Part24
Pov HestiKe sabaranku sudah hilang, rasa sakit di hatiku makin menjadi-jadi, terlebih saat kedatangan mas Danu dan Naomi, mas Danu terlihat lengket sekali dengan Naomi, seakan aku ini tidak ada artinya sama sekali, padahal, akulah yang berjuang mengurus Ibunya.Bukan ucapan terimakasih yang ku terima, tapi rasa sakit dihati yang terus ku tuai. Aku telah berusaha menyadarkan nya. Tapi mas Danu seakan berubah menjadi orang asing. Aku bahkan rasanya tak mengenali dirinya lagi. Kemana mas Danu ku, yang selalu memperhatikan dan mencintaiku.Puncaknya ketika malam pertama kembali kerumah Ibu, mas Danu memintaku untuk tidur bersama Ibunya, sedangkan ia ingin tidur bersama wanita jahat itu, aku tetap berusaha sabar, saat melihat pemandangan yang menyakiti mata sekaligus hatiku, rasa teriris-iris sembilu, bahkan ini lebih tajam.Mereka bergandengan tangan masuk ke kamar mas Danu, harusnya itu menjadi kamar ku dan mas Danu seperti biasaPart25Kusodorkan selembar kertas, perihal izin dari Hesti, untuk pernikahan keduaku. Sebab Naomi terus mendesak ingin segera menikah denganku."Hesti, tolong tanda tangani surat persetujuan poligami ini! Karna Naomi gak mau lama-lama menunggu sidang perceraian kita, tapi mas akan tetap urus kok!" ucapku meyakinkannya.Tatapan matanya sendu, Hesti terdiam, ntah kenapa. Melihat dia seperti ini ada rasa sakit didalam hati yang tak bisa aku pahami, mungkin saja ini hanya rasa kasihanku kepadanya."Mas ..., Kamu sudah yakin dengan keputusan ini?" tanya Hesti terbata-bata padaku, suaranya parau nyaris tak begitu terdengar."Yakin 100%, tolong jangan dipersulit, ya. Hesti!" jawabku sekenannya."Baik, mas, tapi bolehkah Hesti minta sesuatu?" mata itu berembun menatapku, suaranya tercekat, parau, napasnya tak beraturan seakan menanggung beban berat dihatinya. Aku merasa iba sekali, tapi keputusanku untuk menikah dengan
Part26Pov Bi Sari.Kesalahan terbesarku, memberikan kepercayaan kepada seorang Danu Bramasta, yang ku pikir akan tulus menyayangi gadisku, gadis yang ku besarkan seorang diri, bahkan aku rela tak menikah lagi. Semenjak di tinggal pergi untuk selama-lamanya oleh mendiang Suamiku.Bukan karna cinta padanya yang begitu besar, hanya aku tak ingin, kasih sayangku kepada Hesti terpecah, jika aku menikah lagi. Aku begitu menyayangi Hesti, apapun demi kebahagiaan nya selalu aku usahakan.Terlebih yang menyayat hati, kedua orang tua nya tak pernah menjenguknya lagi, hingga dia menjadi gadis dewasa, akulah satu-satunya tempatnya berbagi bahagia dan mencurahkan kasih.Sebelum laki-laki itu datang melamarnya, menawarkan ta'aruf padanya, hatiku mendadak pilu dan sedih, aku akan di tinggalkan sendiri, aku akan kesepian, begitulah hatiku terus bergumam, tetapi melihat raut wajah bahagia gadisku, aku tak mungkin jadi penghalang kebahagiaan nya
