Kepergian Kevin membuat hati Lia seperti di tusuk-tusuk bagaikan pisau, ia terduduk di lantai aspal yang dingin melihat kepergian kakaknya sendiri yang meninggalkan rumah dengan berjalan kaki menyusuri jalanan pada malam itu.Lia merasakan hatinya hancur, ia sendiri juga tidak tahu harus melakukan apa-apa. Sementara kakaknya pergi entah kemana. Lia akhirnya kembali ke dalam rumahnya, melalui jendela berharap Ibunya tidak tahu bahwa ia keluar dari rumah melalui jendela kamarnya.Etiket anak perempuan melewati pintu namun bagi Lia, etiket tersebut tidak berlaku untuknya yang berperawakan setengah perempuan dan setengah lelaki. Dari dulu ia sebenarnya tidak segarang ini namun malahan ia sendiri yang menghancurkannya.Blam!Lia membuka pintunya berusaha melihat supaya Ibunya tidak menggedor-gedorkan pintunya sendiri. “Dasar wanita tak berguna,” umpat Lia.Lia bimbang, tak di ragukan lagi antara ingin meluapkan perasaan terdalamnya kepada Ibunya sendiri atau melakukan hal yang sama seperti
Sandra yang awalnya hanya ingin memberikan obat kepada Kevin malah mendengar omongan tak mengenakan yang ia dengar dari depan pintu rumah Kevin. Sementara Indy sendiri juga ikut melihat kehadiran Sandra, enggan untuk memperkernalkan Sandra kepada Lia anaknya sendiri.Lia sudah bisa menebak bahwa wanita cantik yang berada di depannya adalah Sandra. “Permisi, apa ini rumah Kevin?” tanya Sandra dengan kaku.“Be..betul ini rumah Kak Kevin,” jawab Lia dengan gugup.Situasi tersebut jelas membuat mereka yang ada di dalam rumah menjadi canggung, jika situasi tidak memanas barangkali Sandra bisa menghibur mereka yang sedang mengalami polemik namun keadaan tersebut sangat membingungkan semua pihak.Lia berusaha mencairkan suasana yang tidak mengenakan tersebut. “Kak Sandra, bukan?” tanya Lia yang mencari tahu.Sandra bingung antara ingin menjawabnya atau tidak. “Aah ya, aku Sandra.” Mata Sandra memandang kepada Indy yang seperti mengeram bagaikan anak anjing kecil memintanya untuk pulang.“Ada
Kevin yang tidak ingin berlarut-laur meneleponnya, mencar tahu kepada Sandra apa yang membuatnya memutuskan untuk bertemu dengan dirinya. “Hallo, Sandra, ini aku Kevin. Kau kenapa?”“Aku tidak kenapa-kenapa. Aku hanya perlu membicarakan hal yang penting saja dengan dirimu,” balas Sandra.“Memangnya ada masalah apa sehingga membuat dirimu ingin bertemu?”Sandra tidak ingin berlarut-larut lgi, ia suah lelah dengan kehidupannya di tambah sekarang di rumahnya sendiri ada Lia. “Kak Sandra,” panggil Lia. Sandra menekan tombol mute supaya Kevin sendiri tidak mendengarnya.Kevin yang mengenali suara adiknya sendiri, ia tidak salah mendengarnya, ia kenal betul bahwa dirinya mendengar suara adiknya sendiri. Sekembalinya Sandra berkonsentrasi dengan pembicaraan dirinya dengan Kevin. “Di rumahmu ada siapa?” tebak Kevin.“Kenapa?” Sandra berusaha menutupi kehadiran Lia yang ada di rumahnya, ia juga tidak ingin membuat kesalahan ketika Lia berada di rumahnya.“Aku mendengar suara adikku,” ucap Kevi
“Ma..maaf. Saya minta maaf karena saya tidak melihat jalanan,”“Punya mata pakai matanya dengan benar, merepotkan saja orang ini,” umpat laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut meninggalkan Sandra yang kebingungan dengan insiden tersebut. Sandra sendiri akhirnya berjalan meninggalkan laki-laki tersebut. “Kenapa laki-laki tersebut? ‘kan aku sudah minta maaf,” jengkel Sandra.Dari kejauhan Sandra melihat mobil yang akan membawanya perlahan menjauhi dari tempat tersebut. Sandra akhirnya mengupayakan hal terakhir, ia berlari dan berteriak untuk tidak meninggalkannya.Beruntung salah satu penumpang melihatnya. “Tunggu sebentar, ada yang mau naik,” tegur penumpang tersebut kepada sang supir.“Ooh, wanita itu.” Supir tersebut melihat Sandra yang berlari, ia akhirnya membukakan kembali pintu dan membiarkan Sandra untuk masuk. “Cepatlah,” ajak supir itu untuk naik ke dalam mobilnya.Sandra mengatur napasnya. “Terima kasih, pak,” ucap Sandra sembari terengah-engah.“Hahaha tak masalah,” balas s
