Share

Penjelasan

Author: minipau
last update Last Updated: 2025-01-19 17:32:46

Chapter Selanjutnya

Malam itu, Nathalia mencoba tidur, tetapi pikirannya tidak bisa tenang. Pesan suara yang diterimanya terus berputar di kepalanya, mengguncang kepercayaannya terhadap Prasetyo. Suara itu terdengar sangat meyakinkan, membuatnya percaya bahwa Prasetyo telah menyembunyikan sesuatu. Meskipun hatinya enggan, logikanya terus bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Pagi berikutnya, Nathalia memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh. Ia tidak bisa membiarkan ketidakpastian ini menguasai pikirannya. Setelah Prasetyo berangkat kerja, Nathalia mengambil jaketnya dan keluar dari rumah. Ia tahu ini berisiko, tetapi ia merasa perlu untuk mencari tahu sendiri. Dengan langkah mantap, ia menuju ke kantor Prasetyo.

Saat tiba di gedung kantor, Nathalia merasa gugup. Tangannya sedikit gemetar saat ia menekan tombol lift ke lantai di mana Prasetyo bekerja. Ia tidak memiliki rencana yang jelas, hanya tekad kuat untuk menemukan jawaban. Ketika pintu lift terbuka, Nathalia melangk
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Celah yang terbuka

    Chapter SelanjutnyaPrasetyo menyusuri koridor kantor dengan langkah tergesa. Pikiran tentang Nathalia yang tidak menjawab telepon terus mengganggu pikirannya. Ia merasa ada yang tidak beres. Ponselnya kembali bergetar di tangan, tetapi saat melihat layar, nama Nathalia masih belum muncul. Dengan rasa kecewa, ia menekan nomor Nathalia lagi, berharap kali ini ia akan mendapatkan jawaban.Namun sebelum panggilan tersambung, sebuah suara memanggilnya. "Pras, tunggu sebentar!" Akbar berdiri di dekat pintu ruangannya, wajahnya serius dan penuh kekhawatiran.Prasetyo menghentikan langkahnya dan menoleh. "Ada apa, Akbar?" tanyanya, berusaha menghapus kecemasan dari suaranya.Akbar melambaikan tangan, mengisyaratkan agar mereka berbicara di ruang kerjanya. "Masuklah. Ada sesuatu yang penting yang perlu kita bicarakan. Ini tentang Arman dan Samantha."Nama itu—Samantha—membuat Prasetyo mengernyit. Ia mengikuti Akbar masuk ke dalam ruangan, menutup pintu di belakang mereka untuk memastikan tida

    Last Updated : 2025-01-19
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Ekseskusi pertama

    Arman menatap layar ponselnya dengan senyum yang nyaris tak terlihat. Pesan dari Nathalia, singkat namun penuh makna, berbunyi: "Kita perlu bicara. Bisa bertemu malam ini?"Ia tahu bahwa Nathalia sudah mencium kebusukannya. Rencana yang selama ini ia susun perlahan mulai berantakan, dan ia harus bertindak cepat. Ia mengetik balasan dengan santai, meskipun hatinya berdegup kencang dengan rencana baru yang lebih berbahaya. "Tentu, Nathalia. Katakan saja di mana dan kapan."Pertemuan itu diatur di sebuah kafe kecil yang sepi di pinggir kota. Nathalia memilih tempat itu karena berharap bisa berbicara dengan Arman tanpa gangguan. Namun, yang tidak ia sadari, Arman datang dengan niat berbeda.Nathalia duduk di salah satu sudut kafe, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan gelisah. Kepalanya dipenuhi dengan kecurigaan dan kekhawatiran, tetapi ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan jawaban. Pintu kafe berderit pelan ketika Arman masuk, matanya langsung mencari sosok Nathal

    Last Updated : 2025-01-19
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Berburu

    Prasetyo mondar-mandir di ruang tamu, ponselnya digenggam erat di tangan. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Nathalia, tetapi tidak ada jawaban. Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi seiring berjalannya waktu. Ia merasa ada sesuatu yang sangat salah. Akbar, yang telah berada di sisi Prasetyo sejak ia menyadari Nathalia tidak bisa dihubungi, mencoba menenangkan temannya. "Pras, kita harus tetap tenang. Panik tidak akan membantu Nathalia. Kita harus berpikir jernih dan mencari tahu di mana dia." Prasetyo berhenti sejenak, menatap Akbar dengan mata penuh kegelisahan. "Aku tidak bisa tenang, Akbar. Nathalia tidak seperti ini. Dia selalu memberi tahu aku jika ada sesuatu. Aku... aku takut sesuatu yang buruk telah terjadi." Akbar mengangguk pelan. "Baik, kalau begitu kita mulai dengan mencari tahu siapa orang terakhir yang dia temui. Aku bisa melacak riwayat komunikasinya jika kau memberiku akses ke ponselnya." Tanpa ragu, Prasetyo menyerahkan ponsel Nathalia yang ia temukan di kamar

