Setelah selesaikan tanda tangan, barulah Gibran meminta Irina panggil tamu tersebut ke ruangannya. Inilah gaya angkuh seorang Gibran, baginya kalau orang yang perlu dengannya, kudu menunggu.Bukan dia yang menunggu, tak suka silahkan out dari kantornya.“Selamat sore pa Gibran Harnady, tak ku sangka Anda dalam usia semuda ini sudah jadi bos besar perusahaan ini,” puji Sherman berbasa-basi, saat bersalaman dengan Gibran.Gibran lalu mempersilahkan Sherman dan dua asisten cantiknya duduk. “Ada keperluan apa pa Sherman?” Gibran langsung saja bertanya tanpa mau berbasa-basi.“He-he luar biasa, anda mirip sekali tuan Tommy Harnady, tanpa mau banyak basa-basi. Begini tuan Gibran, saya punya lahan tambang emas di Sulawesi. Nah saya mau cari investor untuk lakukan tambang emas itu!”“Saya tak main tambang emas, kalau batubara dan timah ya, itu pun saya bukan operator, hanya beli sahamnya!” sahut Gibran cepat.“Nahh, justru itu, saya ingin ajak tuan Gibran main saham emas ini. Saya yakin untun
“Macet…!” cetus Gibran mengagetkan Atiqah yang tak sadar sedang mengaguminya di sampingnya.Derasnya hujan menyebabkan jalanan tergenang air di mana-aman. Akibatnya banyak mobil berhenti dan macetlah jalanan yang mereka lewati.“Maaf, jadi ngerepotin Abang,” kali ini Atiqah merasa bersalah, Gibran menoleh lalu senyum sendiri.“Setidaknya aku nggak bete sendirian kejebak macet,” goyun Gibran, coba memecah kekakuan keduanya, dari tadi Atiqah sepertinya susah di ajak ngomong.Ucapan Gibran sukses bikin Atiqah senyum kecil sambil meletakan kedua tangannya di dada, mengurangin bete.“Bang…bagaimana rasanya menghilangkan rasa nyesek di dada, setelah Abang kehilangan kedua ortu Abang?” tiba-tiba Atiqah ajukan pertanyaan, Gibran kaget dan kembali menoleh wajah cantik jelita ini.Gibran menghela nafas, dia yang tadi membuka pembicaraan soal ortunya, kini dia yang benaran nyesek sendiri. Ingat ortunya, menimbulkan luka di hatinya.“Butuh waktu Atiqah, apalagi aku bukan tipikal orang yang suka c
Gibran hadiri undangan makan siang Tuan Sherman di sebuah hotel mewah, pria setengah tua ini dengan hangat menyambut pemuda ini, yang datang hanya berdua dengan Sonu, pengawal pribadinya.Tempat makan malam ini sangat eksklusife. Selain mewah, tempat ini juga agaknya memang khusus di boking Sherman buat menjamu Gibran.Gibran sempat melirik, ada satu kamar mewah yang tersedia di tempat ini. Sebagai pria petualang, Gibran sudah paham, tempat itu bisa dipakai kapanpun. Dalam artian negative, yakni buat kencan, tanpa perlu boking kamar lagi."Hmm...agaknya si Sherman tahu sifatku," batin Gibran, tanpa sadar senyum sendiri.Di depan mereka juga ada alat-alat band, organ dan gitar, juga alat music buat nge-Dj. Sebuah ruangan eksklusife yang pastinya sangat mahal dan tak sembarangan orang bisa memboking tempat ini.Karena sewa perjamnya puluhan jutaan, komplet dengan hiburannya.Sherman kembali bersama dengan dua asisten cantiknya, Sandra dan Monica, yang seperti dulu saat berkunjung ke kan
Seorang wanita muda sedang aseek menyabit rumput untuk ternaknya, aseek menyabit rumput, tak menyadari dia dekat dengan sosok tubuh yang tertelungkup, tak jauh dari rumput yang di potong.“Astagaa….ini mayatkahhhhh…!” saking kagetnya wanita ini sampai terlonjak dari tempatnya.Tapi wanita desa yang masih muda ini agaknya bukan tipikal orang penakut, dia dengan pelan-pelan mendekat lagi.Lalu dengan ujung ranting menowel-nowel tubuh yang tertelungkup itu dengan pakaian sobek-sobek tersebut.Saat itu dia makin terperanjat, tubuh ini terlihat masih bergerak, terutama dadanya, tanda orang ini masih hidup tapi dalam kondisi pingsan.Dia lalu setengah berlari sambil memanggil pertolongan. Tak lama dia balik lagi dengan seorang pria tua dan seorang anak kecil laki-laki berusia 6-7 tahunan.“Hmm…siapa orang ini, dia agaknya pingsan, lengan dan kakinya patah, sebentar aku ikat dulu dengan ranting, baru kita gotong pelan-pelan ke rumah!” si kakek tua ini ternyata tangkas dan kuat, dia memotong