Part27Tring... Tring... Tringg....Panggilan telepon dari Naomi terpampang di gawai milikku.[ Iya, Naomi, ada apa?][ Mas, kamu ke rumahku, ya. Ada orang tuaku sudah datang ][Oke ] ku matikan sambungan telepon. Lalu aku segera bersiap menuju ke kediaman Naomi, semoga tidak bertemu bi Sari dan Hesti disana, gumamku dalam hati, sebab Naomi masih mengontrak rumah yang bersebelahan dengan rumah Hesti."Bi Jum, Sarah, Saya keluar dulu ya, tolong jaga Ibu dengan baik!" pintaku kepada mereka berdua."Baik, Pak!" jawab mereka bersamaan. Akupun langsung tancap gas bersama mobilku menuju ke rumah Naomi, yang memakan waktu perjalanan dengan mobil selama lima belas menit dari rumah Ibuku.Sesampainya di depan rumah Naomi, ada rasa nyeri di hatiku ini, menatap rumah di sebelah nya. Rumah yang selama setahun itu menjadi tempat di mana aku berangkat kerja dan kembali, kini rumah itu terliha
Part28Pov Hesti"Hesti, ayo makan, Sayang!" Ajak bi Sari padaku, ntah kenapa, sepulang dari Rumah Sakit, aku sering pusing dan mual.Apa karena efek obat dari Dokter, atau karna benturan keras tempo hari di kepalaku, jadi sekarang aku sering mengalami pusing dan mual."Bibi saja lah, ya, Naomi pusing banget, Bi. Mual-mual juga terus. Takut muntah-muntah." jawabku ke Bi Sari ."Mual? Muntah? Kamu tamu bulanannya gimana? Sudah ada datang gak bulan ini?" tanya bi Sari lagi sambil menatapku penasaran."Oh, iya, terakhir bulan tadi aja, Bi. Ini sudah telat 3 minggu, aku juga gak pake kontrasepsi." jawabku polos."Jangan-jangan kamu hamil Sayang, punya testpack gak?""Ada di laci, sisa 1 terakhir." sambil menunjukan ke Bi Sari letak testpack nya.Bi Sari segera membuka laci tersebut dan mengambilnya."Ayo, kekamar mandi, kita cek dulu!" Bi Sari memegang lenganku, membantuku ke ka
Part29°Pov Hesti°Aku memutuskan untuk tidak memberitahu mas Danu tentang kehamilanku, biarkan saja penyesalan datang padanya suatu hari nanti.Mas Danu menepati janjinya, membelikanku perlengkapan isi kamar semua baru, aku senang, tapi aku juga sedih. Ntahlah perasaan ini mendadak hampa. Kuelus perut yang masih rata, aku sangat berharap segera bisa bertemu bayiku. Perasaan di hati mendadak mengebu-gebu.[Terimakasih, Mas sudah memenuhi semua permintaanku! semoga pernikahannya lancar. Maaf aku tidak bisa hadir]Sendt... Kukirim pesan singkat itu ke mas Danu melalui aplikasi berwarna hijau.[Sama-sama, semoga kamu senang, emm..., Pernikahan masih ditunda, sedikit pelik][Kenapa][Gak apa-apa, kamu hadir ya, Mas sudah pilihkan gaun spesial buat kamu]'Aku mengernyitkan dahi, mas Danu, apakah hatimu sudah membeku. Memintakudatang untuk menyaksikan ke bahag
Part30°Pov Naomi°Tringg...Notifikasi pesan berlogo hijau masuk ke gawai milikku, Kuraih benda pipih yang terletak di sampingku, sambil selonjoran di atas kasur, kubuka pesan tersebut.Dari mas Danu.[Dek, Ibu masuk rumah sakit.]Deg..., apakah ini tandanya wanita Tua itu akan segera mati? Padahal baru saja aku melakukan ritual itu dua kali. Hmmm, kuraih boneka bergambarkan wajah Bu Eliza (Ibunya mas Danu) 'matilah kamu! Aku malas punya mertua tak berguna, aku juga gak bakal sudi ngurusin kamu.' Aku menggerutu sambil mengumpat boneka yang ada gambar wajah Bu Eliza, rasanya puas, sebentar lagi mati itu orang, tersenyum sinis.[Hah? Kok bisa sih, Mas] sendt..., aku berpura-pura kaget, padahal aku jelas lebih tahu. Tapi setidaknya aku akan terus memantaunya. Dari mas Danu, aku bisa lebih tahu kondisi wanita Tua itu, semoga saja kali ini dia akan mati.[Gak tau, tiba-tiba aneh aja, do
