Share

Bab 8 Aku Menerima Permintaan Maafmu

Banyak tanda tanya terlintas di benak Mora.

"Dokter itu harus menyelamatkan nyawa pasien. Aku seorang dokter. Sudah menjadi tugasku menyembuhkan dan menyelamatkan orang sakit!"

"Nenek Mora, sama-sama. Namaku Dirga!"

Dirga menarik jarum perak dari tubuh Mora dan berkata kepadanya, "Nenek Mora, Nenek bisa berdiri dan bergerak sekarang!"

Seorang gadis berumur 18 tahunan bergaun putih di sampingnya segera membantu Mora berdiri, lalu gadis dengan cemas bertanya, "Nenek, bagaimana perasaan Nenek sekarang?"

"Membaik, Nenek merasa lebih baik sekarang!"

"Benarkah? Baguslah, Nenek buat aku ketakutan tadi, huhuhu ...."

Gadis itu mulai menangis, orang-orang di sebelahnya juga menghela napas dan berkata satu demi satu, "Bu Mora, syukurlah keadaan Ibu membaik!"

"Ya, terima kasih atas perhatian kalian. Kembalilah ke posisi dan pekerjaan kalian masing-masing."

"Lista, pergi dan tuliskan cek 200 miliar untuk dokter ajaib ini!"

"Hah?"

Lista Candra, cucu Mora tercengang.

"Ah, apanya? Cepat!"

"Nggak bisa, Nenek, jangan beri dia sebanyak itu. Nggak ada yang tahu kalau dia sudah menyembuhkan Nenek atau belum, nggak ada yang tahu apa yang diberikan dia pada Nenek tadi?"

"Bagaimana kalau itu racun?"

"Dik, kamu boleh meragukan keterampilan medisku, tapi kamu nggak boleh meragukan karakterku!"

"Aku nggak ada masalah apa pun dengan nenekmu, aku baru saja menyelamatkannya. Apa sekarang kamu menuduhku meracuninya?"

Dirga dalam suasana hati yang baik, tetapi dia sangat kesal saat diragukan oleh Lista!

Siapa sangka, Lista malah membusungkan dada dan berkata dengan arogan, "Huh, aku nggak percaya kamu nggak tahu identitas nenekku. Seluruh Kota Langgara sangat ingin menjilat nenekku. Sekalipun aku salah memahamimu, kamu pasti punya niat tertentu!"

"Tutup mulutmu!"

Mora sangat marah dan hampir pingsan.

Lista sangat ketakutan sampai buru-buru menepuk punggung neneknya.

"Nenek, aku salah. Nenek jangan marah!"

"Hehe, nenekmu punya cucu yang nggak punya otak seperti kamu, cepat atau lambat akan mati karena dibuat marah sama kamu!"

"Kamu!"

Kata-kata Dirga membuat Lista marah dan menggertakkan giginya, tetapi dia tidak berani berbicara lagi saat melihat wajah neneknya.

"Uhuk!" Dokter, maafkan aku, cucuku terlalu aku manjakan dari kecil. Aku sangat berterima kasih padamu karena sudah menyelamatkan hidupku!"

"Lista, cepat minta maaf ke Dokter dan tulis cek. Cepat!"

Lista sangat enggan, tetapi dia tetap meminta maaf kepada Dirga dan pergi untuk mengisi cek.

Dirga dengan cepat berkata, "Nenek Mora, aku nggak butuh uang. Aku ini seorang dokter. Sebenarnya aku kemari untuk beli rumah. Aku baru saja mendengar mereka memanggilmu Bu Direktur Mora. Lantas, apa perusahaan ini milikmu?"

"Kalau demikian, apa Nenek bisa memberiku diskon?"

Dirga bukan cari kesempatan dalam kesempitan, tetapi dia tahu betul bahwa real estat sangat menguntungkan. Tidak peduli bagaimana rumah itu didiskon, penjualnya tidak akan rugi!

Mora tersenyum dan berkata, "Jadi, kamu di sini untuk beli rumah. Kamu benar. Perusahaan real estat ini benar-benar milik Keluarga Candra. Ada penyerahan properti baru hari ini, jadi aku menemani cucuku untuk memeriksanya. Eh, aku malah terkena serangan jantung!"

"Dokter ajaib, begini saja, rumah ini gratis untukmu. Vila Pratama di Resort Genting kosong. Aku akan memberikannya kepadamu ditambah 200 miliar. Anggap sebagai hadiahmu karena menyelamatkan nyawaku!"

Dirga mendengarkan dan dengan cepat menolak, "Nenek Mora, nggak perlu, beri aku diskon saja!"

Mora tidak senang mendengarnya.

"Apa? Apa menurutmu nyawaku nggak sebanding dengan vila dan uang 200 miliar?"

