Elisa berdiri di depan pintu kamar Leona, menunggu pria atau wanita itu membuka pintu. Melihat jam di tangan telah menunjukkan pukul 05.00 pagi."Apa mereka tadi malam lembur? Hingga aku belum melihat Leona turun dari kamarnya?!"*****"Tuan, Bangun."Leona menepuk bahu Lucas perlahan, sembari memperhatikan wajahnya yang amat tampan. Beberapa saat ia tersihir karena karisma sang suami. Meski sedang tidur pun, ia terlihat begitu tampan.'Ah ... Leona, sadarlah! Dia bukan milikmu, dia milik orang lain.'Ia memukul keningnya, ketika pikirannya membayangkan kejadian semalam. Sangat indah dan ingin terulang sepanjang malam. "Tuan, bangun. Bukankah Anda harus segera menyiapkan diri?"Tak lama kemudian pria yang hanya mengenakan celana pendek itu menggeliat. Manik matanya perlahan terbuka. Ia melihat pemandangan lain. Biasanya setiap pagi, ia melihat Elisa yang berantakan. Jangan memakai hijab, mandi pun menunggu matahari menyengat kulit.Leona berdiri dengan balutan hijab instan, meski mem
Beberapa bulan telah berlalu, sifat dan sikap Lucas makin dingin padanya. Kebahagiaan yang sebentar dulu hanya akan menjadi angannya.Berharap Lucas sedikit memberinya perhatian, malah kali ini ia tak acuh padanya. Elisa pun tiap hari hanya mencari muka saat ada Lucas di sampingnya. Tepat sembilan bulan usia kandungan Leona. Terkadang beberapa kali ia merasa kram perut. Ia merasa jika mungkin hari kelahiran akan segera tiba.Berjalan berlahan sambil memegang perut dan punggungnya. Sudah sangat begah sekali jika ia berjalan terlalu lama. Seperti biasa pagi ini ia membersihkan lantai yang tampak berdebu. Asisten rumah tangga tertua telah melarangnya, karena Leona tipe wanita pekerja keras, ia tidak mau menurut."Maaf Bik. Saya hanya menyapu saja kok. Bukan pekerjaan yang berat bukan?! Lagipula saya bosan jika harus berdiam diri, orang hamil harus banyak bergerak Bik, biar persalinannya mudah," ungkapnya."Ya, tapi Bibi takut di marahi Nyonya Elisa, jika terjadi sesuatu pada Nyonya Leo
Dokter membawa mereka dalam satu kamar yang sama. Leona dan Elisa terbaring di atas ranjang masing-masing, hanya bercela tirai tebal nan tinggi di bawah plafon. Elisa di dampingi Annette di biliknya.Leona sudah menjerit-jerit berkali-kali, merasakan kontraksi perutnya yang kian menjadi. Elisa terbaring dengan menutup telinganya. Ia tak tahan mendengar suaranya yang keras. "Wanita itu bisa diam gak sih?! Telingaku sakit mendengarnya. Dikit-dikit berteriak-teriak, apa dia ingin cari perhatian para dokter? Aku mulai stres jika lama-lama ada di ruangan yang sama dengannya." Elisa berdecak kesal. Menunggu persalinan yang membutuhkan waktu sangat lama itu."Leona ... Percepatlah!! Kapan bayi itu keluar!! Apa tidak bisa ia mempersingkat waktunya??" sambung Elisa. Ia terus meracau.Annette tersenyum sinis. "Cih!! Kamu bisa bersabar dulu gak sih?? Malah di sini aku yang pening mendengar ocehan mu, Sa! Jika bayi itu lahir, aku yang akan memindahkannya ke sini. Kau yang akan pertama menggendon
"VINCENT XAVIER. Bagaimana menurutmu?"Elisa mengerucutkan bibirnya untuk menimang usulan Lucas."Hm ... Baiklah." Elisa menyetujuinya."Selamat datang ke dunia ini, Vinc sayang ..." Lucas masih menciumi pipi kanan dan kirinya. Elisa tersenyum melihat kebahagiaan yang didapatkan dengan unsur paksaan itu.Beberapa saat kemudian, bayi itu menangis. Lucas menimang dan memberikan sentuhan lembut agar Vinc diam. Tapi ia baru permulaan menjadi seorang ayah. Elisa tertawa melihat kelucuan suaminya itu."Mas, kamu tidak bisa di andalkan sebagai seorang ayah! Masa menyuruhnya diam saja tidak bisa! Hehe," ucap Elisa menyindir dengan tawanya.Lucas memberikannya pada Elisa. "Nih, coba kamu!!""Oke!;" Bayi itu berpindah tangan."Sayang ... Cup cup cup ... Jangan nangis. Diem ya ... Anak ganteng anak manis anak cakep, yuk diem. Kalau udah diem nanti di belikan papa mainan robot Ultraman."Bukannya diam, bayi itu makin menaikkan volume suaranya."Dasar kamu, Sa. Mana ngerti kamu bilang seperti it