Setelah menerima pesanan aneh tersebut, Sandra, berusaha untuk bisa sabar dengan kelakuan orang yang menerima pesanan itu. Jam berlalu dengan cepat, ia menerima pesanan dengan jumlah 500 dari perusahaan yang sama dengan ia bekerja.Seakan ia sendiri tidak tahu bahwa ia sedang melakukan suatu hal yang di luar imajinasinya, pikirannya kosong namun ia tetap mengerjakan pesanan yang bernominal banyak tersebut.Pak Gunawan dan Irfan yang melihatnya juga bingung melihat Sandra yang memesan begitu banyak. “Sandra, apa yang kau lakukan?” tanya Pak Gunawan.“Perusahaan sudah mengkonfirmasinya maka aku melakukan pemesanan yang tadi di lakukan oleh orang tersebut,” jawab Sandra.Pak Gunawan dan Irfan bertukar pandang mengerikan, ia tahu bahwa Irfan seringkali suka menggodanya namun kali ini Sandra benar-benar tidak sadar akan apa yang ia lakukan barusan. Irfan menyikut Pak Gunawan. “Bagaimana, pak?” tanya Irfan.“Aku juga tidak tahu tapi biarkan saja, siapa tahu memang rezeki kita,” bantah Pak G
Sandra yang lupa bahwa ia akan mengadakan pertemuan dengan Kevin akhirnya dengan segera membalas pesan Kevin untuk bisa menunggu sebentar saja. Sandra menyampirkan tasnya ke bahunya, berjalan meninggalkan toko.Michael yang melihat Sandra tergesa-gesa, mencegatnya ia perlu tahu kemana Sandra akan meninggalkannya. “Kau mau kemana?” tanya Michael. Michael memegang tangan Sandra berusaha menahannya untuk tidak pergi ke pertemuan tersebut.“Maaf, aku ada urusan. Ada yang harus aku lakukan, maaf sekali, aku sendiri saja juga bingung bisa melupakan hal tersebut,” ujar Sandra kepada Michael.“Lupakan saja. Kau harus segera pulang,” oceh Michael kepada Sandra yang khawatir akan terjadi masalah lagi. Mata Sandra dan mata Michael bertemu, mereka melihat satu sama lain dengan harapan bahwa Sandra mengindahkan ucapan Michael.“Mana bisa aku melupakan hal penting itu, aku yang mengajaknya untuk bertemu. Ada yang perlu aku bicarakan dengan seseorang,” bantah Sandra dengan segera. Sandra tahu bahwa
Sebuah cincin yang di lapisi dengan emas terpampang terlihat di atas meja tepat di hadapan Sandra. Sandra sendiri yang melihatnya juga hanya bisa mengeraskan hatinya, ia tahu bahwa ternyata di balik itu semua Kevin hendak melamarnya.Sandra mengambil kotak perhiasan tersebut, melihat dan mengenakan cincin tersebut pada jari manisnya. “Cantik,” gumam Sandra yang melihat sebuah cincin melingkar di jarinya sendiri.Sekali seumur hidupnya Sandra melihat bahwa dirinya di cintai oleh orang banyak. Sandra berusaha untuk tidak acuh namun di dalam hatinya, ia masih belum terima akan perkataan yang di ucapkan oleh Indy.Sikap Sandra yang acuh hanya akan membuat hubungannya dengan Kevin retak, ia sebenarnya hanya ingin membuat semuanya menjadi lebih tenang tapi malah semuanya berbalik kepada dirinya sendiri.Sandra yang tidak ingin berlama-lama melepaskan cincin pemberian yang di berikan oleh Kevin. Andaikan kehidupannya tidak semerana ini, bisa saja dirinya tersenyum bahwa ia di lamar oleh laki
Mobil Tania menderu di jalanan yang masih terang benderang, ia tidak apa yang sebenarnya terjadi. Selama perjalanan tersebut membuat hati Sandra berdegup dengan kencang, ia sendiri tidak tahu mengapa Kevin melakukan hal itu.Dari mobil Tania terdengar lagu boyband pada saat mereka masih kecil. Westlife yang berjudul Have You Ever yang di rilis tahun 2007. Lagu itu mengalun di telinga Sandra dengan syahdu bahkan menyadarinya.Have you ever loved somebody so much, it makes you cry?Have you ever needed something so bad, you can't sleep at night?Have you ever tried to find the words but they don't come out right?Have you ever?Have you ever?Di balik lagu tersebut Sandra menyadari satu hal bahwa setidaknya ketika ia mencintai seseorang ia bisa saja tiba-tiba menangis. Dia juga menyadari bahwa lagu-lagu tersebut membuatnya lebih ingin menyaksikan cinta sebagai sel utamanya.Tania yang awalnya ingin mengetahui apa yang terjadi hanya bisa terdiam ketika melihat Sandra berusaha mengejar wa
