"Kenapa menatap saya seperti itu? apa memiliki alergi nyamuk terlihat aneh bagi anda?" tanya Zoya.Sementara Aland masih mematung, masih menatap Zoya lebih lekat daripada biasanya. Karena lagi-lagi selalu ada kebetulan yang seolah menghubungkan mereka.Zoya mana tau jika aroma lotion itu membuat Aland jadi teringat akan Zara. Zoya kira tentang masa lalunya tak akan melekat pada pria itu, dia adalah bagian paling tidak penting di dalam hidup Aland Floyd.Satu-satunya yang penting adalah anak mereka. Bahkan Aland dengan teganya berencana untuk menceraikan dia setelah melahirkan.Aland menggeleng perlahan, "Tidak ... hanya saja aroma lotion itu mengingatkan ku pada seseorang." Aland mengambil jeda. "Tiap malam sebelum tidur dia selalu menggunakan lotion dengan aroma itu." jelas Aland lagi, menjelaskan bukan hanya dengan kata-kata, tapi juga tatapan sendu. Banyak penyesalan yang tergambar jelas dari sorot mata itu.Dan langit di atas kepala Zoya seakan runtuh saat mendengar ucapan terseb
Sekitar jam 06.30 pagi Aland sudah mengajak mama Emma untuk mendatangi rumah Zoya. Dari dalam mobil itu, mereka mengamati rumah Zoya dari jarak aman.Tidak ingin membuat Austin merasa tak nyaman, Aland mengurungkan niat untuk mempertemukan sang mama dengan anak itu secara langsung. Biarlah kali ini mama Emma melihat dari jauh lebih dulu. Setelah hatinya sedikit tenang, barulah nanti pikiran lagi mau bagaimana.Cukup lama menunggu akhirnya mereka lihat pintu rumah Zoya yang terbuka. "Itu mereka, Ma," ucap Aland.Mama Emma tak bisa menjawabi ucapan sang anak, kedua matanya telah terkunci pada anak laki-laki itu di ujung sana. Tertawa dan mengandeng tangan sang mama, wanita bernama Zoya.Hatinya seketika terenyuh, sampai tak sadar jika ada air mata yang sudah mengalir. "Dia adalah anakmu Al, dia anakmu dan Zara."Mama Emma sangat yakin tentang hal itu. Bahunya naik turun karena tangis menahan rindu. Aland buru-buru menahan sang mama saat mama Emma hendak turun dari mobil."Jangan Ma, j
"Oma Emma?" tanya Zoya dengan suara yang terdengar gemetar. Nama itu membuatnya melemah, seseorang yang bahkan lebih dia takuti dibandingkan Aland."Iya Ma, Oma Emma namanya. Dia nenek yang sangat baik, bukan hanya memberikanku mainan ini tapi dia juga memelukku dengan sangat erat. Aku menyukainya!" terang Austin antusias, apalagi dia sambil membayangkan pelukannya dengan Oma Emma tadi. Rasanya seperti memeluk neneknya sendiri. kasih sayang yang tak pernah dia dapatkan, karena selama ini di dalam hidupnya hanya ada sang mama. Tidak ada yang lain.Mendengar cerita itu, Zoya segera menarik Austin untuk lebih dekat. Kedua matanya bergerak liar memandang ke sekitar. Benarkah mama Emma ada di sini? dimana? Zoya mencarinya dengan cemas. Jantungnya sudah bergemuruh hebat."Apa kamu tau siapa nama lengkap Oma Emma itu?" tanya Zoya kemudian, kini dua telapak tangannya sudah basah dengan keringat dingin. Semoga saja ini adalah Emma yang lain."Tau Ma, nama lengkapnya adalah Oma Emma Floyd."D
"I-iya, dia sedikit mirip dengan Austin," jawab Zoya dengan suara yang terdengar putus-putus. Zoya sesaat tergugu saat memandang foto itu. Ada desiran nyeri di dalam hatinya ketika melihat foto tersebut, apalagi saat mendengar Aland yang menyebut bahwa foto itu adalah foto istrinya.Aland seolah bangga sekali mengakui Zara sebagai istri, sesuatu hal yang selama ini tidak pernah Zoya bayangkan. Rasanya sangat tidak mungkin jika Aland benar-benar menganggapnya sebagai istri. Apalagi setelah 6 tahun waktu berlalu. Zoya justru berpikir, Aland telah kembali pada kekasihnya dulu, Adeline.Apa yang dia dengar ini sangat-sangat tidak mungkin.Puas memandangi fotonya sendiri, akhirnya Zoya buru-buru meletakkan foto itu kembali di atas meja, bahkan sedikit mendorongnya agar lebih dekat kepada Aland."Apa kamu masih mencari istrimu itu?" tanya Zoya, dia coba mengendalikan hatinya sendiri agar tidak terbawa perasaan. "Apa sebelum Zara pergi dia sedang hamil anak kalian?" tanyanya lagi, lalu menel
