Part41
Aku menatap nanar ke arah Bi Sari yang berang melihatku, Ia terus berusaha mengusirku menjauh dari Hesti. Tapi aku pun terus berusaha bertahan, biar bagaimanapun Hesti masih Istri Sah ku.Dokter keluar dari ruangan Hesti, aku dan Bi Sari tergopoh-gopoh menuju ke arah Dokter tersebut."Dok, bagaimana keadaan ponakan saya?" Ujar bi Sari sambil terisak."Ia belum sepenuhnya sadar dari obat bius, pasien mendapat luka robek di kepala, dan mendapatkan lima jahitan, kandungan nya juga melemah. Sekarang pasien kita biarkan beristirahat terlebih dahulu," jelas Dokter sambil mengulas senyum ia berjalan menuju ruangan nya.Aku hanya bisa terdiam, semoga Hesti dan anakku tidak apa-apa. Aku mengusap kasar wajahku."Mas, ayo kita pulang!" Rengek Naomi. Sebenarnya ingin sekali aku marah dan mengamuk, tapi aku mencoba menahan diri."Pulang lah Naomi, jangan membuat ku lepas kendali." Ujar ku pelan, berharap iaPart42Aku panik, membayangkan keadaan Hesti saat ini, aku sangat khawatir dan ketakutan. Pikiran buruk terus membayang-bayangi ku.Aku berusaha menghubungi bi Sari, agar aku tahu kabar Hesti saat ini, namun tidak ada jawaban sama sekali, apakah Hesti saat ini dalam kondisi tidak baik-baik saja, hingga untuk menjawab telepon dari ku pun bi Sari tidak bisa. Aggrrhhhh, aku mengusap kasar wajahku.Dering telepon masuk membuyarkan lamunanku, aku spontan meraih gawaiku, tanpa melihat si pemanggil aku langsung mengangkat dan bertanya-tanya seakan-akan yang menelpon ku adalah bi Sari.*Mas, kamu ngomong apa, sih. Ini aku Naomi!" Ucap Naomi dari sambungan telepon.Seketika aku tersentak, ku lihat kembali gawaiku, ternyata bukan bi Sari, seketika rasa kecewa menyeruak di dalam dada. Tanpa menjawab Naomi, ku bantik gawai miliku ke lantai rumah sakit. Hancur lebur benda pipih itu tergeletak di lantai berserakan, seperti inilah
Part43Aku terus mencoba menghubungi Bi Sari, tapi tak pernah sekalipun Ia menjawab panggilan ku.Sebulan sudah berlalu, setiap hari pula aku bolak balik rumah Hesti, berharap rumah itu segera kedatangan penghuni nya. Nyata nya nihil.Aku mencari informasi keberadaan rumah sakit Hesti di rawat, namun pihak rumah sakit sebelum nya tidak mau memberitahu ku, sebab itu permintaan keluarga pasien, begitulah alasan mereka, ketika aku bertanya.Tiba saatnya keluarga Naomi menuntut tanggung jawabku, sebab mereka khawatir perut Naomi makin membesar, dan akan membuat keluarga mereka malu.Aku masih berusaha mengelak dan meminta waktu, bagaimana mungkin dengan keadaan seperti ini, aku menikahi Naomi, sedangkan Istriku? Aku bahkan tidak tahu kabar nya lagi, masih hidup kan atau telah tiada.Agrrrhh, ku usap kasar wajahku."Danu, kami tidak bisa menunggu lagi, sekarang kamu mau bertanggung jawab dengan
Part44Tiba hari, dimana aku dan Naomi akan melangsungkan resepsi pernikahan kedua kami di hotel bintang lima, dan undangan pun hanya untuk keluarga besar Naomi dan para relasi bisnis Papahnya. Resepsi ku gelar secara private, tetapi entah bagaimana, kabar pernikahan ku dan Naomi sampai ke telinga Tante Andi.Bahkan Hesti pun mengucapkan selamat padaku melalu pesan singkat. Aku tertegun sejenak, ketika mendapat panggilan telepon dari Tante Andin yang mengamuk dan memaki ku.Aku sudah bersiap duduk di pelaminan seorang diri, sedangkan Naomi masih dikamar nya, di rias secantik mungkin oleh perias handal kepercayaan keluarga nya."Danu! Bedebah." Teriakkan memekik menyeru namaku, aku menoleh ke asal suara itu, bahkan kini semua tamu memandang padanya.'Tante Andin' dia memandang sinis padaku, dengan tangan mengepal. Namun masih membeku di tempat ia berdiri.Aku pun merasa darahku mendesir hebat, tubuh gemetar, dan degub
