Part35
°pov Naomi°"Akan celaka?" Aku mengulang ingatan tentang larangan yang pernah Mbah Kunti sebutkan."Ya, itu benar, akan tetapi, wanita itu lebih dulu menerima upahnya. Salah-salah memang nyawa taruhannya," ucap Mbah Kunti, sambil manggut-manggut tak jelas."Lalu? Bagaimana dengan, Saya? Mbah," tanyaku memelas, berharap ada jalan keluar dari Mbah Kunti, aku gak mau celaka, aku belum nikah, umurku masih terlalu muda untuk mati. aku menggerutu dalam hati, sambil menatap nanar ke arah Mbah Kunti.Mbah Kunti tersenyum. "Ada satu cara, agar kamu terhindar dari akibat buruk botol itu. Kamu harus mandi kembang tujuh rupa, dan berkeliling rumah tuhukali di malam Jum'at Kliwon, tanpa mengenakan apapun, saya akan memberikan air, untuk kamu gunakan mandi." "Saya bersedia, Mbah, saya mau." Aku tergagap-gagap, setidaknya aku memiliki harapan, aku tak mau mati konyol seperti Bu Eliza.Part36*POV Ayah*"Mas, mas sudah sadar?" Perempuan itu tersenyum menatapku, matanya berkaca-kaca. Sedangkan aku, aku bingung apa yang terjadi?."Dimana ini?" Tanyaku, masih kebingungan.Ku tatap lagi wanita ini, Ayu Tyas. Istri kedua ku. Lalu, dimana Danu dan Eliza? Mereka tak datang atau sudah membuang ku, mungkin saja mereka sudah mengetahui semuanya."Mas, mas dirumah sakit, Mas maafkan aku, ya! Aku yang membuat mas seperti ini!" Dia tertunduk, sambil memegang erat telapak tanganku.Flashback."Ayu, aku ingin kita sudahi saja pernikahan ini! Aku, merasa bersalah pada Danu dan Ibunya. Terlebih sekarang ini, menantuku seakan menuai karma dari kelakuan ku. Ibunya Danu memaksa Danu untuk menikah lagi. Wanita itu, Istrinya Danu terisak bercerita padaku, aku merasakan luka hatinya, yang ku tahu Dia tak punya siapa-siapa lagi selain Bibi nya. Aku merasa seakan di tampar ketika Isak tangisnya akan r
Part36*POV Ayu*Aku, seorang TKW dari sebuah Desa terpecil, memiliki seorang anak perempuan yang berumur satu tahun saat itu, aku dan Suamiku Mas Farhan, memutuskan untuk bekerja ke LN.setahun pertama hubungan kami selama LDR, berjalan dengan baik. Bahkan untuk masalah biaya anak kami yang di titipkan pada Adikku, Sari. Lancar dan terkendali.Menginjak 4 tahun, kami mulai merenggang, hingga pada akhirnya, Mas Farhan, tega menalakku.[ Hallo, ada apa, Mas?] Tanyaku, mengangkat panggilan telepon nya.[ Ayu, Maafkan, Mas. Sepertinya pernikahan kita sudah tidak sehat lagi, Mas tidak bisa bersama kamu dan anak kita lagi! ][ Mas, Mas kenapa tiba-tiba, bukankah ini keputusan kita bersama untuk bekerja. Agar mengangkat kehidupan ekonomi kita, Mas. Pikirkan nasib anak kita, tolong fokus, jangan aneh-aneh ] ucapku memohon padanya.[ Gak bisa, Dek. Mulai hari ini, Mas talak kamu, kamu b
Part39Hesti hamil, hamil, kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di ingatanku, melihat Naomi bertindak brutal di hari terburuk bagiku dan keluarga, kehilangan Ibu yang sangat aku sayangi, kini, bahkan ocehan nya pun tak bisa ku dengar lagi.Dari kecil hingga dewasa, aku memang begitu dekat dengan Ibu, di banding Ayah, yang selalu sibuk dengan bisnis nya. Ibu meskipun sibuk, tapi Ia selalu memperhatikan ku.Hatiku meringis pilu, kini Ibu telah berpulang untuk selama-lamanya. Maafkan Danu, yang tidak memenuhi keinginan Ibu semasa hidup, tapi kini Hesti hamil, Bu. Cucu yang Ibu inginkan.Aku kecewa atas sikap Naomi, aku bahkan malu rasanya dengan tingkah nya saat itu. Aku terpaksa mengusir nya meskipun hati ini berat. Biarlah ku berikan pelajaran dahulu untuknya, agar nantinya Ia tak semena-mena terhadap ku.Aku ingin tetap bersama Hesti, juga bersama Naomi, itu menjadi bagian impian ku.Aku terus mepet
