แชร์

Musuh dalam selimut

ผู้เขียน: minipau
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-16 12:13:48

Chapter 4: Percakapan Berbahaya

Arman duduk di balkon apartemennya yang mewah, memandang kota yang gemerlap di bawah langit malam. Angin malam berhembus lembut, tetapi tidak cukup kuat untuk mengusir aroma tajam dari rokok yang ia hisap perlahan. Di tangannya, segelas anggur merah berkilau dalam cahaya bulan, memberikan sentuhan mewah pada malam yang sunyi. Dia menyesap anggurnya dengan tenang, matanya yang gelap memancarkan kilatan kesombongan dan kelicikan.

Dengan satu tarikan napas panjang, Arman mengeluarkan ponselnya, menekan nomor Samantha dengan jemarinya yang lentur namun tegas. Ketika nada sambung terdengar, sebuah senyum licik menghiasi wajahnya. Di balik segala ketenangannya, ada seorang pria yang terbiasa mengendalikan segala situasi dan memanipulasi orang-orang di sekitarnya.

"Halo," suara Samantha terdengar di ujung telepon, tenang tetapi penuh kewaspadaan.

"Samantha," sapa Arman dengan suara yang lembut tetapi sarat dengan dominasi terselubung. "Aku baru saja bertemu de
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Pagi hari yang menegangkan

    Prasetyo melangkah turun dengan langkah perlahan, berharap bisa menikmati pagi yang damai di rumahnya. Namun, harapannya pupus begitu suara tajam Samantha menyambutnya. Dari lantai atas, ia bisa mendengar kemarahan Samantha yang meledak-ledak, menghardik seorang pelayan dengan kata-kata kasar. Prasetyo menghela napas panjang, menyadari bahwa suasana di rumahnya kembali memanas."Aku sudah bilang, jangan pernah menyentuh barang-barangku tanpa izin! Apa kau tuli?!" Samantha membentak pelayan itu, matanya memancarkan kilatan amarah.Pelayan muda itu berdiri dengan kepala tertunduk, tubuhnya sedikit gemetar. "Maaf, Nona Samantha. Saya tidak sengaja."Nathalia yang berada di dekat situ, mencoba meredakan situasi. "Samantha, sudah cukup. Dia tidak sengaja. Tidak perlu memperbesar masalah ini."Samantha berbalik dengan cepat, tatapannya berubah tajam ke arah Nathalia. "Kau pikir ini urusanmu? Jangan ikut campur, Nathalia!"Nathalia terkejut sejenak, tetapi tidak mundur. "Samantha, aku hanya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-16
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   One fine day

    Prasetyo duduk di meja makan dengan ekspresi yang sulit dibaca, sesekali melirik Nathalia yang diam di sampingnya. Pagi itu, suasana rumah terasa lebih tegang dari biasanya. Samantha masih belum muncul dari kamarnya sejak pertengkaran tadi, sementara Kareena tampak sibuk dengan koran pagi, meskipun Prasetyo tahu pikirannya jauh dari berita yang dibacanya."Nathalia, aku harus pergi ke kantor pagi ini," Prasetyo akhirnya berkata, suaranya terdengar tenang tetapi penuh maksud. Ia melirik Nathalia sejenak sebelum beralih ke Kareena. "Ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan."Kareena menurunkan korannya, menatap Prasetyo dengan alis terangkat. "Bukankah kau bilang akan bekerja dari rumah hari ini?"Prasetyo tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan rasa bersalahnya. "Ada rapat mendadak yang harus kuhadiri. Tidak bisa dihindari."Kareena menatapnya beberapa detik, seolah mencoba membaca sesuatu di balik wajahnya, tetapi akhirnya mengangguk. "Baiklah. Pastikan kau tidak terlalu lelah."

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-16
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Retak baru

    Samantha duduk di sofa ruang tamu, matanya terpaku pada layar ponselnya. Sekali lagi, foto mesra antara Prasetyo dan Nathalia muncul di beranda media sosialnya. Foto itu menunjukkan mereka berdua sedang duduk berdampingan di sebuah taman, dengan senyum lebar yang tak bisa disembunyikan. Nathalia tampak begitu bahagia, sementara Prasetyo, yang biasanya tampak lebih serius, kini tersenyum lembut dengan mata penuh cinta yang memancarkan perasaan yang dalam.Wajah Samantha berubah merah, hatinya dipenuhi amarah. "Brengsek!" katanya pelan, namun dengan suara yang menggigit. Ponselnya dibanting ke meja, lalu ia bangkit dan berjalan mondar-mandir, mencoba meredakan kemarahan yang mulai meluap. "Ini sudah keterlaluan! Prasetyo, kau pikir bisa bermain-main dengan perasaanku begitu saja?!"Dengan gerakan terburu-buru, Samantha menghubungi Kareena, ibu dari Prasetyo, yang selama ini ia anggap sebagai sosok yang bisa menanggapi segala permasalahan dengan cepat."Bu Kareena, ada yang perlu saya bi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-16
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Kubu yang bersebrangan