Part31°POV HESTI°Tring.. tring.. tring..Notifikasi pesan berlogo hijau muncul di atas layar gawaiku. Segera kuraih benda pipih tersebut, dan kubuka isi pesan tersebut, dari mas Danu.[Ti, Ibu sudah meninggal, tolong maafin semua kesalahan Ibu semasa hidup, ya, Ti]Deg.. meninggal, Ya Allah Ibu, inalillahi wa innailaihi rojiun. Semoga amal ibadah Ibu diterima Allah SWT, aamiin ya rabbal alamin, doaku dalam hati.[Inalillahiwa innailaihi rojiun. Semoga amal ibadah Ibu diterima Allah SWT, aamiin ya rabbal alamin, mas yang tabah, ikhlaskan Ibu, Hesti sudah memaafkan segala kekhilafan Ibu semasa hidup.]Send, kukirim pesan balasan dengan perasaan campur aduk.'Bu, kamu tak sempat menimang cucu, cucu yang begitu menjadi opsesimu, hingga sanggup mencerai beraikan keluarga kecilku. Tapi aku ikhlas atas segalanya, semoga Ibu tenang dialam sana. Berada di sisi yang maha kuasa.' gumam
Part32Jenazah Ibu telah tiba di rumah duka, di sambut tangis pilu keluarga yang kehilangan, aku pun terbawa suasana duka, terlebih Tante Andin menangis tersedu-sedu sambil memelukku, ketika jenazah Ibu di bawa masuk ke dalam rumah.Aku begitu merasakan betapa sakitnya kehilangan, terutama orang yang begitu mereka kasihi.Seluruh kerabat Ibu duduk di depan Jenazah Ibu yang terbaring kaku, semua menangis, bahkan aku berkali-kali menguatkan Tante Andin. Mas Danu mendekat setelah membayar biaya ambulance yang mengantar mereka, ia nampak terdiam memandangi wajah dingin, kaku yang tak lagi bergerak itu."Ibu," lirihnya, tubuhnya meluruh di lantai, tepat di samping jenazah Ibunya itu.Tangisnya pecah, suaranya tersedu-sedu mengundang tangis banyak yang mendengarnya, sambil beberapa kali mengucapkan maaf pada Ibunya.Tante Andin mendekat ke arah Danu dan memeluknya, mereka berusaha saling menguatkan. Nyata kehilangan itu adalah hal yang menya
"Danu, antar Ayah ke rumah kita, ya!" Pinta Ayah kepadaku yang masih termenung memikirkan nasibku. Kehilangan Istri terbaik, dan di khianati wanita baru yang menguras habis hartaku.Bahkan rumah ini pun tergadai, hanya untuk membahagiakan wanita jahat itu."Danu, tolong antar Ayah ke rumah lama, Ayah dan Tante mau tinggal di sana saja! Disini sudah tidak ada Hesti, Ayah sedih kalau ingat dia," ucap Ayah dengan wajah sendunya.Bagaimana aku bisa mengantar Ayah, sedangkan rumah itu telah beralih pemilik, bahkan rumah yang sekarang aku tempati pun terancam diambil pihak Bank. Sebab aku belum bisa melunasi tagihan tiap bulannya. Usahaku merosot turun, entah kenapa rasanya rezekiku mulai menjauh."Maaf, Yah. Rumah kita yang lama, sudah Danu berikan kepada Ira, maafkan Danu!" ucapku getir.Plakk ... Tamparan Ayah seakan meremukkan wajahku, sakit dan sangat panas rasanya.Mata Ayah menatapku tajam, dengan rahang yang mengeras ia memakiku. "Dasar lelaki
