"Danu, antar Ayah ke rumah kita, ya!" Pinta Ayah kepadaku yang masih termenung memikirkan nasibku. Kehilangan Istri terbaik, dan di khianati wanita baru yang menguras habis hartaku.
Bahkan rumah ini pun tergadai, hanya untuk membahagiakan wanita jahat itu."Danu, tolong antar Ayah ke rumah lama, Ayah dan Tante mau tinggal di sana saja! Disini sudah tidak ada Hesti, Ayah sedih kalau ingat dia," ucap Ayah dengan wajah sendunya.Bagaimana aku bisa mengantar Ayah, sedangkan rumah itu telah beralih pemilik, bahkan rumah yang sekarang aku tempati pun terancam diambil pihak Bank. Sebab aku belum bisa melunasi tagihan tiap bulannya. Usahaku merosot turun, entah kenapa rasanya rezekiku mulai menjauh."Maaf, Yah. Rumah kita yang lama, sudah Danu berikan kepada Ira, maafkan Danu!" ucapku getir.Plakk ... Tamparan Ayah seakan meremukkan wajahku, sakit dan sangat panas rasanya.Mata Ayah menatapku tajam, dengan rahang yang mengeras ia memakiku. "Dasar lelakiBab1 Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku Pagi yang indah dan sejuk itu, tidak mampu membuatku merasa tenang dan nyaman. Permintaan Ibu tempo hari, sukses membuatku uring-uringan. Akankah aku tega, menyakiti dia yang selama ini begitu baik memperlakukanku? Atau kah aku tega menyakiti hati ibuku? Wanita yang berjuang melahirkanku, hingga membesarkanku seperti sekarang ini. Pagi itupun, kuberanikan diri, untuk mulai mengutarakan niat Ibuku. "Apa? Mas Danu mau menikah lagi ...." Hesti bertanya kepadaku. Wajah cantiknya nampak begitu syok, ketika aku menjelaskan permintaan Ibu. Aku meraih tangannya, dan menggenggamnya erat. "Maafkan mas, Dek. Semua ini permintaan Ibu, kamu tau kan, surga Mas, ada padanya. Nggak mungkin mas nolak permintaan Ibu," jawabku lembut, mencoba menyentuh hatinya. "Kenapa Ibu ingin mas menikah lagi? Apa karena, Hesti belum hamil, Mas? kita kan sudah berusaha Mas.Lagi pula pernikahan kita baru berjalan setahun ini," ucap Hesti sambil menghela napas be
Bab2 "Bu, tidak perlu sekasar itu," pintaku dengan pelan. Istriku itu hanya diam dan menunduk. Aku tahu, saat ini dia pasti sangat terluka, atas segala ucapan kasar Ibu.Ibu menarik napas, dan mengabaikanku. "Kamu jelas sudah tahukan? Bahwa Danu, akan saya nikahkan lagi." Ibu menarik napas, "Jika kamu tidak ingin sakit hati dan terdzolimi, silahkan ajukan cerai ke anak saya! Tapi jika memilih dimadu, kamu dan Naomi akan tinggal bersama! Kamu melayani segala kebutuhan Naomi disana, karna Ibu nggak mau menantu Ibu Naomi, akan merasa susah tinggal disana." Hesti masih terdiam, mendengar ucapan Ibu. "Bagi Ibu, Naomi sangat berharga, karena dari rahimnya,kelak akan lahir keturunan keluarga Bramasta, setelah menikah dengan Danu. Tidak seperti kamu, sudah setahun menikah. Tapi masih tidak mampu memberikan Ibu cucu," tutur Ibu ke Hesti. Hesti menatap lekat Ibu, kemudian beralih sesaat menatapku. "Kenapa harus saya yang melayani-nya Bu? jika Naomi merasa memiliki hak yang sama, harusnya
Part3"Ibu benar- benar bingung sama kamu, Nu. Masa kamu lemah begini sama Hesti, dia ini kurang ajar, Nu.""Bu, sudahlah, biarkan aku Hesti bicara lagi nanti, tolong jangan membesar- besarkannya."Ibu mendengkus, melihatku dengan kesal."Danu, kamu terlalu lembek, Nak. Jangan mau kamu diatur- atur dia, dan cuma dijadikan mesin pencetak uang. Kamu itu anak Ibu yang berharga, Ibu nggak mau kamu di peralat dia.""Bu, jangan seperti itu, setahun rumah tangga kami, tidak pernah sedikitpun Hesti meminta uang lebih. Danu selalu memberikan uang bulanan, yang tidak pernah Hesti hambur-hamburkan. Bahkan, untuk membeli barang kesukaannya saja, ia selalu meminta izinku."Ibu melirik sinis ke arah Hesti."Pandai sekali kamu lawan ucapan Ibu, dan selalu membela wanita ini, entah ilmu pelet semacam apa, yang membuat kamu bodoh begini," gumam Ibu.Aku hanya menarik napas berat, beginilah wanita, sulit untuk diberi pengertian. Apalagi ibuku, dia mana mau tahu tentang pemikiran orang lain. "Hesti, say
Part4"Kan bisa pesan gofood, Naomi.""Mas ...." Terdengar suara Hesti memanggil. Aku menoleh, wanitaku itu sudah siap dengan mukena di pakainya."Ayo mandi, kita solat dulu," ujarnya sambil berdiri di ruang tamu."Naomi, kamu pesan gofood saja lah, ya. Aku mau solat dulu," ujarku."Mas, kok kamu tega sih mengabaikan aku. Kan kita bisa makan malam diluar, temani aku," rengek Naomi lagi."Naomi, kami harus solat dulu! Tolong jangan membuat waktu suamiku habis, karena waktu magrib, sebentar lagi akan lewat ...."Naomi memasang wajah kesal, mendengar ucapan Hesti."Yaudah, Mas. Kamu solat dulu, aku tunggu saja," ujarnya berlalu masuk ke dalam rumah kami, dan duduk disofa tamu.Aku dan Hesti hanya bisa menghela napas berat. Tidak ingin membuang waktu lagi, aku dan Hesti menaiki anak tangga, dan membiarkan Naomi di sana sendiri.Selesai solat, aku memandangi istriku, ketika dia mencium tangan ini, dan kukecup keningnya."Mas, itu si Naomi bagaimana?" tanya Hesti padaku."Mau makan dia, kata