    Kareena menatap Nathalia dengan tatapan penuh penghinaan, bibirnya melengkung dalam senyum sinis yang tidak menyembunyikan rasa tidak sukanya. Di balik wajah angkuhnya, tersirat jelas keengganan untuk menerima Nathalia sebagai bagian dari keluarganya. Ruang tamu yang luas terasa semakin sempit oleh ketegangan yang kian memuncak.“Nathalia,” kata Kareena dengan nada meremehkan, “kau sungguh percaya bahwa kau pantas berdiri di sini sebagai istri Prasetyo? Kau pikir sedikit waktu yang kau habiskan bersamanya cukup untuk membuatmu bagian dari keluarga ini? Kau tak lebih dari seorang penyusup.”Nathalia menelan ludah, berusaha menenangkan dirinya meski hatinya bergolak. Ia tahu, sejak awal pernikahannya dengan Prasetyo, Kareena tidak pernah menyetujuinya. Tapi kali ini, kata-kata ibunya terlalu menusuk, menyayat setiap bagian dari dirinya. “Bu, saya mencintai Prasetyo dan saya berusaha yang terbaik untuk menjadi istri yang baik. Apapun yang Anda pikirkan tentang saya, saya tetap istri sahn

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-17
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Percikan api

    Samantha duduk di sudut kamarnya, tangannya mengepal erat ponsel yang ia genggam. Amarah dan frustrasi bercampur aduk dalam dirinya. Nathalia dan Prasetyo, bukannya semakin menjauh, malah terlihat lebih dekat dari sebelumnya. Dengan bibir mengerucut penuh kebencian, ia mengetik pesan singkat kepada Arman.Samantha: Kita perlu bicara sekarang. Hubungi aku segera.Tak lama kemudian, ponselnya bergetar. Nama Arman muncul di layar. Samantha langsung menjawab panggilan itu dengan nada tajam. "Arman, apa yang sedang kau lakukan? Bukannya Nathalia menjauh, dia malah semakin dekat dengan Prasetyo. Aku tidak mengerti, kau bilang rencanamu akan membuatnya berpikir ulang tentang suaminya!"Di ujung telepon, Arman terdengar tenang, namun ada nada serius dalam suaranya. "Tenang, Samantha. Rencana ini butuh waktu. Aku sudah memulai langkah-langkahnya, tapi kita tidak bisa terburu-buru. Nathalia bukan wanita yang mudah terpengaruh begitu saja."Samantha menggeram kesal. "Kau bilang kau akan mendekat

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-17
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Pesan misterius

    Nathalia duduk termenung di sudut kamar, pesan suara yang baru saja ia dengar masih terngiang-ngiang di telinganya. Rasa terkejut dan sakit hati bercampur aduk dalam dirinya. Namun, ia tahu bahwa panik tidak akan membawanya ke mana-mana. Ia perlu tetap tenang dan mencari tahu siapa yang mengirim pesan suara itu. Prasetyo mungkin telah merencanakan sesuatu yang keji, tetapi Nathalia tidak akan menyerah begitu saja tanpa perlawanan.Dengan napas yang teratur, Nathalia mengambil ponselnya dan mulai mencari-cari cara untuk melacak nomor asing tersebut. Setelah beberapa saat, ia menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan seseorang yang lebih berpengalaman. Nama Arman muncul di benaknya. Arman adalah seseorang yang selalu dapat diandalkan dalam situasi sulit, dan Nathalia merasa bahwa ia bisa mempercayainya untuk membantu menyelesaikan misteri ini.Nathalia mengetik pesan cepat ke Arman: "Arman, aku butuh bantuanmu. Ada sesuatu yang sangat penting. Bisakah kita bertemu secepatnya?"Tak lama kem

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-17
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Penjelasan