    Last Updated : 2025-01-19
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Mendapatkan buruan

    Di ruangan gelap itu, Nathalia memutar otaknya mencari celah untuk melarikan diri. Jantungnya berdegup kencang, tetapi ia memaksa dirinya tetap tenang. Ia tahu bahwa melawan Arman secara langsung hanya akan memperburuk keadaan. Perlahan, ia memperhatikan sekelilingnya. Cahaya redup dari lampu gantung menyoroti sebuah meja kecil dengan pisau buah di atasnya, tidak terlalu jauh dari tempatnya duduk.Arman sibuk dengan ponselnya, membelakangi Nathalia. "Kau tahu, Nathalia," katanya sambil mengetik sesuatu, "ini semua salahmu. Jika saja kau tidak ikut campur, aku tidak perlu sejauh ini.""Ikut campur?" Nathalia mendesis, mencoba membuat percakapan berjalan untuk mengalihkan perhatiannya. "Kau menculikku hanya karena aku tidak setuju dengan caramu, Arman. Kau pengecut."Arman tertawa kecil tanpa berbalik. "Kau menyebutku pengecut? Menarik, mengingat posisimu sekarang. Aku hanya melakukan apa yang perlu untuk melindungi diriku sendiri."Sementara itu, Prasetyo dan Akbar akhirnya menemukan p

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Awan gelap

    Pagi yang tenang di rumah sakit menjadi saksi atas rasa lega dan syukur Nathalia. Ia duduk di sisi tempat tidur Prasetyo, menggenggam tangannya yang dingin tetapi masih terasa hangat oleh kehidupan. Wajah lelaki itu terlihat tenang, meskipun monitor di samping tempat tidur menunjukkan tanda-tanda vital yang lemah. Ia belum sadarkan diri sejak insiden malam itu.Kilasan kejadian tersebut terus menghantui Nathalia. Arman, yang seharusnya sudah di bawah pengawasan polisi, entah bagaimana berhasil meloloskan diri. Dalam kekacauan itu, ia menyerang Prasetyo dengan brutal, memukul kepalanya dengan benda tumpul. Nathalia hanya bisa berteriak histeris saat melihat pria yang ia cintai terjatuh, darah mengalir dari luka di kepalanya.Polisi akhirnya menangkap Arman kembali, tetapi kerusakan telah terjadi. Prasetyo dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis, dan dokter segera memutuskan untuk melakukan operasi darurat guna mengurangi tekanan pada otaknya. Operasi itu berhasil menyelamatkan ny

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Perpisahan yang dipaksakan

    Hari itu terasa lebih kelabu dari biasanya. Nathalia baru saja keluar dari ruangan Prasetyo ketika ia mendapati seseorang menunggunya di lorong rumah sakit. Ibu Arman berdiri di sana, dengan tatapan penuh amarah yang hanya bisa digambarkan sebagai dendam yang mengakar. Rambutnya tertata sempurna, tetapi wajahnya menunjukkan kelelahan emosional yang mendalam."Nathalia," suara Ibu Arman tajam seperti pisau, menusuk ketenangan tipis yang Nathalia coba pertahankan. "Kita perlu bicara."Nathalia menghela napas, mencoba tetap tenang meskipun hatinya mulai bergemuruh. "Ini bukan waktu yang tepat, Bu. Saya sedang—""Tidak ada waktu yang lebih tepat dari sekarang!" potong wanita itu. "Anak saya, Arman, berada dalam situasi ini karena kau! Hidupnya kacau sejak kau muncul dalam hidupnya."Nathalia menatap wanita itu, matanya mulai memanas oleh kemarahan yang ia tekan. "Bu, saya tahu Anda tidak pernah menyukai saya. Tapi apa yang terjadi pada Arman adalah hasil dari keputusan dan tindakannya sen

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Kehilangan yang tidak terduga