°pov Mama Naomi°"Papah, Ira, keterlaluan sekali kalian ini."Hancur lebur hatiku, melihat pemandangan yang begitu memilukan hati. Suami yang selama bertahun-tahun setia hidup bersamaku, dalam duka maupun suka, kini bergelut penuh cinta di belakangku.Yang paling menyakitkan hati lagi, wanitanya adalah keponakanku sendiri."Sejak kapan ini terjadi?"tanyaku dengan emosi yang terus kutahan, menatap penuh amarah kepada dua makhluk yang bermain cinta diatas dosa ini."Su--dah lama," sahut Ira terbata-bata."Kenapa kamu tega, Ira?" tanyaku lagi dengan nada sebiasa mungkin, agar Ira tidak gugup menjawab pertanyaanku. Sedangkan orang tuanya nampak syock dan terdiam menatap anaknya."Maafkan kami, Mah!"sahut suamiku."Jelaskan!" Lagi-lagi aku ingin fokus tahu, apa penyebab kegilaan mereka ini."Pertama kali Tante membawaku ke rumah, aku dan Om Hendra, sudah mulai melakukan hubungan terlarang
Part56Aku kembali ke kota cantik, untuk menjemput Ira, aku datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Kediaman Ira nampak sepi, aku langsung saja masuk, pintu luar tidak terkunci. Terdengar suara cekikikan yang berasal dari dalam kamar Ira, tanpa mengucapkan salam, aku langsung saja berjalan menuju kamar itu.Ku dorong pelan pintu kamarnya."Astaghfirullah ..., Ira." Aku tercengang tak percaya, wanita yang baru beberapa Minggu ini resmi ku nikahi telah berani berbuat curang."Mas, kenapa--- da--tang tanpa memberitahu dahulu?" tanyanya terbata-bata."Sejak kapan?" Aku bertanya dengan tenang, sebisa mungkin ku tahan segala emosi di dalam dada.Ira membenarkan selimut, agar menutupi keseluruhan tubuhnya. Dia tidak menjawab sama sekali pertanyaanku, hanya menunduk."Sejak kapan? Om." Aku bertanya kembali dengan laki-laki di sampingnya.Mereka berdua menatapku sesaat."Pulangl
Part54"Beri Mas waktu, mas akan tebus secepatnya!" pintuku dengan sungguh-sungguh.Padahal aku saat ini bingung, itu memang salahku, yang begitu terbuai akan cinta yang baru dari seorang daun muda yang lagi segar-segarnya. Ia bahkan pandai memuaskan ku dalam segala hal.Hingga aku kalap, selalu memenuhi apapun mau wanita baruku itu. Tentunya tanpa sepengetahuan Hesti Istriku yang sekarang nampak membosankan dan bak bunga layu, tak segar dan tak menggairahkan lagi.Aku jelas tak mungkin bisa memenuhi mau nya Hesti untuk memberikan sertifikat rumahnya kembali, sebab uang hasil sertifikat itu saja sudah ku habiskan untuk bersenang-senang bersama wanita baruku itu.Rumah mendiang Ibuku? Hesti saja tidak tahu, bahwa rumah itu telah ku hadiahkan untuk kekasih tercintaku ini, rumah itu pula tempatku memadu kasih bersamanya."Mas, aku hamil!" ujar Ira, wanita yang kini tengah menjalin hubungan terlarang bersamaku.
Part53"Nak, ayo sudah siap belum!" teriak Ibu dari bawah.Aku bergegas keluar kamar, aku dan Ibu berencana berbelanja kebutuhan dapur hari ini, sambil jalan-jalan. Sedangkan Mas Danu, sudah sehari ini dia tak pulang ke rumah, bahkan ponselnya saja tidak ia aktifkan.Aku menghela napas berat, kala harus mengingat tingkah Mas Danu akhir-akhir ini yang sangat mencurigakan."Ayo, Bu!" anakku, setelah sampai dilantai bawah, tempat Ibu menunggu sedari tadi. Kami pergi bertiga, aku, Ibu dan si kecil dalam gendongan. Menaiki taksi online, kami menuju pusat perbelanjaan terbesar, sebab biasanya barang yang menjadi pilihan lebih banyak.Sesampainya di parkiran, kami langsung menuju masuk kedalam.Ibu memilih menggendong anakku, sedangkan aku sibuk menelusuri tempat perbelanjaan dengan mataku, sibuk mencari bahan yang kami perlukan."Ti," Ibu memanggilku yang tengah berjalan kesana kemari mendorong troli belanja.
