toko tersebut.Vanda memandang pemilik toko tersebut dengan tatapan sinis. “Astaga kau ini merepotkan sekali yaa,” ejek Vanda. Vanda akhirnya merogoh kembali untuk mengeluarkan KTP milik dirinya sendiri.Vanda menyerahkan KTP kepada pemilik toko senjata api tersebut. “Kenapa sesial ini ya hidupku?” katanya mengumpat kepada dirinya sendiri. Sementara itu pemilik toko memperhatikan Vanda.Vanda sendiri merasa tidak enak dengan pandangan pemilik toko tersebut kepada dirinya, “Kenapa kau memandangku seperti itu?”Pemuda yang masih berdiri m
Captain Bram yang melihat anaknya menerobos masuk ke dalam kantor polisinya sendiri, hanya bisa melihat tingkah anak perempuannya tersebut. Sementara itu Bram mengangkat tangannya dengan takut-takut. “Darimana kau dapat pistol itu?” tanya Bram.“Aku membelinya, ayah, awalnya aku tidak ingin menjadi polisi tapi ketika aku melihat hal ini terjadi kepada teman sekolahku. Aku berubah pikiran untuk menjadi polisi,” celetuk Vanda yang memberitahu.Vanda melepaskan Sandra, suasana yang awalnya tegang menjadi lebih rileks. Beberapa anak buah yang mendengar bahwa ia memanggil Bram dengan sebutan ayahnya tetap pada posisi bertahan mereka.Bram yang melihatnya berusaha untuk tidak terhanyut dalam suasan yang di ciptakan oleh anaknya sendiri. “Turunkan senjata kalian, ia hanya mengancam saja,” perintah Bram.“Tapi apa tidak masalah?”“Dia putriku,” ungkap Bram.Vanda mengikat rambutnya, ia sendiri juga tidak ingin melakukan hal itu. Dia sendiri saja tidak bisa menembak dengan tepat. “Sandra, aku
Kevin merasa bahwa ada yang merasa janggal dengan sikap Captain Bram terhadap ibunya Indy, ia menduga bahwa ada masalah di dalam keluarganya sendiri. Kevin akhirnya teringat akan perkataan yang di lemparkan Ibunya kepada dirinya sendiri.Kevin masih tidak mengerti dengan maksud perkatann Captain Bram. “Apa yang kalian bicarakan, aku tidak mengerti sama sekali,” ketus Kevin.“Aku masih perlu untuk menyelidikinya terlebih dahulu, setelah itu aku ingin membicarakan dengan dirimu secara baik-baik,” potong Bram.“Memangnya ada apa, Pak Bram?”“Kevin, kau tenang dulu jika sudah waktunya aku akan memberitahu kepada dirimu,” ajak Bram yang berusaha menenangkan Kevin supaya tidak terjadi kesalah pahaman.Kevin yang sudah di landa emosi berusaha untuk menenangkan dirinya tersebut, ia tidak ingin bahwa ibunya di gadang-gadangkan sebagai musuh di dalam selimut sementara mereka adalah keluarga.Bram berusaha memutar otaknya mencari solusi atas masalah yang ada di depan matanya sendiri. Dia memijat
Kaki Kevin melangkah maju berusaha untuk mendengar penjelasan dari Ibunya. “Siapa Danny?” ulang Kevin yang berusaha untuk mengetahui dari Ibunya langsung. Indy berusaha untuk menutupinya. “Ibu tidak kenal,” bohong Indy.“Yakin Ibu tidak mengenalnya?” ulik Kevin.Kevin yakin bahwa Ibunya menutupinya, ia yang sendiri juga semakin mendekat kepada Ibunya. Sementara itu Indy juga mulai berjalan mundur. “Ibu tidak bohong, Kevin,” bohong Indy sekali lagi.Gelora emosi membara di dalam tubuh Kevin. “Kalau Ibu berbohong terus menerus bagaimana aku bisa membela Ibu!” amuk Kevin.“Kau ingin membela aku, sementara kau sendiri saja tidak pernah mendengarkan perkataanku sendiri!” histeris Indy.Wajah Kevin mulai merah padam, ia tahu bahwa Ibunya masih tidak ingin mengatakan kepada dirinya siapa itu Danny. “Ibu tidak tahu kan aku dari mana?”“Memangnya kau darimana?” bentak Indy.Mata Kevin merah menyala menahan tangisnya yang hendak pecah seketika itu juga, hatinya hancur jika memang apa yang di