    Malam itu, Nathalia kembali ke apartemennya dengan tubuh yang terasa seperti dipenuhi beban berlapis-lapis. Pertemuan dengan Ibu Arman terus berputar di kepalanya, seperti rekaman rusak yang enggan berhenti. Kata-kata wanita itu tidak hanya menusuk hatinya, tetapi juga mengguncang keyakinan Nathalia akan pilihannya sendiri. Namun, suara dering ponsel memecah lamunannya. Nama Akbar muncul di layar, dan Nathalia segera mengangkatnya. "Nathalia, Prasetyo sadar," kata Akbar di seberang dengan nada mendesak. Nathalia terdiam sesaat, tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Dia sadar? Aku akan ke sana sekarang!" Tanpa berpikir panjang, Nathalia langsung melesat ke rumah sakit. Saat ia tiba di kamar ICU, ia mendapati seorang perawat memeriksa kondisi Prasetyo, sementara dokter berbicara pelan dengan Akbar di sudut ruangan. "Pras..." Nathalia mendekat dengan langkah ragu. Ia melihat Prasetyo membuka matanya perlahan, matanya yang biasanya penuh kelembutan kini terlihat kosong. Ket

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   rencana baru

    Kareena berdiri di sisi tempat tidur Prasetyo, menatap putranya yang terbaring dengan mata tertutup. Wajahnya yang tampak pucat kini terlihat sedikit lebih hidup, meski masih ada banyak hal yang harus diperjuangkan. Dia tahu, meskipun Prasetyo sudah sadar, masih banyak yang harus dihadapi, terutama setelah kejadian yang mengubah segalanya.Namun, di balik perasaan lega itu, ada rasa puas yang muncul. Prasetyo yang lupa ingatan berarti sebuah peluang. Sebuah kesempatan untuk mengatur ulang kehidupan yang telah kacau ini. Jika Prasetyo tidak ingat Nathalia—dan sepertinya ingatan itu tidak akan kembali dalam waktu dekat—maka ini adalah kesempatan bagi Kareena untuk memanipulasi situasi sesuai dengan keinginannya.Ponsel di tangan Kareena bergetar, menarik perhatiannya dari pemikiran yang mengganggu. Nama yang muncul di layar adalah Samantha."Sam," jawab Kareena, suaranya penuh dengan ketegasan. "Kamu harus datang ke rumah sakit sekarang. Ada sesuatu yang perlu kita bicarakan."Samantha

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Final Chapter

    Di dalam sebuah kamar hotel yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota, Nathalia duduk di tepi tempat tidur, tangannya menggenggam erat gelas teh hangat yang sudah mulai mendingin. Malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya, meski di dalam kepalanya, badai belum juga reda. Kejadian beberapa jam lalu masih terputar jelas dalam ingatannya—bagaimana ia hampir kehilangan nyawa, bagaimana Prasetyo dan Arman akhirnya menghadapi dalang yang selama ini mengatur segalanya dari balik bayang-bayang.Dan kini, Prasetyo ada di ruangan yang sama dengannya. Duduk di kursi dekat jendela, diam, hanya menatap keluar seakan mencari sesuatu yang tidak bisa ia temukan.Hening di antara mereka terasa begitu tegang, tetapi berbeda dari biasanya. Dulu, keheningan seperti ini muncul karena ketidaksukaan Prasetyo terhadapnya, karena dinginnya sikap pria itu yang selalu menempatkan dirinya seolah Nathalia tidak berarti apa-apa. Namun kini, ada ketegangan yang berbeda—sesuatu yang lebih dalam, lebih rumit, dan lebih

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Rekonsiliasi

    Di dalam sebuah kamar hotel yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota, Nathalia duduk di tepi tempat tidur, tangannya menggenggam erat gelas teh hangat yang sudah mulai mendingin. Malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya, meski di dalam kepalanya, badai belum juga reda. Kejadian beberapa jam lalu masih terputar jelas dalam ingatannya—bagaimana ia hampir kehilangan nyawa, bagaimana Prasetyo dan Arman akhirnya menghadapi dalang yang selama ini mengatur segalanya dari balik bayang-bayang.Dan kini, Prasetyo ada di ruangan yang sama dengannya. Duduk di kursi dekat jendela, diam, hanya menatap keluar seakan mencari sesuatu yang tidak bisa ia temukan.Hening di antara mereka terasa begitu tegang, tetapi berbeda dari biasanya. Dulu, keheningan seperti ini muncul karena ketidaksukaan Prasetyo terhadapnya, karena dinginnya sikap pria itu yang selalu menempatkan dirinya seolah Nathalia tidak berarti apa-apa. Namun kini, ada ketegangan yang berbeda—sesuatu yang lebih dalam, lebih rumit, dan lebih