Mendengar perkataan Bram membuat hati Kevin bergetar, ia akhirnya juga menguatkan hatinya untuk bisa tegar dalam menghadapi masalahnya satu per satu. Kevin akhirnya bergegas untuk melakukan hal yang bisa ia lakukan pada saat itu juga.Kaki Kevin berlari meninggalkan kantor kepolisian dan menuju rumah sakit. Kevin mencegah taksi yang lewat tengah malam tersebut dan memintanya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit.Kring..Kring…Handphone yang ia bawa selama kurang lebih dua jam tidak berbunyi pada akhirnya berbunyi juga. Kevin mengambil handphonenya dan melihat layar LCD, di tangkapan layar ia bisa melihat bahwa Lia menghubunginya. “Halo,” sapa Kevin.“Hei, dimana?”“Aku dalam perjalanan,” ucapnya.Lia melihat kepada ayahnya yang meminta untuk menelepon Kevin. Lia sendiri mengigit bibirnya ragu untuk memberitahu kepada kakaknya sendiri sementara Aditya berusaha membujuk Lia untuk memintanya datang.Lia sendiri tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara di ujung telepon Kevin sudah hen
Johana yang sedikit lega dengan pemberitahuan mereka berdua dengan mantap masuk bersama ke dalam kantor kepolisian. Erick yang di tugaskan kembali ke TKP, akhirnya memberanikan diri untuk menyerahkan bukti.Erick yang baru pertama kali bertemu dengan Johana, tergagap bahkan ia sendiri salah tingkah. “Aku baru dari TKP. Kami meminta salinan sebagai bukti,” cakapnya berbasa-basi. “Kau bisa melihatnya di atas,” senyum Erick.Johana yang mendengarnya melongo. “Woah. Kerja bagus. Mana?” tanya Johana sembari memuji tindakan Erick.“Akan aku berikan diatas, jika disini bisa saja nantinya dikira hal apa,” cetusnya.“Baiklah.”Johana, Erick dan Kevin masuk ke dalam ruangan yang dapat mereka akses masuk ke dalam ruangan secara leluasa. Erick sendiri bahkan memberikan jalan terlebih dahulu kepada Johana.Kevin merasa aneh dengan sikap Erick yang seolah-olah baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan Erick juga mengarahkan jalan kepada Johana. “Lewat sini,” cakapnya. Johana dan Kevin me
Heru yang sudah tahu kebiasaan Sandra akhirnya menerobos masuk di ikuti dengan Anita dan Agus bahkan di susul Tania. “Kau ini! Kenapa sih tidak pernah memberitahu aku? Sudah aku bilang, anggap aku ayahmu,” ceramahnya.Heru membuka selimut Sandra yang menutupi dirinya tersebut. “Bagaimana, Paman, menemukanku?” cakapnya yang memberengut kesal kepada pamannya sendiri.Tak!Heru saking kesalnya akhirnya menjitak kepala keponakannya sendiri. “Argh, sakit,” erang Sandra. Lia yang melihatnya tertawa kecil, ia tahu bahwa perbuatan Sandra barusan di balas oleh pamannya sendiri.Lia perlahan keluar bersama dengan ayahnya membiarkan mereka untuk ikut ambil bagian. Dari luar pintu Lia menutup pintu tersebut secara perlahan. Aditya yang sudah berumur memandang putrinya yang masih memegang di sampingnya.Dari kejauhan mulai terdengar derap langkah kaki yang berlarian di selasar ruangan menuju ruangan Sandra di rawat. “Pak Ketua, Anda kemana saja?” tanya suster kepala yang memegang kening kepalanya
Mereka yang memandangi tidak tahu lagi suasan jelas menengangkan. “Ada apa?” tanya Kevin yang mencairkan suasana di ruangan.Dokter tersebut enggan untuk memberitahunya, ia juga tidak tega harus mengatakannya. Dokter tersebut menatap lama kepada Kevin dan bergantian ke sekeliling ruangan. “Katakan saja,” desak Kevin yang tidak sabaran.Bram sendiri mengernyitkan dahinya, ia juga belum memahami situasi yang terjadi. Dirinya baru mendengar dari Kevin. “Sebenarnya apa yang terjadi?” ucap Bram yang membutuhkan klarifikasi kepada Kevin.Kevin menelan salivnya. “Pak Bram, kami sebenarnya sedang menyelidiki suntikan apa yang di berikan oleh ibuku. Dan, aku tidak tahu bahwa hasilnya akan secepat yang tidak aku pikirkan,” oceh Kevin dengan sendirinya.“Jadi kau berusaha menyelidikinya?” tanya balik Bram.“Ya.”Bram menatap kepada dokter tersebut. “Katakan saja apa isi dari suntikan yang di berikan si ‘viper’,” ejek Bram yang melirik kepada Indy.“Kalian tidak apa-apa jika aku memberitahunya?”
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya