“Tauke Besar, ini laporan hari ini.”Mengalihkan fokus dari layar komputer, Charlie membaca laporan dan menonton rekaman. Tadi pagi beberapa oknum polisi menghampiri Rumah Sakit, menahan cairan-cairan yang disugesti menjadi penyebab Lady meninggal. Bahkan Charlie tidak tahu jika cairan itu sudah ada yang membuka. Dia sedang melakukan penelitian baru, dan target dari obat jenis baru itu bukan untuk manusia.Jelas motif pembunuhan wanita itu adalah disengaja. Anehnya, banyak pihak yang langsung melakukan tuntutan. Padahal kasus masih dalam awal. Untungnya Dokter Adam bisa bertindak sedikit lebih cepat. Walau media sudah sempat merilis berita itu dan permintaan secara baik-baik mereka untuk menunda berita itu di tahan. Bisa jadi bahwa ada seseorang yang sedang ingin bermain-main.“Dokter Adam, adakah orang lain yang pernah masuk ruang penyimpanan selain dari daftar ini?”“Saya sudah memeriksa semua CCTV, Tauke Besar. Dan semuanya terkendali, tidak ada orang lain.”“Firdaus, bagaimana den
Charlie POVSemua orang bisa gugup saat menjelang pernikahan. Baik perempuan dan juga laki-laki, adalah hal wajar bagi semua orang. Aula hotel sudah disulap menjadi sebuah tempat sakral. Orang-orang yang masuk harus melewati pemeriksaan ketat. Termasuk para utusan keluarga shadow economy yang diutus. Mereka tidak keberatan melepas semua yang mereka miliki di depan pintu, karena begitulah tradisinya. Total seluruh tamu undangan ada 100 orang. Hanya orang-orang tertentu yang diundang.Aula hotel yang dipakai juga terpisah dari gedung. Untuk meminimalisir kejahatan yang bisa saja terjadi. Dan sebenarnya aula itu juga masih aset keluarga Clark yang tidak banyak diketahui orang. Tidak terlalu besar, tapi mampu menampung tamu yang sudah ditentukan.Aku sedang berada di dalam ruangan, menatap pantulan diriku. Terlihat tampan dan gagah dibalut jas putih. Akhirnya, aku bisa juga sampai di tahap ini setelah beberapa hari yang sibuk. Walau bukan aku, tapi rasanya tetap hetik.Dan sejak semalam
Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan. Termasuk kepergian sosok pemimpin keluarga Clark terdahulu. Pemakaman dilaksanakan secara tertutup, hanya beberapa orang yang hadir. Charlie menatap makam yang sudah sepenuhnya ditutupi dengan tanah, dan nama Jemron Clark tertulis di sana. Rasanya masih tidak nyata. Di hari yang berbahagia, Charlie kehilangan salah satu sosok penting dalam hidupnya.Sepanjang hari mendung, seolah alam ikut bersedih.“Clar, mari pulang. Semua orang menunggumu.”Suara Dita terdengar merdu di telinga Charlie. Dan mungkin satu-satunya suara yang bisa dia dengar sekarang. Sejak tadi semua orang menyuruhnya untuk pulang, namun tidak dia hiraukan. Charlie menatap Dita yang sudah mulai basah karena gerimis. Setidaknya, istrinya masih selamat. Charlie tidak tahu bagaimana keadaannya jika terjadi sesuatu pada Dita.Hansen dan yang lain ikut serta begitu Charlie beranjak dari pemakaman. Semua orang berkabung. Lepas dari tulus atau hanya sekedar pura-pura, itu menjadi u