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Fear adn tears

    Di dalam mobil yang melaju cepat, Prasetyo menatap Arman dengan tajam. Napasnya berat, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Kebenaran yang baru saja diucapkan Arman masih menggema di kepalanya.“Aku mengkhianatimu,” ulang Arman, kali ini dengan suara lebih mantap. “Aku yang memberi informasi tentangmu kepada mereka.”Prasetyo mengepalkan tangan, menahan diri agar tidak melayangkan pukulan ke wajah pria di sebelahnya. Namun, bukan itu yang paling mengusiknya—melainkan kata ‘mereka’ yang diucapkan Arman.“Siapa ‘mereka’?”Arman mengalihkan pandangannya keluar jendela, lalu menghela napas. “Orang yang ingin kau lenyap dari garis keturunan Rahardjo. Mereka tidak mau kau kembali dan mengambil hak warismu.”Dira dan Rendra bertukar pandang. Sejak awal, mereka merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perebutan harta dalam kasus ini.“Apa ini ada hubungannya dengan keluargamu, Pras?” tanya Dira.Prasetyo mengangguk. “Aku meninggalkan semuanya bertahun-tahun lalu. Aku tidak peduli

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Bersatu kembali

    Di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, Nathalia duduk di dekat jendela, menatap layar ponselnya dengan gelisah. Sudah lebih dari enam jam sejak terakhir kali Prasetyo mengirim pesan. Ia tahu pekerjaan suaminya penuh risiko, sering kali membuatnya terjaga semalaman. Tapi kali ini, perasaannya mengatakan ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang lebih berbahaya dari sebelumnya.Ponselnya bergetar, membuatnya tersentak. Dengan cepat, ia meraihnya, berharap ada kabar dari Prasetyo. Namun, pesan yang muncul justru dari nomor tidak dikenal:"Dia dalam bahaya. Jika kau ingin menyelamatkannya, bersiaplah."Nathalia merasakan jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar saat membaca pesan itu berulang kali, mencoba mencari makna tersembunyi di baliknya. Ia ingin mengabaikannya, berpikir mungkin ini hanya trik seseorang yang ingin mempermainkannya. Namun, instingnya berkata lain.Ia mencoba menghubungi Prasetyo, tapi tak ada jawaban. Makin gelisah, Nathalia berdiri dan melangkah ke meja kec

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Genctatan senjata

    Prasetyo, Rendra, dan Dira duduk di dalam ruangan sempit dengan dinding bata yang mulai lapuk. Lampu redup dari ponsel mereka menjadi satu-satunya penerangan. Napas mereka masih tersengal setelah pelarian tadi."Apa yang kita dapatkan?" tanya Prasetyo, mencoba menenangkan diri.Dira menatap layar ponselnya dengan saksama. "File ini... sepertinya bukan hanya dokumen biasa. Ada video dan beberapa catatan transaksi mencurigakan. Ini bukan hanya tentang kita. Ini lebih besar dari yang kita kira."Rendra meremas rambutnya dengan frustrasi. "Sial. Ini bisa berarti kita mengejar sesuatu yang jauh lebih berbahaya."Sebelum mereka bisa membahas lebih lanjut, suara deru mobil mendekat. Prasetyo segera mematikan lampu ponselnya, memberi isyarat pada yang lain untuk diam. Mereka mengintip dari celah jendela yang tertutup tirai usang.Di luar, sebuah sedan hitam berhenti. Arman keluar dari dalam mobil, tangannya mengepal erat. Matanya menatap lurus ke arah bangunan tempat mereka bersembunyi."Arma