Hati Kevin hancur berkeping-keping keluarganya hancur berantakan akibat ulah ibunya sendiri ia tak mengira bahwa keluarga Ibunya menyimpan banyak sekali rahasia, ia bahkan tidak tahu sama sekali bahwa Ibunya menutupinya selama ini.Aditya sedikit takut-takut jika anaknya mengetahui akan bersikap seperti tadi. “Ayah hanya bisa berpesan jika kau memang ingin mengetahuinya, jaga sikapmu bersikaplah lebih dewasa. Berpikir dengan matang setelah mengetahuinya,” tukas Aditya.“Katakan, Ayah,” pinta Kevin.“Berjanji dulu kepada ayah,” saran Aditya.“Aku berjanji, ayah, aku akan bersikap lebih dewasa lagi,” jawab Kevin.“Ada dua orang yang bermasalah pada saat itu. Danny dan Dr. Frederick,” aku Aditya yang perlahan mulai membuka aib keluarga istrinya.Mendengar perkataan ayahnya sendiri membuat Kevin tak taha, ia akhirnya mengetahui bahkan membenarkan perkataan Bram akan ungkapan bahwa Ibunya adalah benang merah terjadinya masalah tersebut.Lidah Kevin kelu ketika mengetahui bahwa ucapan Bram
Tangan Kevin gemetar ia akhirnya menghubungi salah satu temannya yang merupakan dokter. “Tolong ayahku!” panik Kevin.Seseorang dari ujung telepon melihat tangkapan layar LCD. “Kevin?” tanya laki-laki itu yang terbangun, ia akhirnya mengangkat telepon tersebut. “Kevin, ada apa?” tanya seseorang dari ujung telepon dengan suara ngantuknya yang sangat berat.Kevin berusaha melihat situasi yang terjadi namun kondisi tersebut benar-benar membuatnya juga tidak tahu. “Ayahku mendadak pingsan, sekembali aku dari apotek, aku mendengar bunyi ‘gedebuk’ aku tak tahu jika itu ayahku,” jelas Kevin.Suara laki-laki dari ujung telepon tersebut berusaha menenangkan Kevin. “Kau pernah memompa jantung manusia?” tanya temannya.“Aku pernah melakukannya! Apalagi yang harus aku lakukan, Felix?”“Panggil Ambulans, Kevin!” balas laki-laki yang bernama Felix. Kevin akhirnya memutus teleponnya dengan Felix dan menelepon Ambulans sesuai dengan perintah temannya yang bernama Kevin itu.Felix yang tak terima akhi
Kevin yang mengetahui bahwa adiknya, Lia ambruk dengan segera memapah tubuh adiknya ke bed yang kosong. Petugas medis membantunya untuk memberikan pengobatan terhadap adik Kevin.Dokter yang melihat bahwa lukanya berada di sekitar lutut kanannya yang masih ada sisa celananya dengan segera memerintahkan suster yang ada di sisi sebelah kirinya. “Potong celananya,” sahut dokter tersebut.“Baik, dok,” jawab suster tersebut yang sudah memegang gunting, ia dengan segera memotong celana Lia yang terkena luka tersebut. Sementara dokter itu berusaha melihat beberapa perlengkapan medis.Dokter tersebut melihat suster yang sedang senggang meminta tolong untuk bisa mendekat ke arah mereka. “Kau tolong ambilkan perlengkapan medis,” perintah dokter tersebut. Suster tersebut mengambil perlengkapan medis yang berada di dekat dirinya.Dokter tersebut mengobati luka yang berada pada lutut Lia, sementara Kevin memperhatikan Lia yang di obati oleh dokter tersebut. Kevin yang tidak ingin adiknya kenapa-k