Gibran sempat bertanya apakah saat menemukannya, ada melihat ponsel, dompet…serta senjatanya. Baik Norah ataupun Kakek Telo bilang tak menemukan itu, entah di mana tercecernya.“Baju kamu sobek-sobek, juga celanamu, mungkn tercecer entah di mana, kami hanya menemukan arloji yang masih bertahan di lenganmu, senjata? Apakah kamu ini aparat Gibran?” kakek Telo memandang Gibran curiga.Gibran langsung menggeleng. “Itu senjata berizin kek, bukan senjata ilegal…nanti kalau aku sembuh, aku akan coba cari kelak di mana aku ditemukan Norah pertamakali. Moga nggak jauh tercecernya!”“Nanti aku bantu mencarinya tuan Gibran,” sahut Norah, Gibran pun mengangguk dan kembali ucapkan terima kasihnya.Hari-hari pun di lalui Gibran untuk sembuhkan luka-lukanya. Dia hanya mengaku seorang pengusaha biasa, yang punya musuh terkait bisnisnya.Gibran tentu tak mengaku secara spesifik siapa dia sesungguhnya.Setelah 5 hari, barulah Gibran tahu, kalau Norah ini sebenarnya seorang janda muda tanpa anak. Suamin
Badan Norah yang hanya sedada Gibran cukup gesit jalan di hutan, kadang dia tersenyum melihat Gibran sering tertinggal dan terpaksa menunggu.Barulah Gibran sadar, si janda mungil ini sangat cantik dan manis kalau sudah senyum begitu, walaupun pakaian yang dikenakannya sederhana, tanpa riasan make up apapun. Penampilan Norah apa adanya dan itulah daya tariknya.Bibir Norah merah alami, kulitnya juga putih bersih, biarpun kukunya tak lentik, karena selalu dipotong pendek.Tapi tangannya bersih dan kokoh, terbiasa kerja keras di kebun dan di hutan menyabit rumput untuk mencari makanan sapi dan kambing peliharaannya.Gibran pun berpakaian sederhana, pinjaman dari kakek Telo. Walaupun agak sesak, tapi lumayan sebagai pelindung ditubuhnya.Pakaiannnya sebelumnya sobek dan tak bisa dipakai lagi, juga jaskulnya. Gibran seolah petani berbadan kokoh, dengan pakaian begitu.Wajahnya yang dulu bengkak-bengkak kini sudah mulus dan kembali ke wujud aslinya. Diam-diam Norah kagum juga melihat ketam
Gibran tersenyum, dia menarik wajah Norah dan mengecup bibir janda manis ini, Norah awalnya kaget, tapi dia membiarkan saja ulah pemuda yang dia kagumi ini.Norah bukanlah wanita nakal, dia justru wanita yang tak terbiasa dengan perlakuan laki-laki, apalagi laki-laki ganjen.Tapi saat ini dia bukan di goda lelaki iseng, justru seorang pria yang sejak awal sadar dan berbincang, sudah bikin hatinya tertarik.Ditambah lagi tubuh tinggi kokoh Gibran, idaman banget bagi seorang Norah yang bertubuh mungil.Dari kecupan berubah jadi saling melumat, Norah juga tak sadar, saat tangan Gibran menelusup di balik pakaian tipisnya dan meremas pelan kedua bukitnya yang membusung.Kalau tadi Norah gugup karena menemukan tulang belulang manusia, kini rasa gugupnya beda lagi.Sekian lama tak berdekatan dengan pria membuat jantungnya bergemuruh, antara menolak dan menikmati lumatan yang kini berubah jadi nafsu.Norah makin kaget, ada sesuatu yang keras di antara pantatnya, dia menggeser tubuhnya dan ki
Kakek Telo menganggukan-anggukan kepala mendengar kisah Gibran, yang menemukan tulang belulang manusia sekaligus berhasil menemukan dompet dan ponsel-nya.“Saya yakin itu salah satu orang yang mencoba membunuhku, rupanya dia sempat hidup setelah terjatuh, lalu ambil dompet dan ponselku. Tapi mungkin karena luka berat dan tak ada yang menolong, dia tewas!” cerita Gibran.“Apa sekarang rencana kamu Gibran?” pancing Kakek Telo.“Saya hari ini akan ke kota kabupaten, mau neg-cas ponsel ini dan kontak keluarga di Jakarta, agar mereka tak terlalu khawatir.”“Iya bagus, segera kamu lakukan, kurasa kesehatan kamu juga sudah pulih, waktu 3 bulanan ini sudah cukup!” saran Kakek Telo.Tak buang waktu Gibran pun besoknya naik kapal sungai menuju ke kota kabupaten yang berjarak hampir 4 jam perjalanan, karena hanya itu akses transportasi menuju ke kota kabupaten.Belum ada jalan darat, kecuali jalan kecil yang jarak tempuhnya malah bisa lebih lama.Awalnya dia ingin ajak Norah, namun Gibran beruba