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Simpang jalan

    Prasetyo dan Rendra berjalan cepat di dalam terowongan sempit yang lembap. Cahaya remang-remang dari ponsel mereka menjadi satu-satunya sumber penerangan. Langkah kaki mereka menggema, menciptakan suasana yang semakin mencekam."Kita harus keluar dari sini secepatnya," bisik Rendra, suaranya terdengar tegang."Aku tahu. Tapi kita juga harus memastikan Dira bisa lolos," jawab Prasetyo, matanya terus mencari jalan keluar di ujung terowongan.Sementara itu, di dalam gudang, Dira terus mengetik dengan cepat, mencari celah dalam enkripsi flash drive tersebut. Wajahnya menegang saat mendengar suara pintu didobrak. Beberapa pria bersenjata masuk dengan langkah waspada."Di mana mereka?" bentak pria berkacamata hitam yang memimpin kelompok itu.Dira tetap tenang, meski jantungnya berdebar kencang. Ia berpura-pura tidak tahu apa-apa, mengangkat tangan seolah menyerah. "Aku sendirian. Mereka meninggalkan aku begitu saja."Pria berkacamata hitam itu menyipitkan mata, seakan menilai apakah Dira b

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Berakhirnya permainan

    Angin malam semakin menusuk saat Prasetyo dan Rendra menyusuri trotoar menuju lokasi yang disebutkan Dira. Jalanan lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas, serta suara gemerisik daun yang tertiup angin. Keduanya berjalan dengan waspada, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan mereka tidak diikuti."Tempat biasa itu di mana?" tanya Rendra, suaranya sedikit bergetar."Gudang tua di belakang stasiun. Dira sering pakai tempat itu untuk urusan yang nggak mau dilihat banyak orang," jawab Prasetyo dengan nada rendah."Apa kita nggak masuk perangkap?"Prasetyo terdiam sejenak, tapi kemudian menggeleng. "Dira bukan tipe yang berkhianat. Kalau dia setuju untuk ketemu, berarti dia benar-benar mau membantu."Mereka tiba di sebuah gang sempit yang berujung pada bangunan tua dengan dinding kusam. Cahaya lampu neon di atas pintu berkedip lemah. Prasetyo mengetuk pintu besi tiga kali, lalu hening. Tak lama, suara gerendel terdengar, dan pintu terbuka sedikit."Masuk cepat," suara pe

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Berburu

    Hembusan angin malam terasa dingin saat Prasetyo dan Rendra menyusuri gang sempit, napas mereka masih tersengal setelah pelarian mendebarkan dari gudang. Lampu jalan yang temaram hanya memberikan sedikit penerangan, bayangan mereka memanjang di aspal yang basah."Kita harus cari tempat berlindung," ujar Rendra, suaranya rendah namun tegas.Prasetyo mengangguk. Mereka berdua tahu bahwa pria berkacamata hitam tidak akan menyerah begitu saja. Flash drive yang mereka bawa terlalu berharga, berisi sesuatu yang jelas ingin disembunyikan oleh pihak yang mengejar mereka.Mereka terus berlari, menyelinap di antara gang-gang gelap, sebelum akhirnya tiba di sebuah warung kopi 24 jam yang tampak sepi. Prasetyo mendorong pintu kaca, dan lonceng kecil berdenting pelan. Seorang pria paruh baya di balik meja kasir melirik mereka sekilas sebelum kembali menatap layar ponselnya.Mereka memilih meja di sudut ruangan, tempat di mana mereka bisa mengawasi pintu masuk dan keluar."Kita perlu tahu apa isi f

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   pertarungan

    SUV hitam itu berhenti tanpa suara, tapi Prasetyo dan Rendra tahu bahwa ancaman yang ada di dalamnya lebih berisik daripada yang terlihat. Pintu depan mobil terbuka, dan seorang pria berkacamata hitam melangkah keluar dengan tenang. Dari cara berjalannya, ia jelas bukan orang biasa."Mereka tidak akan menunggu lama sebelum masuk," bisik Rendra sambil merapat ke dinding.Prasetyo mengamati sekeliling, mencari kemungkinan jalan keluar lain. Gudang ini hanya memiliki satu pintu utama dan beberapa jendela kecil yang terlalu tinggi untuk dilalui dengan cepat. Jika mereka bertahan di sini, pertarungan tak terhindarkan.Suara pintu mobil lain terbuka. Dua pria berbadan besar keluar, masing-masing membawa sesuatu di balik jaket mereka. Prasetyo dan Rendra tidak perlu menunggu untuk tahu bahwa itu bukan sesuatu yang ramah."Kita harus ambil inisiatif duluan," bisik Prasetyo.Rendra mengangguk. "Aku akan ke sisi kiri, buat pengalihan. Begitu mereka masuk, kita buat mereka sibuk."Langkah kaki s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status