Kediaman Peter Clark—salah satu pamanku—di jaga dengan ketat, bahkan aku tidak bisa masuk ke dalam. Hansen sejak tadi sudah geram, ingin menjadikan kediaman itu menjadi lautan api. Aku setuju dengan opini itu. Namun tidak dengan Tn.Emilio yang bahkan rela melap senjatanya untuk kesekian kalinya. Dia memang orang paling sabar yang pernah aku lihat.Melihat Tn.Emilio, selalu mengingatkanku pada kakek. Mereka punya ciri khas yang sama jika sedang menunggu.“Silahkan, Tuan Peter sudah bisa ditemui.” seorang petugas yang berjaga di depan membuka pintu gerbang.Mobil lekas masuk ke dalam. Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sini. Rumah megah di tengah perumahan elit. Selera paman Peter memang tinggi, dia selalu mengutamakan hal itu di antara segalanya. Dan kali ini, aku juga akan mengutamakan kepentinganku.Dia salah memilih lawan.Pintu rumahnya sudah terbuka. Sebelum aku turun dari mobil, Tn.Emilio menahan tanganku. Wajahnya yang tenang membuatku bertanya-tanya.“Seseorang yang t
Charlie POVSentuhan ringan di pundakku, membuat perhatianku teralihkan. Dita memelukku dari samping, menyenderkan kepalanya dengan maja. Tingkahnya yang seperti ini membuatku tersenyum. Perasaanku tidak bisa dideskripsikan jika dia sudah bertingkah seperti malam ini.Kami berdua sedang memandang ke arah lampu kelap-kelip kota di malam hari yang masih tetap hidup walau sudah hampir berganti hari. Perjalanan panjang, aku memutuskan membawa Dita menginap di salah satu hotel keluarga Clark untuk berjaga-jaga. Sudah aku bilang, tanpa dia aku tidak bisa hidup.“Tidak kedinginan?” aku merangkul bahunya agar lebih merapat denganku. Angin semilir berhembus “Kau mengenakan pakaian tipis, sayang. Tidak baik untuk bayi kita.”Dita hanya mengangguk, tidak melepaskan rangkulan tangannya di pinggangku. Padahal aku ingin mengambil mantel. Masih banyak yang ingin aku bicarakan dengannya. Namun sepertinya dia ingin seperti ini. Sambil merangkulnya lebih erat, aku menatap ke arah langit malam. Sedang b
Charlie POVNasib Chie Sen berakhir begitu saja, dia tidak mau buka suara dengan detail. Ancaman keluarganya sudah tidak lagi mempan. Dia sangat setia pada tuannya. Area eksekusi dipenuhi dengan burung gagak, aku melangkah menjauh dan menghisap rokok. Otakku butuh peralihan untuk lebih tenang. Kami sudah mengirimkan video itu pada semua kepala keluarga shadow economy.Tanpa aku langsung mengatakan, itu sudah menjadi makna tersirat bagi mereka semua.“Jadi, kau sudah bulat akan meneruskan serangan ini, Charl?”Edward menghampiriku. Dia banyak membantuku akhir-akhir ini, dan dari cerita kakek dulu. Keluarga Dominic banyak membantu kami, begitupun sebaliknya. Mereka adalah keluarga netral yang tidak memihak ke kubu manapun. Namun kematian kakek pasti menjadi kabar besar untuk mereka.Dan tanpa aku minta, mereka bersedia menjadi sekutu kami. Padahal ini bukan di zaman batu yang harus berperang antar keluarga. Tapi selalu saja, dari zaman ke zaman, hal ini seolah sudah mendarah daging di a
Charlie POVTepat pukul 06.30 pagi, aku sudah berada di ruangan yang sama dengan Tuan Besar Wang. Ada satu hal yang membedakan orang yang punya prinsip. Tepat waktu. Ya, pada umumnya orang dengan prinsip akan selalu hadir tepat waktu, tau manajemen waktu untuk hari yang akan mereka lewati.Jika kalian pikir dia adalah orang tua dengan kumis putih di wajahnya, maka itu salah. Dia seusia, atau bahkan jauh lebih muda dariku. Badannya kekar, garis wajahnya tegas, dan juga tinggi. Sepertinya dia sangat suka olahraga. Idaman para wanita. Aku tidak bohong, sebab si kembar sejak tadi tidak berhenti menatapnya.Di atas meja, sudah tersedia beberapa jenis makanan untuk sarapan pagi. Dia memberikan hormat, barulah aku duduk. Dari semua sistem penguasa shadow economy, bisa aku katakan sistem mereka yang lebih canggih. Menggunakan teknologi terbaru, bahkan sekarang mereka sudah menerapkan AI—Artificial Intelligence—di hampir semua sektor kekuasaan mereka. Keluarga Wang dikenal netral, tidak pernah