    Chapter SelanjutnyaMalam itu, Nathalia mencoba tidur, tetapi pikirannya tidak bisa tenang. Pesan suara yang diterimanya terus berputar di kepalanya, mengguncang kepercayaannya terhadap Prasetyo. Suara itu terdengar sangat meyakinkan, membuatnya percaya bahwa Prasetyo telah menyembunyikan sesuatu. Meskipun hatinya enggan, logikanya terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pagi berikutnya, Nathalia memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh. Ia tidak bisa membiarkan ketidakpastian ini menguasai pikirannya. Setelah Prasetyo berangkat kerja, Nathalia mengambil jaketnya dan keluar dari rumah. Ia tahu ini berisiko, tetapi ia merasa perlu untuk mencari tahu sendiri. Dengan langkah mantap, ia menuju ke kantor Prasetyo.Saat tiba di gedung kantor, Nathalia merasa gugup. Tangannya sedikit gemetar saat ia menekan tombol lift ke lantai di mana Prasetyo bekerja. Ia tidak memiliki rencana yang jelas, hanya tekad kuat untuk menemukan jawaban. Ketika pintu lift terbuka, Nathalia melangk

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-19
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Celah yang terbuka

    Chapter SelanjutnyaPrasetyo menyusuri koridor kantor dengan langkah tergesa. Pikiran tentang Nathalia yang tidak menjawab telepon terus mengganggu pikirannya. Ia merasa ada yang tidak beres. Ponselnya kembali bergetar di tangan, tetapi saat melihat layar, nama Nathalia masih belum muncul. Dengan rasa kecewa, ia menekan nomor Nathalia lagi, berharap kali ini ia akan mendapatkan jawaban.Namun sebelum panggilan tersambung, sebuah suara memanggilnya. "Pras, tunggu sebentar!" Akbar berdiri di dekat pintu ruangannya, wajahnya serius dan penuh kekhawatiran.Prasetyo menghentikan langkahnya dan menoleh. "Ada apa, Akbar?" tanyanya, berusaha menghapus kecemasan dari suaranya.Akbar melambaikan tangan, mengisyaratkan agar mereka berbicara di ruang kerjanya. "Masuklah. Ada sesuatu yang penting yang perlu kita bicarakan. Ini tentang Arman dan Samantha."Nama itu—Samantha—membuat Prasetyo mengernyit. Ia mengikuti Akbar masuk ke dalam ruangan, menutup pintu di belakang mereka untuk memastikan tida

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-19

บทล่าสุด

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Final Chapter

    Di dalam sebuah kamar hotel yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota, Nathalia duduk di tepi tempat tidur, tangannya menggenggam erat gelas teh hangat yang sudah mulai mendingin. Malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya, meski di dalam kepalanya, badai belum juga reda. Kejadian beberapa jam lalu masih terputar jelas dalam ingatannya—bagaimana ia hampir kehilangan nyawa, bagaimana Prasetyo dan Arman akhirnya menghadapi dalang yang selama ini mengatur segalanya dari balik bayang-bayang.Dan kini, Prasetyo ada di ruangan yang sama dengannya. Duduk di kursi dekat jendela, diam, hanya menatap keluar seakan mencari sesuatu yang tidak bisa ia temukan.Hening di antara mereka terasa begitu tegang, tetapi berbeda dari biasanya. Dulu, keheningan seperti ini muncul karena ketidaksukaan Prasetyo terhadapnya, karena dinginnya sikap pria itu yang selalu menempatkan dirinya seolah Nathalia tidak berarti apa-apa. Namun kini, ada ketegangan yang berbeda—sesuatu yang lebih dalam, lebih rumit, dan lebih

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Rekonsiliasi

    Di dalam sebuah kamar hotel yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota, Nathalia duduk di tepi tempat tidur, tangannya menggenggam erat gelas teh hangat yang sudah mulai mendingin. Malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya, meski di dalam kepalanya, badai belum juga reda. Kejadian beberapa jam lalu masih terputar jelas dalam ingatannya—bagaimana ia hampir kehilangan nyawa, bagaimana Prasetyo dan Arman akhirnya menghadapi dalang yang selama ini mengatur segalanya dari balik bayang-bayang.Dan kini, Prasetyo ada di ruangan yang sama dengannya. Duduk di kursi dekat jendela, diam, hanya menatap keluar seakan mencari sesuatu yang tidak bisa ia temukan.Hening di antara mereka terasa begitu tegang, tetapi berbeda dari biasanya. Dulu, keheningan seperti ini muncul karena ketidaksukaan Prasetyo terhadapnya, karena dinginnya sikap pria itu yang selalu menempatkan dirinya seolah Nathalia tidak berarti apa-apa. Namun kini, ada ketegangan yang berbeda—sesuatu yang lebih dalam, lebih rumit, dan lebih