Brak!! Suara gebrakan keras menghantam pintu utama. Seperti hari sebelumnya, ia tahu siapa pelakunya. "Buka pintunya Leona!!" Karena wanita itu masih diam dalam ketakutannya, terpaksa ia memberanikan diri untuk keluar untuk membukanya.Sudah dapat dipastikan, merekalah yang berbuat kegaduhan ini. "Lama sekali kamu membuka pintunya!? Hah!!? Apa berniat lari lewat pintu belakang!?" Pertanyaan yang tidak pernah terdengar dengan intonasi rendah."Maaf, tidak ada niat sedikitpun saya untuk melarikan diri—"Tangannya menjulur kerahnya, "Mana uang yang sudah kau janjikan Minggu lalu?!" "Maaf, saya belum mendapatkan uangnya. Beri saya waktu beberapa hari lagi." Leona menghembuskan nafas berat. Salah satu diantaranya mendorong tubuh Leona hingga terjungkal ke lantai. "Kau terlalu banyak memberikan janji palsu, Leona. Bos kami tidak senang jika mendapatkan jawaban ini darimu. Kalau kau tidak mau membayarnya, apa kau rela tubuhmu yang menjadi jaminan?!" ucapnya di sertai tawa. "Kurang ajar
Nyonya Elisa tetap dengan sabarnya menuntun Leona sampai dimeja makan, tepat di hadapannya.Perasaan Leona campur aduk. Kali ini ia merasa sedang berhadapan dengan patung dengan wajah menyeramkan.Tampak juga para asisten berdiri sedikit jauh dari meja; memperhatikan Leona. "Perkenalkan semuanya ... Dia adalah Leona, wanita yang sudah saya ceritakan pada kalian sebelumnya. Jadi harapan saya, kalian dapat memperlakukan wanita ini sama seperti Elisa. Karena ia juga akan menjadi Nyonya Lucas." Penjelasan Elisa tidak mendapatkan perhatian sedikit pun dari Lucas."Leona, pria mengenakan kemeja putih di hadapan kamu ini adalah Tuan Lucas, calon suamimu. Ucapkan salam pada calon suamimu!!" titahnya dengan sangat lembut.Saat Leona menjulurkan tangannya ke arah Lucas, pria itu menampiknya tanpa berkata. Membuat Leona terkejut. Sesuai apa yang dipikirkan, sepertinya hanya Elisa saja yang bersikap baik padanya."Mas, apa yang kau lakukan?!"Lucas gegas berdiri. Merapikan sedikit kemejanya, men
Lucas mencoba menghentikan tingkah Leona. Tapi wanita itu seakan tidak dapat mengontrol tubuhnya. "Leona!! Hentikan!! Apa yang akan kau lakukan!!?" "Malam ini adalah malam kita berdua, Tuan. Jadi lakukanlah seperti seharusnya suami istri lakukan!!" "Dasar murahan!" umpatnya mendorong tubuh Leona, berusaha menolak. Yang ada malah Leona makin beringas. Ia membalas dorongan Lucas hingga terjatuh. Ternyata minuman jamu yang di berikan Bibi sudah di campur dengan obat perangsang, hingga Leona tidak dapat mengendalikan dirinya. Leona memberikan sentuhan panas pada Lucas, hingga pria itu tidak akan kuat menahannya. Pria mana yang tahan melihat wanita dalam keadaan seperti ini? Cinta yang seharusnya ia jaga kuat untuk Elisa pun luruh begitu saja malam itu. "Sial!! Apa yang terjadi terhadapmu, Leona?!" Lucas memicingkan sebelah mata. Wanita itu tidak menjawab, ia hanya sibuk dengan gerakan konyolnya. Sementara Lucas mengimbangi. "Kau tidak terlalu mahir, Leona! Tidak seperti aura tu
Elisa terkejut melihat kondisi Lucas tanpa mengenakan pakaian. Suaminya tidak pernah seperti ini sebelumnya—saat sudah keluar dari kamarnya, terlihat rapi dan bersih.Bukan tentang itu yang saat ini dalam pikirannya. Rasanya pahit, kali ini ia tidak sanggup memperhatikan Lucas, apa lagi membayangkan kegiatan mereka tadi malam."Sayang ... ada apa denganmu? Kau tampak murung dan pendiam sekarang?!" Lucas mencoba ingin menc_ium bibirnya. Namun Elisa menolaknya."Maaf Mas, lebih baik untuk beberapa hari ini kau menjauhiku. Berikan waktu Leona tuk menjadi istri terbaik untukmu—"Lucas tanpa segan menyambar bibir Elisa. Meski berusaha menolak, namun tak dibiarkan oleh Lucas."Cukup, Mas!" Ia mendorong tubuh suaminya."Ada apa denganmu??" Berpikir alasan istrinya bersikap cuek. "Oh, aku tahu pasti kamu cemburu kan? Tadi malam aku tidur di kamar Leona?! Bukankah permainan ini kau sendiri yang buat??" Lucas memegang kedua pipi Elisa agar tetap memperhatikannya bicara."Entahlah ... aku tidak