"Eh .... Bukan, Nenek Mora, Nenek salah paham, itu ... baiklah, aku akan menerimanya!"

Mora sudah bicara seperti itu, Dirga merasa Mora kesal jika ditolak.

Jadi, dia buru-buru berkata, "Nenek Mora, panggil saja aku Dirga, aku nggak berani dipanggil Dokter Ajaib!"

"Hahaha, oke, kalau begitu aku memanggilmu Dirga mulai sekarang. Kalau begini kita terlihat lebih akrab!"

Pada saat ini, Lista menulis cek dan kembali. Dia seketika kesal setelah mendengar neneknya akan memberikan Vila Pratama di Resort Genting kepada Dirga.

"Nenek, bagaimana kamu bisa memberinya Vila Pratama itu?" Dia hanya beruntung. Uang 200 miliar sudah cukup baginya!"

"Sembarangan, apa ucapanmu itu sopan? Apa kamu mencoba membunuh Nenek dengan membuat Nenek kesal? Lantas, apa nyawa Nenek bernilai sebuah vila dan uang 200 miliar? Bawakan kunci Vila Pratama kepada Dirga!"

Mora marah, Lista tidak berani berkata apa-apa lagi, dia langsung berlari keluar. Setelah kembali, kunci Vila Pratama dengan hormat diserahkan kepada Dirga.

"Dokter Dirga, aku minta maaf. Aku nggak seharusnya bicara seperti itu, terima kasih sudah menyelamatkan nenekku!"

Melihat Lista yang air matanya hampir jatuh, Dirga menerima permintaan maafnya.

"Aku menerima permintaan maafmu. Aku menerima cek dan kuncinya. Jangan buat marah nenekmu lagi!"

"Baik!"

Lista menyeka hidungnya dan berdiri di samping neneknya.

"Nenek Mora, terima kasih, aku pergi dulu!"

Dirga hendak pergi, tetapi Mora berkata, "Dirga, aku harus berbicara dengan dua teman di Hotel Richy malam ini. Apa kamu punya waktu untuk makan bersama? Jangan salah paham, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih lagi!"

Dirga sedikit mengerutkan kening, wanita tua itu sudah memberinya vila dan 200 miliar. Sekarang mengajaknya makan malam juga, sungguh terlampau sopan.

"Nenek Mora, Nenek terlalu sungkan padaku. Malam ini aku harus pulang makan malam dengan orang tuaku!"

"Jadi, mari kita makan malam bersama lain kali saja!"

Ketika Mora mendengarnya, ada sedikit penyesalan dalam hatinya. Dia berhenti bersikeras!

Dirga pun segera pergi.

Begitu Dirga meninggalkan Mora, dia mulai menasihati Lista.

"Kamu merasa tersakiti? Apa menurutmu menyakitkan kalau Nenek beri uang, vila dan juga mengajak Dirga makan malam? Menurutmu dia nggak pantas mendapatkannya?"

"Nggak!"

Lista dengan penuh semangat membela diri.

"Nak, kamu sudah nggak punya ibu sejak kamu masih kecil. Nenek membesarkanmu dengan tangan Nenek sendiri. Nenek tahu persis apa yang kamu pikirkan sekarang. Nenek kecewa padamu hari ini, paham?"

"Nenek, aku salah. Maafkan aku .... Huhu!"

Lista mendengarkan dan berlutut ketakutan. Mora menghela napas, menariknya berdiri dan duduk di sofa. Setelah itu, Mora perlahan berkata, "Nak, Nenek melatihmu sebagai penerusku. Nenek sudah mengajarimu sejak kecil untuk melihat jangka panjang dalam segala hal yang kamu lakukan. Jangan remehkan siapa pun!"

"Apa kamu tahu apa yang Dirga lakukan selain menusukkan jarum dan memberi Nenek obat?"

"Dia memasukkan energi sejati ke dalam tubuh Nenek, tapi Nenek nggak bisa sepenuhnya merasakan aura petarungnya, apalagi mendeteksi kultivasinya!"

"Berarti apa? Berarti alam kultivasinya sudah jauh melampaui alam kultivasi nenek saat ini. Alam kultivasinya sudah mencapai atau mungkin sudah melampaui monster-monster tua itu!"

"Apa? Eh, bagaimana mungkin?"

"Nenek, maksudmu dia? Bukankah alam kultivasinya ...."

"Astaga!"

"Bagaimana mungkin? Berapa umurnya?"

"Nenek, mungkinkah Nenek salah lihat?"

Lista sangat terkejut sampai kakinya terasa lemas. Dia juga seorang petarung. Dia tahu betapa menakutkannya monster-monster tua itu!

Namun, dia tidak percaya bahwa Dirga akan sehebat yang dikatakan neneknya!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Matt Razak
Mantappppp ............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status