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Fear adn tears

    Di dalam mobil yang melaju cepat, Prasetyo menatap Arman dengan tajam. Napasnya berat, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Kebenaran yang baru saja diucapkan Arman masih menggema di kepalanya.“Aku mengkhianatimu,” ulang Arman, kali ini dengan suara lebih mantap. “Aku yang memberi informasi tentangmu kepada mereka.”Prasetyo mengepalkan tangan, menahan diri agar tidak melayangkan pukulan ke wajah pria di sebelahnya. Namun, bukan itu yang paling mengusiknya—melainkan kata ‘mereka’ yang diucapkan Arman.“Siapa ‘mereka’?”Arman mengalihkan pandangannya keluar jendela, lalu menghela napas. “Orang yang ingin kau lenyap dari garis keturunan Rahardjo. Mereka tidak mau kau kembali dan mengambil hak warismu.”Dira dan Rendra bertukar pandang. Sejak awal, mereka merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perebutan harta dalam kasus ini.“Apa ini ada hubungannya dengan keluargamu, Pras?” tanya Dira.Prasetyo mengangguk. “Aku meninggalkan semuanya bertahun-tahun lalu. Aku tidak peduli

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Bersatu kembali

    Di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, Nathalia duduk di dekat jendela, menatap layar ponselnya dengan gelisah. Sudah lebih dari enam jam sejak terakhir kali Prasetyo mengirim pesan. Ia tahu pekerjaan suaminya penuh risiko, sering kali membuatnya terjaga semalaman. Tapi kali ini, perasaannya mengatakan ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang lebih berbahaya dari sebelumnya.Ponselnya bergetar, membuatnya tersentak. Dengan cepat, ia meraihnya, berharap ada kabar dari Prasetyo. Namun, pesan yang muncul justru dari nomor tidak dikenal:"Dia dalam bahaya. Jika kau ingin menyelamatkannya, bersiaplah."Nathalia merasakan jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar saat membaca pesan itu berulang kali, mencoba mencari makna tersembunyi di baliknya. Ia ingin mengabaikannya, berpikir mungkin ini hanya trik seseorang yang ingin mempermainkannya. Namun, instingnya berkata lain.Ia mencoba menghubungi Prasetyo, tapi tak ada jawaban. Makin gelisah, Nathalia berdiri dan melangkah ke meja kec

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Genctatan senjata

    Prasetyo, Rendra, dan Dira duduk di dalam ruangan sempit dengan dinding bata yang mulai lapuk. Lampu redup dari ponsel mereka menjadi satu-satunya penerangan. Napas mereka masih tersengal setelah pelarian tadi."Apa yang kita dapatkan?" tanya Prasetyo, mencoba menenangkan diri.Dira menatap layar ponselnya dengan saksama. "File ini... sepertinya bukan hanya dokumen biasa. Ada video dan beberapa catatan transaksi mencurigakan. Ini bukan hanya tentang kita. Ini lebih besar dari yang kita kira."Rendra meremas rambutnya dengan frustrasi. "Sial. Ini bisa berarti kita mengejar sesuatu yang jauh lebih berbahaya."Sebelum mereka bisa membahas lebih lanjut, suara deru mobil mendekat. Prasetyo segera mematikan lampu ponselnya, memberi isyarat pada yang lain untuk diam. Mereka mengintip dari celah jendela yang tertutup tirai usang.Di luar, sebuah sedan hitam berhenti. Arman keluar dari dalam mobil, tangannya mengepal erat. Matanya menatap lurus ke arah bangunan tempat mereka bersembunyi."Arma