Charlie POVJika bisa, aku ingin mengajak Dita di acara ini. Kali pertama dalam hidupku mengikuti acara karnaval semegah, dan semeriah ini. Sejak sore, kembang api sudah dibiarkan mengudara. Membuat banyak rasa kagum daripada wisatawan.Semua jalanan sudah disulap penuh dengan warna merah. Menjadi ciri khas dari perayaan Tai Hang Fire Dragon, sebuah festival yang biasa ada di pertengahan musim gugur. Tai Hang Fire Dragon, dari namanya sudah jelas bahwa itu berkaitan dengan naga, ciri khas negara Tiongkok. Mereka akan berkumpul dan menarikan tarian naga, seperti yang kini ada di depanku. Selain tarian, banyak juga yang menjual jajanan di sepanjang pinggir jalan. Semua orang terlihat bahagia sekali.“Ini seperti yang biasa aku lihat di layar ponselku, dan lebih indah aslinya ternyata.” Tn.Emilio berbisik dari sampingku. Suaranya hampir tidak kedengaran, tenggelam dengan suara kerumunan.Feng tidak jauh dari kami. Tadi kami memutuskan untuk berpencar, tapi masih dalam pengawalan. Aku tid
“Apa…apa yang kau…”“Dita…! Hey….sadarlah.”Suara itu, perlahan mata Dita terbuka dengan cepat. Melihat Charlie yang masih lengkap dengan pakain dan kening mengerutnya. Dita berubah panik dan melihat isi pakaiannya yang masih lengkap. “Apa yang terjadi, kau berteriak memanggil namaku tadi. Aku kira terjadi sesuatu makanya aku menerobos masuk!”Wajah Dita memerah, dia benar-benar tidak mengerti mimpi sialan apa yang masuk di kepalanya. “Tidak ada, maaf, sepertinya aku hanya kelelahan saja. Kau bisa keluar, Charlie.”“Lain kali tutup pintumu dengan baik, Dita. Kau tidak tau apa yang akan aku lakukan kan?”“Memangnya apa yang akan kau lakukan hah?” Teriak Dita panik. Buru-buru Charlie keluar sambil terkekeh. Membuat Dita malu bukan main dan kembali merebahkan tubuhnya. Dia benar-benar merasa ada sesuatu yang dia lewatkan, persis seperti apa yang Charlie katakan. Namun, tidak bagian itu juga kan? Benar-benar membuatnya merasa malu. ******“Kemana kau membawaku?”“Ahhh…kau sudah bangun
Dita menghela nafas panjang, hari ini dia pulang lebih awal dan kembali istirahat di rumah Charlie. Setelah meminjamkannya ruang tidur, lelaki itu pergi entah kemana. Mata Dita mulai lelap, terasa seperti lelah sekali hari ini. Dia ingin tidur yang benar-benar lelap. ***Hari-hari berlalu dengan cepat. Aku sedang berada di dalam kereta api, menikmati pemandangan gedung-gedung indah dari balik kaca. Langit sore dan lintasan laut ditambah dengan matahari yang kembali ke peraduannya membuatku ingin berhenti sejenak.Aku ingin melihat kampungku dulu, tempat dimana aku dibesarkan di panti asuhan. Tidak punya ibu membuatku tidak tahu bagaimana harus mengadu. Tidak punya ayah membuatku tidak tahu bahwa dunia itu sangat kejam.Charlie awalnya ingin ikut. Namun ada urusan mendadak sehingga aku berangkat sendiri walau dia tetap memaksa agar aku ditemani. Namun kali ini aku benar-benar ingin sendiri.Lembaran baru sudah dimulai, tapi aku ingin melihat dengan seksama. Siapakah Dita yang sekarang
