Badan Norah yang hanya sedada Gibran cukup gesit jalan di hutan, kadang dia tersenyum melihat Gibran sering tertinggal dan terpaksa menunggu.Barulah Gibran sadar, si janda mungil ini sangat cantik dan manis kalau sudah senyum begitu, walaupun pakaian yang dikenakannya sederhana, tanpa riasan make up apapun. Penampilan Norah apa adanya dan itulah daya tariknya.Bibir Norah merah alami, kulitnya juga putih bersih, biarpun kukunya tak lentik, karena selalu dipotong pendek.Tapi tangannya bersih dan kokoh, terbiasa kerja keras di kebun dan di hutan menyabit rumput untuk mencari makanan sapi dan kambing peliharaannya.Gibran pun berpakaian sederhana, pinjaman dari kakek Telo. Walaupun agak sesak, tapi lumayan sebagai pelindung ditubuhnya.Pakaiannnya sebelumnya sobek dan tak bisa dipakai lagi, juga jaskulnya. Gibran seolah petani berbadan kokoh, dengan pakaian begitu.Wajahnya yang dulu bengkak-bengkak kini sudah mulus dan kembali ke wujud aslinya. Diam-diam Norah kagum juga melihat ketam
Gibran tersenyum, dia menarik wajah Norah dan mengecup bibir janda manis ini, Norah awalnya kaget, tapi dia membiarkan saja ulah pemuda yang dia kagumi ini.Norah bukanlah wanita nakal, dia justru wanita yang tak terbiasa dengan perlakuan laki-laki, apalagi laki-laki ganjen.Tapi saat ini dia bukan di goda lelaki iseng, justru seorang pria yang sejak awal sadar dan berbincang, sudah bikin hatinya tertarik.Ditambah lagi tubuh tinggi kokoh Gibran, idaman banget bagi seorang Norah yang bertubuh mungil.Dari kecupan berubah jadi saling melumat, Norah juga tak sadar, saat tangan Gibran menelusup di balik pakaian tipisnya dan meremas pelan kedua bukitnya yang membusung.Kalau tadi Norah gugup karena menemukan tulang belulang manusia, kini rasa gugupnya beda lagi.Sekian lama tak berdekatan dengan pria membuat jantungnya bergemuruh, antara menolak dan menikmati lumatan yang kini berubah jadi nafsu.Norah makin kaget, ada sesuatu yang keras di antara pantatnya, dia menggeser tubuhnya dan ki
Kakek Telo menganggukan-anggukan kepala mendengar kisah Gibran, yang menemukan tulang belulang manusia sekaligus berhasil menemukan dompet dan ponsel-nya.“Saya yakin itu salah satu orang yang mencoba membunuhku, rupanya dia sempat hidup setelah terjatuh, lalu ambil dompet dan ponselku. Tapi mungkin karena luka berat dan tak ada yang menolong, dia tewas!” cerita Gibran.“Apa sekarang rencana kamu Gibran?” pancing Kakek Telo.“Saya hari ini akan ke kota kabupaten, mau neg-cas ponsel ini dan kontak keluarga di Jakarta, agar mereka tak terlalu khawatir.”“Iya bagus, segera kamu lakukan, kurasa kesehatan kamu juga sudah pulih, waktu 3 bulanan ini sudah cukup!” saran Kakek Telo.Tak buang waktu Gibran pun besoknya naik kapal sungai menuju ke kota kabupaten yang berjarak hampir 4 jam perjalanan, karena hanya itu akses transportasi menuju ke kota kabupaten.Belum ada jalan darat, kecuali jalan kecil yang jarak tempuhnya malah bisa lebih lama.Awalnya dia ingin ajak Norah, namun Gibran beruba
Gibran ucapkan terima kasih dan bilang dia tak sembarangan gunakan senjata api standar milik anggota polri ini.“Tenang saja pa Kapolsek, senjata ini hanya buat jaga-jaga, aku tak sembarangan nembak orang,” janji Gibran.Andai bukan si jenderal bintang 3 yang memerintahkannya, pasti si Kapolsek ini sampai mati pun tak bakal beri pinjam pistolnya pada pemuda ini.Si Kapolsek ini justru kagum, saat Gibran praktekan memasukan peluru di pistol ini, dia yang selalu gunakan pistol ini sampai keheranan, melihat Gibran sangat mahir memasukan peluru dan kini menyimpannya di balik pinggangnya.Bahkan lebih mahir dari dia sendiri dan anak buahnya di Mapolsek ini. Gibran diam saja, tak menggubris keheranan Ipda Drajat.“Jangan-jangan mas Gibran ini anggota BIN,” batinnya sekaligus lega. Setidaknya senjatanya berada di tangan orang yang tepat.Sebab kalau pistolnya diberikan pada sembarangan orang, jabatannya bisa di copot sekaligus karir polisinya selesai.Berdasarkan petunjuk Ipda Drajat, Gibran
Sonya ternyata tak menolak ikut mobil yang disewa Gibran. “Kamu tinggal di mana Sonya?” pancing Gibran sambil pegang setiran.“Tuan Dyan sendiri nginap di hotel mana..?” Sonya malah balik bertanya. Sambil wajah pemuda ini.“Aku di hotel Soppeng Indah,” sahut Gibran apa adanya, karena dia memang nginap di salah satu hotel termewah berbintang 4 di kota ini.“Kalau tuan Dyan tak keberatan, boleh nggak aku ikut mampir ke hotel tuan?” pancing Sonya, sambil menoleh ke arah Gibran yang kini konsen ke jalanan.“Boleh…!” Gibran cepat, dia pun membelokan mobilnya dan kini menuju ke hotel tempatnya nginap. Inilah yang sebenarnya dia ingginkan.“Awal yang baik,” pikir Gibran, yang berencana akan korek keterangan tentang pria yang bernama Alex itu melalui Sonya ini.Setelah ambil kunci di resepsionest, Sonya tanpa ragu ikuti Gibran ke kamar hotel pemuda ini.Sonya kagum juga, Gibran ternyata nginap di kamar yang bertipe Presiden Suite, atau kamar termahal di hotel ini.Kali ini Sonya mulai yakin.