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Simpang jalan

    Prasetyo dan Rendra berjalan cepat di dalam terowongan sempit yang lembap. Cahaya remang-remang dari ponsel mereka menjadi satu-satunya sumber penerangan. Langkah kaki mereka menggema, menciptakan suasana yang semakin mencekam."Kita harus keluar dari sini secepatnya," bisik Rendra, suaranya terdengar tegang."Aku tahu. Tapi kita juga harus memastikan Dira bisa lolos," jawab Prasetyo, matanya terus mencari jalan keluar di ujung terowongan.Sementara itu, di dalam gudang, Dira terus mengetik dengan cepat, mencari celah dalam enkripsi flash drive tersebut. Wajahnya menegang saat mendengar suara pintu didobrak. Beberapa pria bersenjata masuk dengan langkah waspada."Di mana mereka?" bentak pria berkacamata hitam yang memimpin kelompok itu.Dira tetap tenang, meski jantungnya berdebar kencang. Ia berpura-pura tidak tahu apa-apa, mengangkat tangan seolah menyerah. "Aku sendirian. Mereka meninggalkan aku begitu saja."Pria berkacamata hitam itu menyipitkan mata, seakan menilai apakah Dira b

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Berakhirnya permainan

    Angin malam semakin menusuk saat Prasetyo dan Rendra menyusuri trotoar menuju lokasi yang disebutkan Dira. Jalanan lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas, serta suara gemerisik daun yang tertiup angin. Keduanya berjalan dengan waspada, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan mereka tidak diikuti."Tempat biasa itu di mana?" tanya Rendra, suaranya sedikit bergetar."Gudang tua di belakang stasiun. Dira sering pakai tempat itu untuk urusan yang nggak mau dilihat banyak orang," jawab Prasetyo dengan nada rendah."Apa kita nggak masuk perangkap?"Prasetyo terdiam sejenak, tapi kemudian menggeleng. "Dira bukan tipe yang berkhianat. Kalau dia setuju untuk ketemu, berarti dia benar-benar mau membantu."Mereka tiba di sebuah gang sempit yang berujung pada bangunan tua dengan dinding kusam. Cahaya lampu neon di atas pintu berkedip lemah. Prasetyo mengetuk pintu besi tiga kali, lalu hening. Tak lama, suara gerendel terdengar, dan pintu terbuka sedikit."Masuk cepat," suara pe

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Berburu

    Hembusan angin malam terasa dingin saat Prasetyo dan Rendra menyusuri gang sempit, napas mereka masih tersengal setelah pelarian mendebarkan dari gudang. Lampu jalan yang temaram hanya memberikan sedikit penerangan, bayangan mereka memanjang di aspal yang basah."Kita harus cari tempat berlindung," ujar Rendra, suaranya rendah namun tegas.Prasetyo mengangguk. Mereka berdua tahu bahwa pria berkacamata hitam tidak akan menyerah begitu saja. Flash drive yang mereka bawa terlalu berharga, berisi sesuatu yang jelas ingin disembunyikan oleh pihak yang mengejar mereka.Mereka terus berlari, menyelinap di antara gang-gang gelap, sebelum akhirnya tiba di sebuah warung kopi 24 jam yang tampak sepi. Prasetyo mendorong pintu kaca, dan lonceng kecil berdenting pelan. Seorang pria paruh baya di balik meja kasir melirik mereka sekilas sebelum kembali menatap layar ponselnya.Mereka memilih meja di sudut ruangan, tempat di mana mereka bisa mengawasi pintu masuk dan keluar."Kita perlu tahu apa isi f

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   pertarungan

    SUV hitam itu berhenti tanpa suara, tapi Prasetyo dan Rendra tahu bahwa ancaman yang ada di dalamnya lebih berisik daripada yang terlihat. Pintu depan mobil terbuka, dan seorang pria berkacamata hitam melangkah keluar dengan tenang. Dari cara berjalannya, ia jelas bukan orang biasa."Mereka tidak akan menunggu lama sebelum masuk," bisik Rendra sambil merapat ke dinding.Prasetyo mengamati sekeliling, mencari kemungkinan jalan keluar lain. Gudang ini hanya memiliki satu pintu utama dan beberapa jendela kecil yang terlalu tinggi untuk dilalui dengan cepat. Jika mereka bertahan di sini, pertarungan tak terhindarkan.Suara pintu mobil lain terbuka. Dua pria berbadan besar keluar, masing-masing membawa sesuatu di balik jaket mereka. Prasetyo dan Rendra tidak perlu menunggu untuk tahu bahwa itu bukan sesuatu yang ramah."Kita harus ambil inisiatif duluan," bisik Prasetyo.Rendra mengangguk. "Aku akan ke sisi kiri, buat pengalihan. Begitu mereka masuk, kita buat mereka sibuk."Langkah kaki s

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status