Dengan marah dan tergesa-gasa Firdaus memasuki sebuah ruangan gelap dengan tangan kanannya menarik Dita. Sungguh! Dia begitu marah dan tidak bisa menahan diri terhadap apa yang sudah dilakukan istrinya. “Menurutmu, apa yang sudah kau perbuat hah? Apa maumu, katakan Dita!” “Mauku? Tidak ada, emangnya apa yang membuatmu sampai semarah ini?”Mata Firdaus memerah, dipenuhi dengan kemarahan. Dadanya naik turun sambil menghela nafas yang panjang. “Aku tau sekarang kau sedang balas dendam kepadaku, tapi apa kau pikir bisa menang melawanku? Tidak Dita! Tidak sama-sekali. Pikirmu dengan mengungkap semuanya bisa membuatmu hidup dengan bahagia dan membuatku menyesal? Tentu tidak! Seharusnya aku mendengar kata ibuku dulu untuk tidak menikahi wanita licik sepertimu. Tidak ada bedanya dengan manusia sampah!”“Benarkah? Itu membuatku sangat takut. Tapi…”Firdaus mengerutkan kening dan bulu kuduknya berdiri saat mendengar perkataan yang seolah ejekan itu. Dia…dia tidak pernah melihat bagaimana Dit
Nafas Dita terengah-engah begitu cengkraman di lehernya lepas. Tepat sebelum tamparan Firdaus mendarat di pipinya, pintu terbuka dengan lebar. Mata Dita menangkap sosok yang baru saja menyelamatkan hidupnya. “Charlie?” bisik Dita, dia tidak tau kenapa laki-laki yang baru saja mengantarkannya pulang itu, kini berada di hadapannya. Namun ponselnya yang ada bersama dengan lelaki itu cukup menjawab semuanya. “Ponselmu tertinggal di mobilku tadi, ceroboh sekali.” Perlahan melangkah mendekatinya, Dita terdiam cukup lama sampai tubuhnya di bawah jauh dari Firdaus. Dia merasa perselisihan di antara keduanya. “Siapa kau berhak masuk ke rumahku hah?” Bentak Firdaus. “Bukankah ini apartemenmu, Dita?” Dita mengangguk, itu memang apartemennya, dan semua gaji bulanannya yang tidak seberapa dia dedikasikan semua untuk apartemen dan semua perabotannya. Termasuk untuk biaya sekolah Firdaus juga. Dia memang bodoh, bahkan untuk dirinya sendiri, dia tidak memikirkannya. Selama ini Dita hidup dengan
“Kau melihat itu? Wah, aku sungguh tidak percaya dengannya, hanya selang sehari tidak masuk namun sudah bertindak sejauh ini. Atau karena kepalanya kena benturan sehingga dia kehilangan rasa hormatnya?”Firdaus masih mendengar ucapan buruk itu sejak tadi, biasanya dia akan menghiraukan mereka, namun untuk kali ini telinganya sedikit memanas mendengar nama dokter Charlie ikut disebutkan. Bahkan terang-terangan dikatakan jika dokter itu menyukai Dita. “Ah, kamu disini juga, Dokter Firdaus?”Firdaus hanya mengangguk, lalu kembali memeriksa rekam medis pasien yang baru saja selesai dia operasi. Pikirannya cukup terganggu dengan sikap Dita hari ini dan dia ingin menanyakannya sepulang ke rumah. Pintunya ditutup, tatapan Firdaus jatuh pada Lady yang berjalan ke arahnya dengan sensual. Dia tahu wanita itu tidak akan pernah menyerah. Mereka pernah melakukannya beberapa kali, namun untuk kali ini Firdaus tidak ingin. Satu hal yang ingin dia lakukan adalah pulang secepatnya. “Kau sudah berj
Mata Dita melebar, tidak menatap lelaki dengan tinggi 10 centi meter lebih tinggi darinya. Mereka berdiam di balik pintu, sambil mendengar percakapan Firdaus dan Lady yang penuh dengan hasrat. Begitu tangan lelaki itu dilepas dari mulutnya, Dita mundur beberapa langkah dan menendangnya. “Kau gila?”“Hey, aku justru membantumu. Kenapa menguping pembicaraan orang lain? Tindakanmu jelas kriminal, kau juga tau siapa Lady kan? Dia itu putri pak wadir, bisa jadi kau akan dikeluarkan jika ketahuan.”“Kenapa? Aku juga berhak tau apa yang mereka lakukan.”“Berhak? Ayolah suster Dita?” Lelaki itu berhenti sejenak untuk menatap name tag Dita, dan mengelus kakinya yang terasa sakit, “wahh, tendanganmu lumayan juga.”“Aku istri dokter Firdaus, dan apa kau dokter baru?”Anggukan itu membuat Dita diam, kepalanya sedikit pusing. Dia diam melihat punggung lelaki berjas putih itu. Rasanya familiar, aromanya menenangkan, namun dia tidak tahu kapan mereka pernah bertemu. “Setahuku dokter Firdaus masih