“Hmm…benaran nih mau kasih aku bonus…kalau Abang mau, aku bisa arahkan ke sebuah perusahaan yang benar-benar menambang emas.""Perusahaan mereka ini legal dan aku yakin kalau kelak mereka dapat investor, pasti akan menguntungkan. Kalau Abang ragu, bisa nanti Abang cek ke pemerintah daerah terkait, soal perusahaan itu, aku nggak bohong..?”Sonya menawarkan sebuah perusahaan tambang emas di daerah ini. Kali ini Gibran mulai tertarik.Gibran pun mengangguk. Lalu dia minta Sonya sebutkan nama perusahaan itu, Sonya pun menyebutkan dan Gibran cek melalui ponselnya, ternyata perusahaan yang Sonya sebut memang benar ada, legal alias resmi lagi.“Sonya…kalau kamu emank benar mau berhenti dari tuan Alex, aku akan angkat kamu sebagai staf penghubung perusahaanku dengan perusahaan ini, aku akan gaji kamu 5X lipat lebih besar dari gajimu sekarang,” janji Gibran.“Oh yaa…benarkah…kalau Abang serius, berani nggak Abang beri aku gaji di muka sekarang juga?” tantang Sonya dengan wajah berbinar.Tanpa
Tiga hari kemudian, baru saja Gibran selesai sarapan pagi di restoran hotel ini, dia kaget saat membaca chat dari Sonya.Sonya sebelumnya dua malam bersamanya memadu cinta panas. Tak di nyana, ketika pulang dan sesampainya di rumah, Sonya sudah di hadang Alex dan anak buahnya.“Bang, aku di sekap Tuan Alex dan anak buahnya, dia marah aku minta resign, tolong aku!” demikian bunyi chat itu.Sonya juga sempat beri alamatnya melalui aplikasi chat ini, Gibran terdiam sesaat, dia tak mau bertindak gegabah.“Hmm…musuh mulai main kayu, kasian juga Sonya.” Pikir Gibran pun menatap alamat yang diberikan Sonya melalui ponselnya.Gibran lalu balik ke kamar hotelnya, dia sembunyikan pistol pinjaman dari Ipda Drajat di sepatunya. Kini dia bergerak menuju di mana Sonya di sekap Tuan Alex dan anak buahnya.Tak ada ketakutan dalam dirinya, dia sudah siap dengan segala kemungkinan, walaupun Gibran juga sadar, pasti musuhnya tak bakal tinggal diam.Gibran terdiam sesaat ketika dekat dengan alamat yang d
“Ha-ha-ha tak di cari malah muncul sendiri, kamu memang punya nyawa rangkap tuan Gibran,” bentak Alex, sekaligus mengejek Gibran yang berani muncul dihadapannya terang-terangan.“Sabar dulu tuan Alex, aku punya tawaran lebih menarik dari tawaran yang selama ini kamu terima dari tuan Sherman yang mencoba membunuhku, melalui anak buahmu itu,” kali ini Gibran tak mau berbasa-basi lagi.“Hehh…darimana kamu tahu aku kenal tuan Sherman itu dan anak buahku pelakunya!” bentak Alex, yang tak mengira kedoknya sudah terbuka.Saking kagetnya, Alex bahkan kini mulai keluarkan pistolnya seakan menggertak Gibran. Dia pikir kalau musuh sudah tau, artinya posisinya dalama bahaya.“Hemm…tak bisakah kita bicara sebagai mitra tuan Alex, aku lupakan soal rencana pembunuhan itu. Masa aku dibiarkan berdiri,” pancing Gibran tenang.Walaupun urat syaraf di tubuhnya langsung menegang, melihat Alex keluarkan senjata itu. Tentu saja Gibran tak mau mati konyol di tembak pentolan preman yang naik pangkat jadi waki