"Edo ... Bagaimana keadaan Pak Beni sekarang?!" Pertanyaan pertama yang di lontarkan setelah Edo menyelesaikan tugasnya membantu mengeluarkan ayah Leona dari dalam penjara. Pria mudah berjas itu berdiri tegap dan menganggukkan kepalanya. "Pak Beni sudah keluar tadi pagi, Tuan.""Lantas sekarang Pak Beni ke mana? Apa dia pulang ke rumahnya?! Apa kau mengantarkannya?" Edo mengernyitkan kening. Pekerjaannya ia lakukan setengah-setengah. Bahkan ia tidak memastikan Beni ke mana. Dengan perasaan sesal Edo menggeleng kepala. "Maaf, Tuan. Saya tidak mengikuti kemana perginya pria tersebut. Aku pikir ia akan pulang dengan selamat." "Dasar kau tidak bisa diandalkan, Edo!! Pekerjaan sepele saja, kau tidak becus!""Maafkan saya, Tuan. Saya akan segera mencari tahu keberadaan Pak Beni.""Baik. Berikan laporannya kepadaku tiap ada informasi sekecil apapun."Pria itu menundukkan kepala. Berjalan mundur seraya mengatakan, "Saya permisi."Lucas berdiri di depan pintu utamanya memperhatikan Edo sam
"Menurutmu??""Mas!! Maafkan kesalahanku, Mas!!" Elisa berteriak, ia menghalangi langkah Lucas pergi. Dengan melingkarkan tangannya di perut sang suami."Aku sangat membencimu, Sa! Dari dulu aku selalu mempercayaimu, bahkan aku sabar menghadapi sikapmu yang selama ini manja padaku, bertahun-tahun aku redam perasaan kesal ku terhadap mu, demi menjaga bahtera rumah tangga kita agar tetap utuh selama nya, meski Tuhan masih belum mempercayakan anak pada kita. Aku baru sadar, banyak sikapmu yang telah melampaui batas!! Dan lihatlah perutmu itu, kamu bahkan membohongi orang tua ku demi mendapatkan perhatian darinya!! Shitt!! Ingin sekali aku ucapkan, jika aku menyesal menikah' denganmu, Sa!!" umpatan demi umpatan di lontarkan dari mulut Lucas.Karena tak kuasa, Elisa sampai menutup telinganya rapat. "Cukup, Mas! Cukup! Aku tidak tahan mendengarnya!!"Lucas mendorong tubuh Elisa sampai terjatuh kembali. Ia sampai menguraikan air mata melihat kejamnya Lucas padanya. Beberapa tahun lamanya, pr
Elisa berdiri di depan pintu kamar Leona, menunggu pria atau wanita itu membuka pintu. Melihat jam di tangan telah menunjukkan pukul 05.00 pagi."Apa mereka tadi malam lembur? Hingga aku belum melihat Leona turun dari kamarnya?!"*****"Tuan, Bangun."Leona menepuk bahu Lucas perlahan, sembari memperhatikan wajahnya yang amat tampan. Beberapa saat ia tersihir karena karisma sang suami. Meski sedang tidur pun, ia terlihat begitu tampan.'Ah ... Leona, sadarlah! Dia bukan milikmu, dia milik orang lain.'Ia memukul keningnya, ketika pikirannya membayangkan kejadian semalam. Sangat indah dan ingin terulang sepanjang malam. "Tuan, bangun. Bukankah Anda harus segera menyiapkan diri?"Tak lama kemudian pria yang hanya mengenakan celana pendek itu menggeliat. Manik matanya perlahan terbuka. Ia melihat pemandangan lain. Biasanya setiap pagi, ia melihat Elisa yang berantakan. Jangan memakai hijab, mandi pun menunggu matahari menyengat kulit.Leona berdiri dengan balutan hijab instan, meski mem
Beberapa bulan telah berlalu, sifat dan sikap Lucas makin dingin padanya. Kebahagiaan yang sebentar dulu hanya akan menjadi angannya.Berharap Lucas sedikit memberinya perhatian, malah kali ini ia tak acuh padanya. Elisa pun tiap hari hanya mencari muka saat ada Lucas di sampingnya. Tepat sembilan bulan usia kandungan Leona. Terkadang beberapa kali ia merasa kram perut. Ia merasa jika mungkin hari kelahiran akan segera tiba.Berjalan berlahan sambil memegang perut dan punggungnya. Sudah sangat begah sekali jika ia berjalan terlalu lama. Seperti biasa pagi ini ia membersihkan lantai yang tampak berdebu. Asisten rumah tangga tertua telah melarangnya, karena Leona tipe wanita pekerja keras, ia tidak mau menurut."Maaf Bik. Saya hanya menyapu saja kok. Bukan pekerjaan yang berat bukan?! Lagipula saya bosan jika harus berdiam diri, orang hamil harus banyak bergerak Bik, biar persalinannya mudah," ungkapnya."Ya, tapi Bibi takut di marahi Nyonya Elisa, jika terjadi sesuatu pada Nyonya Leo
