Sudah 3 senjata habis amunisinya kini Aldi gunakan senjata ke 4 nya, dan dia terus mengejar para serdadu zionis ini dan sesekali lempar granat nenas yang sebelumnya dia ambil di jeep zionis.Akibatnya makin kocar-kacirlah para serdadu tersebut. Jangankan membalas, justru nyawa mereka makin terancam, karena Aldi seolah cari mati dan terus merangsek maju mendekati persembunyian mereka.Kegegeran di pos perbatasan ini jadi perhatian ratusan pasukan Yordania di seberang perbatasan tersebut.Mereka saling pandang ke sesama rekan dan tentu saja keheranan, dengan siapa serdadu zionis ini berperang...?Apalagi terlihat dari kejauhan, musuh para serdadu itu hanya…satu orang!Sudah tak terhitung mayat-mayat serdadu zionis ini bergelimpangan. Namun Aldi masih belum puas, senjata nya yang ke 4 juga habis pelurunya.Tanpa ragu, dia ambil dua senjata milik serdadu zionis yang tewas ia tembak, dan kembali tanpa jeda ia menembakan senjata otomatis ini ke sisa serdadu zionis tersebut.Apesnya semua se
Hari ke 5, Mayor Dullah akhirnya datang lagi menjenguk Aldi. Setelah berbasa-basi, Mayor Dullah pun sebut, ada 77 serdadu zionis yang tewas, sisanya berhasil kabur, sehingga selamat dari amukan Aldi ini.“Perbuatan Anda bikin geger negara itu, Anda juga jadi buruan nomor 1 untuk di bunuh” sebut Mayor Dullah, yang masih sangat terkagum-kagum dengan aksi solo pemuda ini.“Itu masih belum seberapa tuan Mayor Dullah, seluruh keluarga istriku dan keluarga mantan suaminya habis di bantai serdadu-serdadu bangsat itu. Belum lagi puluhan ribu warga Palestina.”Secara ringkas Aldi pun sebut kalau dia adalah suami kedua Ameena dan mereka baru sebulan menikah.Kini pahamlah Mayor Dullah, dia pun tak menyalahkan pemuda ini, yang secara tak sengaja malah bersikap bak ‘Rambo’ karena sakit hati istrinya tewas.Padahal Aldi tak punya basic militer dan dia hanya terbawa emosi, lalu mengamuk dan membantai pasukan zionis di pos perbatasan. “Aku akan memelihara Rajiv Farhani, kebetulan 3 anak-anakku suda
Kematian Ameena membuatnya ingin menenangkan diri dengan konsen kuliah lagi. Dia pun sudah kontak Abu Hanif, untuk sementara rehat dari perjuangan.“Kapanpun kamu ingin ke sini, kami akan sangat terbuka menerima kamu saudaraku, silahkan tenangkan diri dan lanjutkan study,” pesan Abu Hanif, yang sebenarnya sangat merasa kehilangan dengan salah satu pejuang andalannya ini.Sejak Aldi tak ikut bersama, pasukannya kesulitan setiap kali berhadapan dengan serdadu zionis, kenekatan dan keakuratan tembakan Aldi tiada duanya. Tidak ada anggota pasukannya yang setara Aldi.Aldi bagaikan sniper yang sangat mematikan…!Musa sebenarnya heran dengan perubahan Aldi, selain mampu bayar sendiri uang kos-nya, Aldi juga bisa bayar biaya kuliahnya secara mandiri.Dan inilah lagi yang bikin dia keheranan, penampilan Aldi berubah total. Walaupun wajahnya makin dingin. Tapi mulai paham di fashion dan mampu beli pakaian bermerek.Biarpun begitu, Musa sudah pasti ikut kecipratan. Aldi tak pelit belikan sah
Tiga hari kemudian, Aldi pun terbang ke Indonesia, setelah sebelumnya transit di Dubai.Aldi pun tak ada niat mencari pekerjaan, dengan ijazahnya yang lulusan sebuah universitas ternama di Mesir. Padahal kalau dia bertahan di Mesir, Musa bilang mudah cari kerjaan di negaranya.Juga, ponpes manapun di Indonesia dengan senang hati menerimanya sebagai seorang pengajar, termasuk Ponpes Al Iman di mana dulu ia mondok.Nilai plusnya lagi, Aldi menguasai beberapa bahasa asing, selain Arab dan Inggris. Aldi juga kuasai bahasa Ibrani, Turki dan bahkan Bahasa Rusia serta Perancis.Karena di kampusnya beragam mahasiswa dari belahan dunia berstudy di sini, otomatis Aldi yang memang jenius paham bahasa-bahasa itu.Tak buang waktu, Aldi langsung terbang lagi ke Medan. Dulu sebelum kembali ke Ponpes dan bertemu Dewi dan Masri, Aldi sudah dapat informasi dari tetangga di bekas rumah ortunya.Kalau kakaknya itu bernama Dewi dan kakeknya bernama Zindan serta neneknya bernama Sukawati.Padahal Aldi suda