Part39Hesti hamil, hamil, kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di ingatanku, melihat Naomi bertindak brutal di hari terburuk bagiku dan keluarga, kehilangan Ibu yang sangat aku sayangi, kini, bahkan ocehan nya pun tak bisa ku dengar lagi.Dari kecil hingga dewasa, aku memang begitu dekat dengan Ibu, di banding Ayah, yang selalu sibuk dengan bisnis nya. Ibu meskipun sibuk, tapi Ia selalu memperhatikan ku.Hatiku meringis pilu, kini Ibu telah berpulang untuk selama-lamanya. Maafkan Danu, yang tidak memenuhi keinginan Ibu semasa hidup, tapi kini Hesti hamil, Bu. Cucu yang Ibu inginkan.Aku kecewa atas sikap Naomi, aku bahkan malu rasanya dengan tingkah nya saat itu. Aku terpaksa mengusir nya meskipun hati ini berat. Biarlah ku berikan pelajaran dahulu untuknya, agar nantinya Ia tak semena-mena terhadap ku.Aku ingin tetap bersama Hesti, juga bersama Naomi, itu menjadi bagian impian ku.Aku terus mepet
Part40*Pov Naomi*Haruskah ku lenyapkan Hesti dan Bayi nya? Kalau ku biarkan, bisa saja mereka nanti nya akan menjadi penghalang hubungan ku dan Mas Danu. Tapi bagaimana caranya, melenyapkan nyawa orang begitu saja itu sulit.Bisa-bisa aku bakal masuk bui, otakku terus mencari cara, agar aku bisa segera bersatu dengan Mas Danu.Uekk, huh, kenapa ini? Rasanya perutku terus mual hari ini.Apa jangan-jangan aku? Ah, kacau! Aku sudah telah hampir dua bulan.Apa aku hamil? Anak bajingan itu!.Seketika aku langsung histeris, aku benar-benar kacau dan frustasi, masalah terus saja datang menghampiri ku.Aku segera keluar, membeli alat kontrasepsi ke apotek terdekat.Selesai membeli aku segera pulang.Agrrh, setelah ku cek alat pendeteksi kehamilan tersebut, betapa terkejutnya aku, rasanya seperti mimpi buruk.Aku hamil, anak bajingan itu, seketika tubuh ku li
Part41Aku menatap nanar ke arah Bi Sari yang berang melihatku, Ia terus berusaha mengusirku menjauh dari Hesti. Tapi aku pun terus berusaha bertahan, biar bagaimanapun Hesti masih Istri Sah ku.Dokter keluar dari ruangan Hesti, aku dan Bi Sari tergopoh-gopoh menuju ke arah Dokter tersebut."Dok, bagaimana keadaan ponakan saya?" Ujar bi Sari sambil terisak."Ia belum sepenuhnya sadar dari obat bius, pasien mendapat luka robek di kepala, dan mendapatkan lima jahitan, kandungan nya juga melemah. Sekarang pasien kita biarkan beristirahat terlebih dahulu," jelas Dokter sambil mengulas senyum ia berjalan menuju ruangan nya.Aku hanya bisa terdiam, semoga Hesti dan anakku tidak apa-apa. Aku mengusap kasar wajahku."Mas, ayo kita pulang!" Rengek Naomi. Sebenarnya ingin sekali aku marah dan mengamuk, tapi aku mencoba menahan diri."Pulang lah Naomi, jangan membuat ku lepas kendali." Ujar ku pelan, berharap ia
Part42Aku panik, membayangkan keadaan Hesti saat ini, aku sangat khawatir dan ketakutan. Pikiran buruk terus membayang-bayangi ku.Aku berusaha menghubungi bi Sari, agar aku tahu kabar Hesti saat ini, namun tidak ada jawaban sama sekali, apakah Hesti saat ini dalam kondisi tidak baik-baik saja, hingga untuk menjawab telepon dari ku pun bi Sari tidak bisa. Aggrrhhhh, aku mengusap kasar wajahku.Dering telepon masuk membuyarkan lamunanku, aku spontan meraih gawaiku, tanpa melihat si pemanggil aku langsung mengangkat dan bertanya-tanya seakan-akan yang menelpon ku adalah bi Sari.*Mas, kamu ngomong apa, sih. Ini aku Naomi!" Ucap Naomi dari sambungan telepon.Seketika aku tersentak, ku lihat kembali gawaiku, ternyata bukan bi Sari, seketika rasa kecewa menyeruak di dalam dada. Tanpa menjawab Naomi, ku bantik gawai miliku ke lantai rumah sakit. Hancur lebur benda pipih itu tergeletak di lantai berserakan, seperti inilah
Part43Aku terus mencoba menghubungi Bi Sari, tapi tak pernah sekalipun Ia menjawab panggilan ku.Sebulan sudah berlalu, setiap hari pula aku bolak balik rumah Hesti, berharap rumah itu segera kedatangan penghuni nya. Nyata nya nihil.Aku mencari informasi keberadaan rumah sakit Hesti di rawat, namun pihak rumah sakit sebelum nya tidak mau memberitahu ku, sebab itu permintaan keluarga pasien, begitulah alasan mereka, ketika aku bertanya.Tiba saatnya keluarga Naomi menuntut tanggung jawabku, sebab mereka khawatir perut Naomi makin membesar, dan akan membuat keluarga mereka malu.Aku masih berusaha mengelak dan meminta waktu, bagaimana mungkin dengan keadaan seperti ini, aku menikahi Naomi, sedangkan Istriku? Aku bahkan tidak tahu kabar nya lagi, masih hidup kan atau telah tiada.Agrrrhh, ku usap kasar wajahku."Danu, kami tidak bisa menunggu lagi, sekarang kamu mau bertanggung jawab dengan