Part5°pov Hesti°"Mas Danu, dia akan menikah lagi Bu, Pak." Aku berkata dengan terisak, sambil tergugu menatap pilu sebuah foto usang kedua orang tuaku.Hanya foto mereka yang aku miliki.Menurut cerita bi Sari, kedua orang tuaku merantau jauh. Mereka jadi TKW dan TKI, aku sendiri, di titipkan dan di besarkan oleh bi Sari.Bi Sari, wanita hebat itu membesarkan aku seorang diri, karena suaminya telah lama meninggal dunia. Wanita hebat itu, memilih fokus membesarkanku, dari pada menikah lagi, aku menyayanginya.Akulah teman hidupnya satu-satunya, setelah Kakek dan Nenek berpulang.Bapak dan Ibu tidak pernah pulang ke Indonesia lagi. mereka hanya mengirimkan uang pada Bibi, bahkan untuk sekedar menelponku pun tidak pernah sama sekali.Terakhir kabar yang kudengar, Bapak telah menikah lagi. Dan Ibu tidak pernah ada kabar sama sekali.Aku bersekolah hanya sampai SMA saja, setelah itu aku bekerja di sebuah perusahaan retail yang cukup besar di kotaku.Dan aku bekerja di bagian kasirnya. Di
Part6"Atagfirullah," pekik Hesti.Aku pun turut terkejut, melihat perbuatan Ibu yang begitu saja menghamburkan sarapan pagi kami."Bu, kenapa harus seperti ini," pekikku."Danu! Makanan Hesti tidak enak, Ibu tidak suka. Kamu jangan makan itu lagi, rasanya benar- benar menjijikkan," bentak Ibu padaku."Bu, jangan keterlaluan seperti ini, tolong hargai Danu, Bu. Biar bagaimana pun juga, Hesti adalah istri Danu ....""Mentang- mentang dia istri kamu, jadi kamu nggak apa- apa gitu, makan makanan buruk begitu?""Ya, apapun yang Hesti masak, Danu akan selalu makan. Jika Ibu tidak suka, itu tidak masalah, asal jangan di buang begini semuanya!!""Pandai sekali kamu melawan Ibu. Mau jadi anak durhaka kamu?" Ibu marah dan melotot kepadaku."Semakin kamu berani melawan Ibu, maka Ibu akan semakin membenci Hesti ...."Mendengar penuturannya, membuatku kembali merasa tidak berdaya.Sebagai anak tunggal, aku memang mendapatkan begitu banyak cinta dari Ibu dan Ayah selama ini.Kasih sayang mereka, ku
Bab7 Memory lama itu kembali berputar di ingatanku. Dan Ibu benar- benar membawa Naomi ke dalam rumah tangga kami. Naomi, teman masa kecilku, sekaligus tetangga kami dahulu.Semenjak Ayahnya pindah tugas ke kota lain, kami memang tidak pernah bertemu lagi, bahkan berkomunikasi. Tidak kusangka, kami akan bertemu dengan kisah yang berbeda. Jika dulu kami adalah teman baik, kini lain ceritanya. Naomi datang, sebagai calon istri keduaku. "Mas, kenapa sih kamu kaku begini? Lagian aku cuma mau cium kamu ...." suara Naomi seakan menyeretku kembali ke alam sadar, setelah teringat berbagai kejadian- kejadian sebelumnya di hidupku. "Kamu nggak suka sama aku, ya. Kok aku jadi sedih begini. Kalau memang kamu terpaksa sama aku, aku bisa bantu bilang sama Ibu, mungkin dia mau paham," ujar Naomi, yang membuatku menjadi tidak nyaman. "Naomi, kita bukan pasangan halal, aku nggak mau melakukan kontak fisik sama kamu, sebelum kita menjadi pasangan halal, itu bukti aku menghargai kamu." Aku menco
Bab8Disaat otak ini teracuni oleh napsu, tiba- tiba ponsel dicelanaku bergetar. Aku bergegas menjauhkan kuat Naomi dari tubuhku dan aku pun langsung berdiri, menjauh dari tempat tidur wanita itu.Kuambil ponsel disaku celana, dan kulihat panggilan istriku sayang masuk. Aku menjawab panggilan itu, sembari melangkah lebar, meninggalkan kamar Naomi.Wanita itu terus mendesah, seakan masih berusaha menggodaku. Tapi aku tetap berjalan mantap, meninggalkan rumah Naomi."Aku tidak harus mengikuti kemauan Ibu yang satu ini. Ini tidak benar, dan aku tidak bisa," gumamku dalam hati."Hemm, ada apa sayang?" tanyaku pada Hesti, ketika selesai menjawab salam darinya."Aku melihat mobil kamu, Mas. Kamu dimana?" tanya istriku itu."Nih di depan rumah kita," jawabku cepat, karena memang sekarang aku sudah ada di depan rumah kami. Aku meninggalkan Naomi begitu saja, biarlah."Oh baiklah, aku buka pintunya," ucap Hesti, dan panggilan telepon pun berakhir, dengan mengucapkan salam.Setelah dibuka pintu,