Part45Aku benar-benar gak nyangka, Naomi telah pergi secepat ini, padahal Ia sangat ingin bisa hidup bersamaku. Perihal alasan di balik kematian nya, aku tak mau ambil pusing lagi, aku hanya berharap Allah mengampuni segala dosa nya, menerima amal ibadah nya.'Mas ikhlas sayang' lirihku menatap tanah yang masih basah bertabur bunga segar.Kedua orang Tua nya memutuskan untuk kembali ke kota tempat tinggal mereka, aku mengurus pengajian untuk Naomi sampai selesai."Mas..., " suara itu, aku menoleh kebelakang, benar saja, suara itu aku mengenali nya."Hesti." Aku menatap nya kaku, beberapa bulan aku tak melihatnya, tak tahu kabarnya, kini ia datang menemui ku.Ia mendekat, sambil mengulas senyum tipis diwajah manisnya."Kamu yang kuat, yang sabar dan harus ikhlas," ucapnya sambil meraih telapak tanganku."Terimakasih, Insya Allah aku sudah ikhlas. Kamu bagaimana keadaan nya? Bayi
Part46•pov Mama Naomi•"Pah, sudah denger kabar tentang Danu belum?" Tanyaku sambil duduk di samping nya."Gak ada, kenapa emang nya? Mah." Tanya nya sambil mengernyitkan dahi."Danu rujuk lagi sama Istrinya yang pernah di talak waktu itu. Mamah jujur aja Pah, masih janggal dengan kematian nya anak kita, apa mungkin ini ulah perbuatan si Hesti itu ya, Pah?""Hush..., gak boleh Mamah berprasangka tidak baik begitu!" Ucapnya menatap lekat wajahku.Aku mendesah kasar membalas tatapannya."Pah, wajar Mamah curiga, kematian Naomi itu gak wajar, bahkan kematian nya bertepatan dengan hari pernikahan kedua nya. Bisa saja Hesti gak terima semua itu, lalu sakit hati dan melakukan jalan halus untuk membunuh Naomi!" Jelasku menggebu-gebu.Suami ku sejenak terdiam. Ia bahkan tidak menjawab atau menyanggah pemikiran ku lagi.Aku benar-benar tidak terima rasanya, kematian Naomi begitu mend
Part47•pov Hesti•Memberi kesempatan kedua untuk Mas Danu, bukan hanya sekedar demi cinta dan rumah tangga yang utuh, tapi demi si buah hati, agar ia tetap memiliki cinta kasih kedua orang tua nya.Mas Danu bercerita banyak tentang kematian janggal Naomi, aku pun gak begitu heran, sebab dari perubahan Mas Danu yang seketika bengitu lengket pada Naomi, juga penemuan ku pada botol kecil berisi rambut dan kain kasa di lemari Ibu mertua tempo hari, akhirnya mulai terjawab semua kebingungan ku saat itu.Mendiang Ibu mertua, saat ia sakit pernah berucap meminta maaf atas segala perbuatan nya, serta ia meminta maaf atas Danu yang saat itu sangat jauh berbeda. Bahkan saat Ibu tidur, aku sering melihat ia tertawa, menangis bahkan meminta tolong dan memohon untuk tidak di ganggu.Kadang ku bangunkan ia, aku bertanya ia kenapa, jawabannya selalu sama, hanya mimpi buruk.Tapi itu hampir tiap malam.
Part48POV HestiSiapa lagi yang tega mengganggu kedamaian keluarga kecil kami? Selama ini aku merasa tak memiliki satu pun musuh, tapi mengapa ada orang yang tega meneror ketenangan keluarga kami.TringggggSuara nada dering pesan di gawaiku membuyarkan lamunanku.(Nyawa di bayar nyawa!) Aku tersentak membaca isi pesan ancaman tersebut. Dari siapa ini? Tubuh ku tiba-tiba gemeteran.Prannnkkkkkk ...'Bunyi kaca pecah lagi', aku segera keluar dari kamar mencari keberadaan asisten rumah tangga yang baru mulai bekerja hari ini."Bi... Bi Ijah!" Aku berteriak-teriak memanggil Bi Ijah, mantan asisten rumah tangga mas Danu duhulu saat tinggal dirumah mendiang Ibu mertua.Tidak ada sahutan sama sekali dari Bi Ijah, aku mencari ke dapur, dan halaman belakang, aku terperanjat melihat kaca pecah yang ternyata berasal dari halaman belakang rumah, tapi tak ada seorang pun disini.Perasa
Part 49Polisi akhirnya mulai menyelediki laporanku, aku yakin, penculikan ini pasti ada campur tangan Satpam yang baru sehari bekerja dirumah kami.Mas Danu tergopoh-gopoh berlari menuju ke arah kami semua berdiri."Sayang! Sayang mana bayi kita?" tanya nya dengan nafas memburu, wajah basah keringat dan memerah.Aku menangis sesenggukan kembali, teringat keadaan bayiku yang sudah menghilang selama 5 jam ini."Mas, kamu dapat Satpam dari mana?" tanyaku dengan wajah datar."Satpam, ia rekomendasi dari Mamah nya Naomi," jawabku."Apa? Kenapa Mamah nya Naomi rekomendasi ke Mas Danu tentang Satpam itu. apakah Mas bercerita padanya bahwa Mas nyari Satpam?" tanyaku panjang lebar menatap lekat wajahnya itu."Ada, cuma waktu itu kebetulan Mas sama Mamah Naomi ketemu diluar, Mas ngobrol sebentar lalu mengatakan padanya bahwa Mas nyari petugas keamanan!" jelasku."Mas, apa Mas gak curiga?