Part52Akhir-akhir ini, mas Danu sering pulang tengah malam, bahkan kadang bisa pagi hari baru pulang. Alasannya banyak kerjaan, tapi ko firasatku berkata lain, ada hal yang ia sembunyikan."Selamat malam," sapa Mas Danu, saat memasuki kamar kami, raut lelah tergambar di wajah gantengnya. Aku tersenyum, lalu mencium takzim punggung tangannya.Mas Danu masuk kekamar mandi yang tersedia didalam kamar kami, ia membersihkan diri, lalu menghempaskan tubuh diatas ranjang.Aku sambil fokus menggendong bayi kami yang lagi menyusu.Bunyi getar handphone terdengar berderit diatas laci nakas samping ranjang, aku mendekat ke arah benda pipih itu terletak.Panggilan seseorang yang disebut Pak Dira. Mungkin panggilan penting, sebab jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi masih ada panggilan telepon.Aku mengangkatnya, sebelum aku bersuara, terdengar suara lebih dahulu dari sebrang telepon dengan nada marah.
Part51Semenjak Satpam gadungan itu tertangkap, memang keadaan sudah mulai membaik, bahkan rumah tidak mengerikan seperti dahulu, hidup kami sudah mulai membaik lagi.Mas Danu, ia makin sering perhatian pada aku dan anaknya, ia begitu terlihat sangat mencintai kami.Suara ketukan pintu luar menggema, aku yang bersantai diruang keluarga bersama anakku, langsung kuraih laptop yang ada dimeja, sebelum membuka pintu, aku terbiasa ngecek keadaan rumah dari CCTV yang tersambung di laptopku.'Ayah? Apakah ini Ayah dan keluarga nya'gumamku dalam hati."Bi, bukain saja pintunya, suruh tunggu diruang tamu!"titahku, Aku bersiap-siap menyambut mereka, namun, terlebih dahulu ku kirimkan pesan untuk Mas Danu.Pesan singkat dari aplikasi berwarna hijau.[ Mas, Ayah datang kemari bersama keluarga barunya ] sendt ...[ Serius? Ngapain mereka datang?] balasnya.[ Belum tahu, nanti ku kabari
Part 50•POV Mamah Naomi•"Apa? Kamu buron?" Aku tersentak kaget."Iya, aku terlalu lama bersembunyi membawa bayi mereka!""Bedebah, kenapa kamu bisa seceroboh itu!" Aku kesal langsung membanting gawaiku ke lantai. Hancur berserakan.Aku benci mendengar kabar itu, aku benci jika harus memikirkan masalah yang akan aku hadapi.Seceroboh itu, aku salah memilih orang untuk bermain.Hesti!!! Aku benci, gara-gara kamu dan Danu, anakku meregang nyawa sia-sia.Aku tidak akan ikhlas dan rela melihat kebahagiaan kalian. Akan ku hancurkan.Aku menghela nafas panjang, mencoba mengendalikan diri, gugup kini menyerang tubuhku, pikiran mulai pusing dengan segala kemelut hidup yang melilit hati. Dendam mendarah daging ditubuh ini kian membara, sebelum hancur aku takkan mundur.Ku pandangi gawaiku yang hancur berserakan, aku mendekat, kuraih gawai itu, aku lemparkan kesana ke
Part 49Polisi akhirnya mulai menyelediki laporanku, aku yakin, penculikan ini pasti ada campur tangan Satpam yang baru sehari bekerja dirumah kami.Mas Danu tergopoh-gopoh berlari menuju ke arah kami semua berdiri."Sayang! Sayang mana bayi kita?" tanya nya dengan nafas memburu, wajah basah keringat dan memerah.Aku menangis sesenggukan kembali, teringat keadaan bayiku yang sudah menghilang selama 5 jam ini."Mas, kamu dapat Satpam dari mana?" tanyaku dengan wajah datar."Satpam, ia rekomendasi dari Mamah nya Naomi," jawabku."Apa? Kenapa Mamah nya Naomi rekomendasi ke Mas Danu tentang Satpam itu. apakah Mas bercerita padanya bahwa Mas nyari Satpam?" tanyaku panjang lebar menatap lekat wajahnya itu."Ada, cuma waktu itu kebetulan Mas sama Mamah Naomi ketemu diluar, Mas ngobrol sebentar lalu mengatakan padanya bahwa Mas nyari petugas keamanan!" jelasku."Mas, apa Mas gak curiga?