Melihat Zoya yang begitu antusias mempertanyakan tentang penyelidikannya, justru membuat Aland terdiam. Dia takut Zoya akan marah Jika dia katakan yang sebenarnya. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu terkejut seperti itu, hanya banyak kebetulan saja. Salah satunya wajah Austin," jawab Aland.Ya, akhirnya dia putuskan untuk menjawab seperti itu saja. Dan dilihat jelas olehnya Zoya yang menghembuskan nafasnya secara perlahan."Baiklah, sepertinya kamu tidak ingin aku tau," balas Zoya kemudian, cukup kecewa atas jawaban Aland tersebut. Tapi dia tak ingin terlalu nampak jika ingin tahu. Jangan sampai Aland justru merasa curiga dengan sikapnya."Ya sudah, pulanglah, aku akan meminta Austin dan Elea untuk istirahat."Namun sebelum Zoya beranjak, Aland sudah lebih dulu berucap menahan. "Zoy.""Apa?""Besok kan akhir pekan, apa boleh aku mengajak Austin pergi?""Untuk menemui mama mu? tidak boleh, jika ingin bertemu datang saja ke restoran," balas Zoya dengan tegas. Enak saja ingin menemui
Rama adalah salah satu orang yang paling berharga di dalam hidup Zoya, pria yang membantunya berhasil hingga seperti ini. Apa yang dia dapatkan sekarang jauh lebih baik ketimbang jadi istri seorang pria konglomerat. Zoya bisa berdiri di kakinya sendiri, tak ada yang menatapnya dengan remeh seperti dulu."Austin, biarkan om Rama makan dulu, makanannya sudah siap," ucap Zoya, dia datang ke ruang tengah dan melihat kedua orang itu masih sibuk bermain, Austin terus bicara membanggakan tentang robot mainannya. "Baik Ma, aku akan masuk ke kamar, bermain sebentar lagi lalu tidur," jawab Austin."Tidak ingin menemani Om makan?" tanya Rama pula. Dan Austin langsung menggeleng, "Besok kita bermain di pantai saja, malam ini aku akan bermain dengan Robot ku dulu," tawar bocah itu hingga membuat Rama tertawa. Austin yang sangat menyukai robot itu sampai telah menceritakan asal usulnya pula, tentang Oma Emma, nenek baik yang telah memberikannya robot."Oke, kalau begitu masuk lah ke kamar mu.
"Sudahlah, tidak usah lagi bicarakan tentang mereka. Terserah mereka mau melakukan apa, itu bukan urusan kita," ucap Zoya, yang tidak ingin pembicaraan ini jadi menjalar ke mana-mana.Kebenaran tentang Aland sudah dia kubur dalam-dalam, Zoya tidak ada niat sedikitpun untuk mengungkapkannya. Apalagi berbagi pada orang lain, termasuk Rama."Kamu benar, itu bukan urusan kita," balas Rama, bibirnya tersenyum saat mengucapkan kalimat tersebut. Tadi memang begitu antusias untuk membahas tentang keluarga Floyd tersebut, tapi setelah mendengar ucapan Zoya, kini rasa penasarannya pun seketika menghilang.Rama kemudian mengambil gelas minumnya berisi teh hangat, dia seduh itu untuk menghangatkan tubuhnya yang terasa dingin. "Kamu juga harus minum," kata Rama, dia memberikan gelasnya untuk Zoya karena tadi Zoya tidak membuat minum untuknya sendiri.Kata Zoya dia tak suka minuman hangat, tapi sekarang Rama justru memaksanya."Aku tidak mau," tolak Zoya."Sedikit saja," balas Rama.Zoya mendengus,
"Cukup Ma," kata Aland."Percaya pada mama Al, tiap kali Zara memasak makanan seafood pasti seperti ini rasanya," tagas mama Emma, bicaranya pelan namun penuh dengan penekanan. Sungguh, dia ingin kali ini Aland mendengarkan apa yang dia utarakan.Rasa makanan ini tak bisa mereka abaikan begitu saja, pasti ada hubungannya dengan Zara.Sementara Aland justru menghembuskan nafasnya kasar, sebuah tanggapan yang justru seolah kecewa, tanggapan yang seolah justru meminta mama Emma diam."Pelayan!" panggil mama Emma, kini tak ada yang bisa menghentikan dia. Karena mama Emma memiliki keyakinannya sendiri."Iya Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu ketika dia sudah berdiri di hadapan dua pelanggan."Siapa yang memasak makanan ini? rasanya sangat enak," tanya mama Emma."Yang memasak adalah koki restoran ini Nyonya, tapi resepnya dari Nyonya Zoya, pemilik restoran ini," jelas sang pelayan apa adanya.Membuat mama Emma mengangguk-anggukan kepalanya tanda paham. "Baiklah, terima