Mobil berjalan dengan keheningan yang menyelimuti didalam. Baik Charlie dan Dita, tidak satupun yang mengeluarkan suara. Persis dibelakang dan didepan, mobil mereka dikawal bak rombongan. Charlie melirik sekilas, mengamati wajah Dita, menggenggam tangan wanita itu dan mengelusnya dengan jari jempolnya. Mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja setelah kejadian yang mereka lewati. Tapi beberapa saat Charlie yang sedang fokus mengemudi menarik nafas dalam. Dia selalu khawatir akan nasib mereka. Kehidupan yang dia ingin bina, bisa saja hancur dalam sekejab. Terlebih, dia bukan orang sembarangan. Banyak musuh yang ingin nyawanya. Mungkin Charlie bisa mengatakan bahwa Dita akan selalu aman dalam pengawasannya, dan itu adalah ucapan terbodoh yang pernah dia lakukan. Ucapan untuk menenangkan jiwanya yang sangat ketakutan. “Terlihat murung, ada yang ingin dibicarakan?” tanya Charlie dikeheningan mobil. Tatapannya tertuju pada Dita yang masih diam dengan raut alis yang bertaut, namun peg
Charlie berlari sekencang mungkin menuju ruangan dimana kesadarannya dibuat hampir melayang. Pintu terbuka lebar, langkahnya berhenti di ambang pintu. Bahkan kumisnya masih tersisa setengah karena mendengar kabar bahwa Dita sudah sadar. Air mata Charlie jatuh, dia berjalan perlahan. Jantungnya berdetak kencang, menatap Dita yang kini tengah duduk di ranjang namun tidak memberikan reaksi apa-apa. Malah menatapnya dengan tatapan bingung dan kosong. Mengabaikan semua orang diruangan itu, Charlie memeluk tubuh rapuh itu. “Dita…sayang, akhirnya kamu sadar.”Dita mengerutkan keningnya, menatap Charlie bingung, bahkan tidak bereaksi apapun saat lelaki itu tiba-tiba memeluknya dengan genangan air mata. Namun rasanya nyaman, tapi Dita tidak mengingat apapun. Para dokter yang berjejer di ruangan itu menundukkan kepala, mereka belum memberitahu bahwa Dita mengalami lumpuh otak sementara yang mengakibatkan ingatannya sedikit menghilang. Sedangkan Charlie? Dia masih memeluk Dita dengan erat, m
Dita POV“Sekalipun ini mimpi, aku tetap akan bersyukur telah memilikimu. Kini, besok, seribu tahun yang akan datang, aku akan tetap berada disampingmu. Aku akan menjagamu.”“Kamu berjanji?”“Tentu saja.”“Aku akan selalu ada disampingmu! Jadi, pulanglah. Aku mohon kembalilah, sudah lama kami menunggumu.”Suara itu. Aku sudah berkali-kali mencari siapa yang berbicara. Namun tidak ada orang sama-sekali. Setiap hari aku menjalani kehidupan yang tidak ada habisnya, bertemu dengan orang-orang yang tidak aku kenali. Tubuhku seolah tidak ingin pergi dari kenangan itu. “Aku mohon kembalilah, sudah lama kami menunggumu.”Lagi. Suara serak dan penuh dengan harapan itu membuatku berlari asal, suara itu terus menghantuiku. Nafasku kian sedikit, setiap hari berlari tiada henti. “Tolong, siapapun apakah ada yang mendengarku?”Sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada yang mendengar. Aku menarik nafas dalam, memilih untuk duduk. Namun tidak lama cahaya putih menyilaukan mata membuatku menutup