Dokter membawa mereka dalam satu kamar yang sama. Leona dan Elisa terbaring di atas ranjang masing-masing, hanya bercela tirai tebal nan tinggi di bawah plafon. Elisa di dampingi Annette di biliknya.Leona sudah menjerit-jerit berkali-kali, merasakan kontraksi perutnya yang kian menjadi. Elisa terbaring dengan menutup telinganya. Ia tak tahan mendengar suaranya yang keras. "Wanita itu bisa diam gak sih?! Telingaku sakit mendengarnya. Dikit-dikit berteriak-teriak, apa dia ingin cari perhatian para dokter? Aku mulai stres jika lama-lama ada di ruangan yang sama dengannya." Elisa berdecak kesal. Menunggu persalinan yang membutuhkan waktu sangat lama itu."Leona ... Percepatlah!! Kapan bayi itu keluar!! Apa tidak bisa ia mempersingkat waktunya??" sambung Elisa. Ia terus meracau.Annette tersenyum sinis. "Cih!! Kamu bisa bersabar dulu gak sih?? Malah di sini aku yang pening mendengar ocehan mu, Sa! Jika bayi itu lahir, aku yang akan memindahkannya ke sini. Kau yang akan pertama menggendon
"VINCENT XAVIER. Bagaimana menurutmu?"Elisa mengerucutkan bibirnya untuk menimang usulan Lucas."Hm ... Baiklah." Elisa menyetujuinya."Selamat datang ke dunia ini, Vinc sayang ..." Lucas masih menciumi pipi kanan dan kirinya. Elisa tersenyum melihat kebahagiaan yang didapatkan dengan unsur paksaan itu.Beberapa saat kemudian, bayi itu menangis. Lucas menimang dan memberikan sentuhan lembut agar Vinc diam. Tapi ia baru permulaan menjadi seorang ayah. Elisa tertawa melihat kelucuan suaminya itu."Mas, kamu tidak bisa di andalkan sebagai seorang ayah! Masa menyuruhnya diam saja tidak bisa! Hehe," ucap Elisa menyindir dengan tawanya.Lucas memberikannya pada Elisa. "Nih, coba kamu!!""Oke!;" Bayi itu berpindah tangan."Sayang ... Cup cup cup ... Jangan nangis. Diem ya ... Anak ganteng anak manis anak cakep, yuk diem. Kalau udah diem nanti di belikan papa mainan robot Ultraman."Bukannya diam, bayi itu makin menaikkan volume suaranya."Dasar kamu, Sa. Mana ngerti kamu bilang seperti it
Brak!! Suara gebrakan keras menghantam pintu utama. Seperti hari sebelumnya, ia tahu siapa pelakunya. "Buka pintunya Leona!!" Karena wanita itu masih diam dalam ketakutannya, terpaksa ia memberanikan diri untuk keluar untuk membukanya.Sudah dapat dipastikan, merekalah yang berbuat kegaduhan ini. "Lama sekali kamu membuka pintunya!? Hah!!? Apa berniat lari lewat pintu belakang!?" Pertanyaan yang tidak pernah terdengar dengan intonasi rendah."Maaf, tidak ada niat sedikitpun saya untuk melarikan diri—"Tangannya menjulur kerahnya, "Mana uang yang sudah kau janjikan Minggu lalu?!" "Maaf, saya belum mendapatkan uangnya. Beri saya waktu beberapa hari lagi." Leona menghembuskan nafas berat. Salah satu diantaranya mendorong tubuh Leona hingga terjungkal ke lantai. "Kau terlalu banyak memberikan janji palsu, Leona. Bos kami tidak senang jika mendapatkan jawaban ini darimu. Kalau kau tidak mau membayarnya, apa kau rela tubuhmu yang menjadi jaminan?!" ucapnya di sertai tawa. "Kurang ajar
Nyonya Elisa tetap dengan sabarnya menuntun Leona sampai dimeja makan, tepat di hadapannya.Perasaan Leona campur aduk. Kali ini ia merasa sedang berhadapan dengan patung dengan wajah menyeramkan.Tampak juga para asisten berdiri sedikit jauh dari meja; memperhatikan Leona. "Perkenalkan semuanya ... Dia adalah Leona, wanita yang sudah saya ceritakan pada kalian sebelumnya. Jadi harapan saya, kalian dapat memperlakukan wanita ini sama seperti Elisa. Karena ia juga akan menjadi Nyonya Lucas." Penjelasan Elisa tidak mendapatkan perhatian sedikit pun dari Lucas."Leona, pria mengenakan kemeja putih di hadapan kamu ini adalah Tuan Lucas, calon suamimu. Ucapkan salam pada calon suamimu!!" titahnya dengan sangat lembut.Saat Leona menjulurkan tangannya ke arah Lucas, pria itu menampiknya tanpa berkata. Membuat Leona terkejut. Sesuai apa yang dipikirkan, sepertinya hanya Elisa saja yang bersikap baik padanya."Mas, apa yang kau lakukan?!"Lucas gegas berdiri. Merapikan sedikit kemejanya, men