Setelah cukup lama bercegkrama dengan kakek Zindan, juga sudah diberikan alamat Dewi dan suaminya di Jakarta, Aldi pun pamit dan janji lain waktu akan berkunjung lagi ke sini.Tapi diam-diam Aldi tak langsung pergi dari Langkat, dia minta Maman cari sebuah hotel.“Mobil kamu aku perpanjang sewanya, kamu ikut nginap di hotel ini, nanti aku yang bayar!”Aldi lalu rogoh ranselnya dan berikan satu bebat yang jumlahnya 5 juta rupiah, uang pecahan 50 ribu. Maman pun langsung sumringah dan bilang sampai berapa hari-pun dia siap temani tamu royalnya ini.“Aku akan selidiki di mana si Erwin itu bersembunyi, terlalu enak orang itu merampas harta dan uang nenek Sukawati hingga koma dan meninggal dunia!” batin Aldi sambil pesan satu kamar hotel dan meninggalkan Maman yang juga istirahat di kamarnya.Inilah yang dulu sempat di sebut resepsionest hotel di Yordania, Aldi punya sifat pendendam dan pasti akan membalas ke orang yang telah menyakiti dia dan keluarganya.Sorenya, ditemani Maman, Aldi kunjungi
“Kenapa kakek bisa menduga begitu..?” Aldi yang kaget, balik bertanya.“Karena wajah dan perawakanmu mirip besanku Tommy Harnady, tapi wajahmu justru bak pinang di belah dua dengan Gibran, menantuku tersebut!!” cetus kakek ini.Aldi langsung menggeleng dan bilang dia tak pernah bertemu ayah kandungnya.“Mungkin hanya mirip kek!” sahut Aldi pendek, sambil menghisap rokoknya, lalu tak sadar menerawang. Tak mengira hari ini bisa bertemu kakek-nya Dyani.“Masa sih, siapa nama ibu kamu?” Olly Bantano malah balik mendesaknya.“Ibuku bernama…Renita, beliau meninggal dunia tak lama setelah melahirkanku!” sahut Aldi getir.“Hmm…Renita…! Aahhh iyaa…aku baru ingat, Gibran saat berusia 14 tahun pernah menikah dengan seorang wanita yang lebih tua, namanya tante Renita, yang memeliharanya sejak berusia 6-7 tahuan. Ha-ha tak salah lagi, kamulah anaknya, sebab ku dengar sejak dulu Gibran mencari-cari anaknya itu, yang katanya bernama Aldi…anak muda, apakah namamu Aldi dan berasal dari Sulawesi dan pernah j
Setelah panjang lebar bicara dengan Dewi, Aldi mantap ke Makasar, tujuannya kini berbelok. Menunda cari Erwin dan suami ke 3 ibunya, serta 3 pembunuh ibu dan kakek angkatnya.Tapi akan menyusuri semua rumah sakit jiwa di Makasar, untuk cari nenek Rachel.“Tak kusangka….papaku ternyata Gibran Harnady…dan lebih tak kusangka lagi, kasus yang menggegerkan dulu adalah kakek dan neneku korbannya!” gumam Aldi, selama dalam pesawat tujuan Makasar, ia berkali-kali menarik nafas panjang.Orang yang selama ini tak disukainya, karena dianggap pemain wanita, justru ayah kandungnya sendiri.Walaupun ia juga harus jujur dalam hati, siapa yang tak bangga dirinya justru anak seorang yang sangat terpandang dan tajir tak ketulungan. “Jadi adik angkatku Dyani, adalah adik se ayahku sendiri…OMG, sempitnya dunia ini,” batin Aldi tak habis pikir.Aldi tak tahu, betapa gegernya ‘keluarganya’ di Jakarta. Dewi yang kaget dan bahagia akhirnya bisa bertemu adiknya, walaupun via vidcal. Langsung memberitahu suami
“Beliau sejak 10 tahunan yang lalu sudah keluar dari rumah sakit ini, badan beliau sehat, tapi masih amnesia. Lalu pihak rumah sakit titipkan di sebuah panti sosial!” Athalia menjelaskan mantan pasien rumah sakit ini.“Apakah bu dokter tahu, di mana panti sosial itu berada?” desak Aldi yang tak sabaran ingin bertemu neneknya.“Sebentar…!” Athalia buka-buka lagi data yang diberikan asistennya.“Nah ini dia, alamatnya ada di Jalan Sisingamagaraja, nomor 5. Berada di pinggiran kota Makasar, hampir 30 kiloan dari sini, atau 1 jam an dari kota Makasar. Eeeh tunggu dulu, kok buru-buru amat?” dokter Athalia langsung menahan Aldi yang terlihat mau pamit. “Maaf dok, saya nggak sabaran ingin bertemu nenek,” aku Aldi.“Biar aku antar, kebetulan hari ini aku lagi santai, kita pakai mobilku saja,” lalu dokter Athalia ajak Aldi keluar ruangan ini dan mereka bersama-sama naik mobil si dokter cantik ini, tujuan rumah panti sosial tersebut.Athalia sebenarnya diam-diam penasaran, seingatnya Gibran ha